Selasa, 18 April 2017

Perjanjian Hudaibiyah (1)


Lewatlah sudah beberapa bulan dilalui Nabi dan kaum Quraisy setelah peristiwa Hudaibiyah. Tenanglah jiwa kaum Muslimin lantaran menatap masa depan yang cerah, Sekalipun dibayangi isi perjanjian yang berat yang didiktekan orang-orang Quraisy. Setetab 6 tahun berhijrah ke Madinah, ummat Islam yang mendampingi Nabi datang di Makkah mengunjungi Baitulharam. Mereka lari dari Makkah lantaran mempertahankan agama. Mereka tinggalkan harta.. rumah dan seluruh apa yang mereka miliki demi menempuh jalan aqidah yang mereka imani dan menghunjam di hati mereka. Selamatlah ummat Islam dari ganguan. Allah longgarkan hati mereka melalui da’wah yang diemban Muhammad yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju nur, serta menunjukkan kepada haq dan jalan yang lurus. Tak ada yang pantas disembah kecuali Allah. Setiap manusia adalah sama. Tak ada kelebihan orang Arab atas orang non-Arab dan yang berkulit putih atas yang berkulit hitam,. melainkan hanya taqwa dan amal saleh.

Betapa para pemilik aqidah ini menemui pengingkaran atau penindasan atau diusir dari kampung halamannya serta dipisahkan dari keluarga, harta dan anaknya. Kaum Quraisy tetap bertindak zhalim,. membenci jamaah ini, selama jamaah ini berpegang agama dan menetapi prinsip-prinsip yang mencerca jalan kehidupan manusia yang penuh kegelapan. Kaum musyrik menghadang sang pencetus agama baru ini dan para pengikutnya dari setiap sudut, dengan tujuan agar orang-orang Islam meninggalkan ibadah kepada Allah sekaligus kembali menyembah berhala-berhala. Padahal berhala-berhala itu tak mampu niemberikan manfaat dan mudharat; tak mampu mencegah gangguan yang menimpa dirinya dari membuat tipu daya. Nabi dan orang-orang Mukmin tabah menahan gangguan da’wahnya lantaran keimanan yang semakin mantap di hati mereka. Mereka seluruhnya beriman. Sudah 13 tahun mereka lampaui hidup di Makkah sejak turunnya agama baru kepada Muhammad. Bertubi-tubi penyiksaan dan gangguan kaum Quraisy telah menimpa mereka. Mereka terus bertahan dalam kesabaran. Karena itu dari merekalah akan muncul sejarah kebanggaan dan kebesaran yang belum pernah ada sebelumnya. Tidak akan ditemukan seoang da’i pun yang membawa prinsip atau ajaran yang menyamai Muhammad.
Hanya melalui hijrah ke Madinah yang dapat mewujudkan kenikmatan dan kehormatan serta memperlunak hati manusia sekeliling mereka yang mendambakan agama Allah dan bergabung ke dalam golongan-Nya. Golongan ini menyeru kepada-Nya dan berperang di jalan-Nya yang tidak lekang diusik musuh-musuh yang dosa atau dihantam orang-orang yang sombong. Tiadalah pilihan golongan ini melainkan salah satu dari 2 hal; kemenangan atas musuh atau mati syahid di medan peperangan. Dengan demikian, mereka akan meraih surga yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang bertaqwa.

Berjalanlah kendaraan yang mulia itu dari Madinah ke Makkah setelah rentang waktu 6 tahun, yang diiringi para shahabat menuju Baitullah al-Haram di bulan Haram. Mereka bertujuan menunaikan thawaf di Baitul’atiq yang Allah jadikan sebagai tempat berkumpuJnya manusia sekaligus tempat yang aman sejak zaman Nabi Jbrahim as. Semua orang yang masuk lingkungannya berarti mengamankan dirinya dari pengkhianatan dan bencana. Tak ada peperangan,. pembunuhan dan permusuhan di Baitul atiq. Pintu-pintunya terbuka bagi setiap orang yang mengunjunginya Sejak fondasi-fondasinya dipancangkan Ibrahim, bapak para Nabi. Orang yang hendak berhaji tidak boleh dirintangi atau dicegah menuju Baituiharam.

