Fondasi pemikiran yang dirumuskan dalam fase pertama berbentuk Mantik Dua Muka yang bertentangan (Manthiq Tanaqud), di mana dipertentangkan ayat-ayat Qur’an satu sama lain, dipertentangkan antara Qur’an dan Hadits/ Sunnah, dan dipertentangkan antara Qur’an dan Hadits dengan praktik sahabat-sahabat. Pengujian dan perampungan konsep-konsep pada fase kedua berbentuk penempatan perbuatan dan perkataan Imam-imam Ma’shumin sebagai sumber ajaran agama setaraf dengan Hadits Nabi.
Berdirinya agama Islam Altematif di masa Ghiyabah Shughra berbentuk Syi’ah lmamiyah Itsna Asyariyah setslah menyatakan batal semua firqah Syi’ah Imamiyah yang ada sebelumnya. Seperti Syi’ah Zaidiyah dan Syi’ah Imamiyah Sab’iyah (Syi’ah 7): Hasyimiyah. Hamuiyah, Manshuriyah. Mughiriyah (timbul di masa al-Baqir); Harbiyah, Khaththabiyah, Ma’mariyah, Bazighiyah, Sa’idiyah, Basyiriyah, Albaiyah, Hisyamiyah, Ruzamiyah, Nu’maniyah, Musailamiyah (timbul pada masa Ja’far Shadiq); Ismailiyah, Waqifiyah, Mufawwidhah, Ghurabiyah, Kamiliyah (timbul di masa Musa al-Kazim); Nushairyah dan lshaqiyah (timbul di masa Hasan al-Askari).
Meski begitu Syi’ah Imamiyah Itsna Asyiryah (Islam Alternatif) ini pun terpaksa harus pecah juga membentuk Syaikhiyah/Ahmadiyah, Rusytiyah/Kasyifah, Babiyah dan Qarriyah. Dan timbul lagi Syi’ah Ja’fariyah yang berbeda dengan Syi’ah Itsna Asyariyah tentang siapa imam ke-12. Kalau Syi’ah ltsna Asyariyah mengatakan Imam terakhir adalah Muhammad al-Mahdi al-Muntazhar, maka Syi’ah Ja’fariyah mengatakan Ja’far bin ar-Ridha sebagai Imam ke 12, dan orang yang bernama Muhammad al-Muntazhar itu tidak pernah dilahirkan karena hasan al-Askari tidak mempunyai keturunan.
Manakala Syi’ah Imamiyah 12 telah mengenyampingkan sekte-sekte lain, di mana sebagiannya dicap ghulat (ekstrem) dan sebagian yang lain ditolak namanya tapi diambil segi-seginya yang berguna, maka pembicaraan tentang al-Qur’an dan Hadits menurut faham Syi’ah berarti menurut faham Syi’ah Imamiyah 12 khususnya, dan juga menurut Syi’ah-syi’ah lain yang sama pandangannya.
Syi’ah Imamiyah 12
Riwayat-riwayat yang sah dipegang menurut versi Sunni maupun Syi’i tidak, satupun menerangkan kalau faham Syi’ah Imamiyah 12 itu sudah ada dan dibenarkan di masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin. Ibnu Khalaf, Sa’ad bin Abdullah al-Asy’ari al-Qummi (w. 301 H), ulama Syi’ah Imamiyah yang tergolong generalis dan dinyatakan sebagai sumber riwayat yang tsiqat oleh para Kibar Ulama Syi’ah, mengatakan:
Kelompok kaum Muslimin yang pertama kali dikenal sebagai Syi’ah Ali ra. di masa Nabi saw. adalah Miqdad ibn Aswad al-Kindi, Salman al-Farisi, Abu Dzar Jundub bin Junadah al-Ghifari, Ammar bin Yasir al-Madzhaji, dkk yang sangat setia dan fanatik kepada Ali ra. Istilah Syi’ah sebagai nama suatu grup dimunculkan oleh mereka di kalangan ummat Nabi Muhammad saw Merekalah yang menganut faham yang mema’shumkan Ali, menyejajarkannya dengan diri Nabi, menémpatkannya Sebagai sumber ajaran agama, dan mengharuskan kepemimpinan ummat Islam selalu dari kalangan anak cucunya dari Fathimah az-Zahra.... Mereka kukuh dengan pendirian itu hingga wafatnya Ali ra. dibunuh oleh Abd. Rahman bin Muljam …. Sebagian sahabat lain memang mengutamakan Ali ra dan yang lain-lain, tapi membolehkan orang lain menjadi Imam jika memenuhi syarat. Kekhalifahan Abu Bakar adalah sah dan baik, karena direstui oleh Ali ra Mereka yang berpandangan begini merupakan cikal bakal Syi’ah al-Batriyah. Kelompok fanatik Ali lainnya ialah al-Jarudiyah yang ekstrem mengafirkan kalangan yang tidak mengultuskan Ali dan mengafirkan semua orang yang tidak membai’at Ali setelah wafat Nabi saw. Dan golongan al-Jarudiyah ini kemudian timbul Zaidiyah dan cabang-cabangnya. Setelah Ali ra wafat kelompok-kelompok yang mengutamakan dan membelanya sebagai pemegang imamah bin-nash pecah menjadi tiga golongan.
Syi ‘ah Saba ‘iyah (pertamakali mendiskreditkan Abu Bakar, Umar dan Utsman, didirikan oleh Abdullah bin Wahab ar-Rasibi al-Hamadani, alias Ibnu Saba’, Abdullah bin Harras, Ibnu Aswad). Mereka menyamakan Ali dengan Yusya’ bin Nun, pemegang wasiatNabi Musa as Dan kelompok ini timbul yang lebih sesat lagi dengan mepertuhankan Ali ra. yaitu: Syi’ah al Harblyah.
Golongan kedua ialah kelompok yang menghendaki Muhammad bin Ali ra (Muhammad al-Hanafiyah) menjadi imam pengganti Ali ra. Inilah Syi’ah Kaisaniyah atau Mukhtariyah.
Golongan ketiga ialah yang ingin mengimamkan Hasan bin Ali dan selanjutnya akan mengimamkan Husein bin Ali, terutama jika Hasan menyerah kepada Mu’awiyah. Bila demikian, keimaman Hasan batal dan seterusnya haruslah Husein.
Setelah Hasan al-Askari (Imam ke-11) wafat dalam usia 28 tahun. Pecahlah para pengikut dan pengagumnya menjadi lima belas firqah. Satu firqah