Kendaraan itu akhirnya berhenti lantaran melihat orang-orang musyrik. Kabar perihal Muhammad ini telah tersebar di kalangan mereka. Maka kaum Quraisy terlebih dahulu membuat zona larangan di sekitar Makkah dengan menggunakan pagar betis kavaleri dan infantni guna mencegah Muhammad dan para shahabatnya berhaji di Baitullah al-Haram, kendati masuk waktu larangan berperang. Ini berarti kehormatan Baitulharam dan bulan Haram tak dapat mencegah kaum Quraisy melakukan peperangan. Padahal faktor inilah yang sesungguhnya menyebabkan gencatan senjata. Hal ini merupakan tradisi bangsa Arab sejak zaman Nabi Ibrahim. Kaum Quraisy mengikuti pimpinannya sekaligus mengumpulkan tokoh-tokohnya dalam rangka mempersiapkan peperangan yang dinantikan.

Bagaimana, Padahal Muhammad dan para shahabatnya berhijrah meninggalkan Makkah dalam keadaan lemah, tak punya daya dan kekuatan. Mereka tinggalkan harta dan rumah. lalu menuju Yatsrib. Kemudian mereka kembali guna melintasi makkah sekali lagi di hadapan kaum Quraisy. Kalau begitu kecongkakan kaum Quraisy terguling-guling di tanah, jatuhlah kesombongannya serta pimpinan mereka tak kuasa mengangkat kepala di tengah dunia. Sungguh akan takluk orang yang hendak menghancurkan Muhammad. Ini pasti akan terjadi. walaupun penyebabnya berhaji ke Baitulharam sekaligus memenuhi sunnah Ibrahim.

Dengan berselubung di balik kesombongannya,. sebenarnya hati para pemimpin Quraisy berdebar-debat lantaran keberadaan pasukan Mukmin yang telah menjual dirinya untuk membela agama Allah. Kaum Quraisy telah menyaksikan ketabahan pasukan Mukmin dalam menghadapi cobaan serta keinginan mereka untuk mati dalam memperjuangkan aqidah sejak hari Badar. Kaum Quraisy juga telah membaca peristiwa di momen-momen yang abadi dalam sejarah perjuangan kaum Mukmin. Maka mereka mengirimkan para utusan kepada Nabi yang menantang beliau agar kembali ke Makkah dan arah mana saja.

Nabi pun berulang kali menegaskan kepada masing-masing utusan Quraisy bahwa beliau datang di Makkah tidak untuk berperang, tapi untuk berhaji di Baitulhram. Sehaliknya. para utusan Quraisy bersikeras menyanggahnya sampai Nabi mengutus Utsman bin Affan kepada Abu Sufyan dan tokoh-tokoh Quraisy supaya menyampaikan kepada mereka tujuan kedatangan Nabi dan membawa pesan beliau tatkala mengistirahatkan untanya di Hudaibiyah “Siapapun orang Quraisy yang meminta saya untuk bersilaturrahmi pasti akan saya penuhi”.

Setelah 3 hari Utsman pulang. Dia memupus purbasangka kaum Quraisy yang mengatakan bahwa dengan kedok hajinya, Muhammad berupaya berbalik mengelabuhi kaum Quraisy; tak ada seorang Arab pun yang kuasa menolak kegiatan haji dan umrah di bulan-bulan Haram. Terlintas dalam diri Utsman bahwa andaikata terjadi peperangan, niscaya sia-sialah kesombongan kaum Quraisy selama-lamanya. Kesombongan ini tidak akan pernah muncul lagi.

Hal ini merupakan pemberangusan kesombongan lewat peperangan, manakala kaum Quraisy tidak mampu mengelakkan peperangan. Di samping itu sikap bersikeias mereka merupakan langkah mundur. Posisi ini hanya terbatas pada tahun itu juga, dan tak ada orang yang dapat menolak berdamai pada posisi ini. Setelah beberapa hari Suhail bin Amr, utusan Quraisy menghadap Nabi dalam rangka perjanjian perdamaian kembàli ke Madinah. Suhail membawa seperangkat kesombongan sekaligus langkah mundur kaum Quraisy. Isi perjanjian perdamaian

1. Gencatan senjata antara Muhammad bersama para pengikutnya dengan kaum Quraisy selama 10 tahun tidak mengadakan peperangan.

2. Muhammad dan pasukannya keluar dari Makkah tahun ini, dan boleh masuk ke Makkah untuk berhajji tahun depan seeta menetap di Makkah selama 3 hari. Selama 3 hari tersebut Muhammad dan para shahabatnya berkesempatan melakukan manasik hajji serta berthawaf di Ka’bah dan Baituiharam. Masih ada isi perjanjian perdamian lain yang pada awalnya dirasakan berat ummat Islam, yaitu

3. Barangsiapa yang datang kepada Muhammad dengan memeluk Islam tanpa idzin walinya, maka pihak Quraisy berhak menjemputnya kembali ke pihaknya. Sedang seorang yang kembali kepada kaum Quraisy lantaran benci terhadap Muhammad, Muhammad tidak berhak menjemputnya.


Pantaslah Nabi menahan pertumpahan darah Beliau mampu menahan gejolak amarah para shahabatnya. Beliau tegaskan kepada mereka bahwa pertolongan Allah sudah dekat. Di balik ini semua ada kemenangan nyata yang Allah janjikan kepada beliau. Jalan kembali ke Madinah hampir tertutup hingga kegembiraan menyelimuti jiwa para shahabat lantaran wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya : 

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًالِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Supaya Allah memberikan ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kejalan yang lurus (QS. al-fat-h : 1-2).

Surat al-Fat-h tersebut memberikan dorongan pribadi dengan kuat kepada kafilah kaum Mukmin melalui kemenangan yang nyata. Sebagaimana diumumkannya keridhaan Allah atas mereka ketika membai’at Nabi untuk mati di jalan Allah, manakala harus berperang melawan kaum Quraisy.
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Artinya: Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang Mukmin ketika mereka berjanji setia (berbai’at) kepadamu di bawah pohon. Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberikan balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat. (QS. al-Fat-h: 18).

Waktu pun berjalan hingga beberapa bulan. Jiwa kaum Quraisy merasa tenang lantaran keberhasilan yang diwujudkannya. Namun termenunglah sebuah hati yang agung di tengah belantara para tokoh Quraisy. Hati ini tak dapat mengalami ketenangan dalam kondisi tidur maupun jaga, selalu dibayangi kegelisahan. Jiwanya semakin terbuka untuk menerima dan mengimani agama baru yang kian hari menampakkan kekuatannya. Bagaimana kalau Ia terus-terang bergabung kepada agama baru dan berpihak di kubu kaum Muslimin, lalu Nabi menyerahkan dirinya kepada laskar kaum kafir. Padahal kaum kafir senantiasa akan menyakitinya, gembira atas penyiksaan dan petaka terhadap dirinya.

Pemilik hati tersebut adalah Abu Bashir, Utbah bin Usaid bin Jariyah. Dia pulang ke Makkah setelah menghadiri majlis perdamaian. Dia punya gagasan akan menyumbangkan andil pada tiap sisi perdamaian tersebut. dia senantiasa mengingat apa yang telah menimpa atas rekannya, Abu Jandal bin Suhail bin Amr ketika mencoba berlindung kepada Nabi setelah ditandatanganinya perjanjian perdamaian. Abu Jandal minta tolong kepada Nabi agar dihindarkan dari gangguan bapaknya. Allah telah membuka hati Abu Jandal untuk memeluk Islam. Namun Nabi tetap mengembalikan Abu Jandal kepada bapaknya. Bapak Abu Jandal pun mcemukul wajah anaknya, sedang Nabi tetap menyerahkan sang anak ini kepada si bapak. Teriakan Abu jandal hanyalah minta tolong kepada kaum Muslimin agar menghindarkan dirinya dari gangguan dan tidak membiarkan kaum Quraisy memfitnahnya lantaran agama yang Allah tunjukkan kepadanya.
Tidak lehih Nabi hanya bersabda kepada Abu Jandal, “wahai Abu Jandal, bersabarlah dan bermawas dirilah. Sebab Allahlah yang akan memberikan jalan keluar kepadamu dan kaum lemah yang bersamamu. Kami telah mengikat perjanjian dengan kaum Quraisy. Antara kami dan mereka saling memberikan jaminan Allah, kami tidak menyelisihi mereka.

Abu Bashir tidak henti-hentinya mengingat hal itu. Jiwanya terbelanggu lantaran orang Mukmin tidak punya posisi di tengah kaum kafir yang congkak. Kaum kafir tidak menaruh hormat pada kebebasan aqidah serta mata dan hati mereka tidak memandang nur iman. Kalau begitu bagaimana dia hidup sekaligus menjalankan kewajiban agama di tengah mcreka. Siapa yang akan memberikan kefahaman agama dan membacakan ayat-ayat kepadanya di tengah kaum Quraisy. Padahal melalui ayat-ayat inilah wahyu yang lain turun dari sisi Allah kepada rasul-Nya yang mulia. Ini satu persoalan yang menyebabkan gundah gulana dalam jiwa Abu Bashir. 

Di suatu keheningan malam dia meninggalkan keluarga dan harta bendanya guna menempuh jalan menuju Madinah. Semoga Nabi berkenan menerima atau melindunginya. Tibalah Abu Bashir di Madinah. Harapannya membuat hatinya berdebar.Setibanya di majlis Nabi, Abu Bashir melemparkan angan-angannya di hadapan beliau. Namun kabar kepergian Abu Bashir telah tersiar di tengah kaum Quraisy, sehinggá mereka mengirimkan 2 tokoh untuk mencarinya. Kedua tokoh yang diutus kaum Quraisy ini akan mengawal Abu Bashir dalam pcrjalanan kembali ke Makkah, sebagai konsekuensi perjanjian I perdamaian. Nabi bersabda: “Wahai Abu Bashir, kita telah memberikan Janji kepada kaum itu, seperti yang telah kamu ketahui. Tidaklah benar menurut agama kita menyelisihinya. Allahlah yang akan memberikan kelonggaran atau jalan keluar kepadamu dan kaum lemah yang bersamamu. Maka kembalilah kamu kepada kaummu”.
Abu Bashir pun berbalik menandaskan pengharapannva kepada Nabi sembari bertanya. “Wahai Rasulullah, apakah Tuan mau mengembalikan saya kepada kaum musyrik yang selalu memfitnah saya atas agama?’ Namun tetap berpendirian bahwa beliau tidak menyelisihi janji. Allahlah yang akan memberikan kelonggaran atau jalan keluar kepada Abu Bashir dan kaum lemah.

Bersama 2 pengawalnya, Abu Bashir berjalan sembari menantikan jalan keluar yang nyata. Dengan keimanannya. Ia menyusun rencana. Hanya Allahlah yang akan menolongnya. Tiap kali terik panas tengah hari yang amat menyengat di sepanjang jalan antara Madinah dan Makkah, ketiga orang ini bernaung di’ bawah pepohonan. Mereka beristirahat lantaran perjalanan yang melelahkan. Mereka mendaki bukit menuju tempat mata air guna mencari minum yang akan mengobati dahaga di tengah padang sahara. Akhirnya sampailah mereka dalam istirahat terakliir di bawah pohon tua yang berdekatan dengan sumur. Tak ada para pencari minum di sekitar sumur ini.

Sekarang mereka memasuki wilayah Makkah, di Hudaihiyah. Hudaibiyah adalah tempat berlangsungnya penandatanganan perjanjian perdamaian antara Nabi dan kaum Quraisy. Lantaran isi perjanjian inilah Abu Bashir kembali kepada-kaum kafir. di mana sebelumnya Allah telah menunjukkannya kepada keimanan. Kini dia berada di bumi Makkah Dia kembali ke kampung halaman Quraisy. Dia telah menyusun rencana melarikan diri dari kedua pengawalnya ketika para pencari minum sudah meninggalk.an sumur, tempat pemenuhan janji Nabi terhadap kaum Quraisy. Salah seorang pengawalnya lega lantaran telah sampai di kampung halamannya dan tak jauh dari kaumnya. Dia gembira akan petaka yang hendak menimpa Abu Bashir Lantaran sudah amat dekat penyiksaan besar di tengah kaum Quraisy yang fanatik menentang agama Muhammad dan pengikutnya.

Pengawal ini menghunus pedangnya sambil menakut-nakuti lelaki yang beriman tersebut. Dia hembuskan perasaan takut di hatinya lantaran tempat penyiksaan yang menantinya sudah dekat. Abu Bashir tahu apa yang tergerak dalam jiwa pengawalnya itu. Abu Bashir tidak membiarkannya terus mengoceh. Naungan pohon tua itupun menyaksikan percakapan dua lelaki itu. Abu Bashir menimpalinya dengan perkataan. “Saya lihat pedangmu ini bagus logamnya serta mengkilat”.
“Memang demikian, hal pengikut baru Muhammad”. “Tunjukkan pada saya, siapa yang membuat pedang ini untukmu. Barangkali saya dapat mencari pedang seperti itu”,. pinta Abu Bashir. “Kenapa kamu akan mencari pedang seperti itu?. “Orang Arab biasanya merasa terhormat membawa pedang yang bagus, walaupun tidak untuk berperang”, jawab Abu Bashir. “Jangan berangan-angan Seperti itu wahai pengikut baru Muhammad! Sebab setelah perjalanan kita tiba di tempat Imran di Makkah, pedang ini akan menebas kepalamu. Dan tidak ada gunanya bagimu berangan-angan Seperti itu. Sesudah kamu mati, suatu saat pedang ini akan masuk ke Yatsrib sembari menebas dari arah kanan dan kiri pada laher Orang-orang yang mendahuluimu beriman kepada Muhammad dan ingkar terhadap tuhan-tuhan Quraisy”. “Tapi saya takjub terhadap pedangmu ini,. terlepas dari apa yang kamu ancamkan kepada saya. Siapa yang telah membuat pedang ini untukmu’ serga Abu Bashir. “Saya warisi pedang ini dari kakek saya yang petualang perang. Ini adalah pedang yang amat tajam. Orang yang membawanya tak akan risih terbebani Lantaran punya daya yang ampuh dalam merontokkan kepala, seperti kepalamu”.
“Kalau begitu, ini adalah pedang yang teramat bagus, tanya Abu Bashir. “Memang demikian”.
“Bolehkah saya membuktikan ucapanmu?’ pinta Abu Bashir. “Ambillah! Angkatlah pedang ini, agar kamu dapat rasakan bobotnya. Pukulkan dengan tanganmu, agar kamu tahu kejituan bes inya. Ayun-ayunkan pedang ini sekehendakmu, supaya kamu yakin akan ketajamannya buat menebas leher”.

Abu Bashir pun segera mengangkat pedang itu. Dalam sekejap mata. tengkuk si pengawal tersebut terhempas di udara lantaran satu tebasan tangan kanan sang Mukmin yang baru ini.
Pengawal yang kedua pun bepikir cepat. Dia minta pelayan minumnya untuk membantunya kembali ke Madinah guna mengadu kepada Muhammad perihal perbuatan shahabatnya ini. Abu Bashir membuntutinya dari belakang, agar pengawal yang satu ini tidak menikamnya. Setibanya di hadapan Nabi, Abu Bashir mengadu, “Wahai Rasulullah, telah terpenuhilah perlindungan Tuan. Allah telah menepati Tuan. ApakahTuan akan menyerahkan saya ke tangan kaum itu? Padahal mereka menghalangi saya dari agama, sehingga saya melakukan fitnah atau agama ini sia-sia di hadapan saya. Saya belum sampai di tengah kaum Quraisy, tapi hanya sampai di perkampungan mereka. Maka perkenankan permohonan saya dan pedulilah Tuan pada saya”.
Nabi pun takjub. Beliau berharap alangkah bagusnya jika Abu Bashir disertai beberapa orang yang menyebarluaskan pembunuhan ini di masyarakat. Kemudian Nabi berkata kepadanya, “Wahai Abu Bashir pergilah sekehendakmu”. Ucapan Nabi tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa setiap orang yang baru masuk Islam bebas tidak kembali kepada kaum musyrik Makkah. Dilihat dan sisi lain, isi perjanjian perdamaian tersebut tidak bisa diambil pengertian bahwa orang yang baru masuk Islam hanya dikembalikan ke kampung halaman kaum Quraisy. 

Related Posts:

0 komentar: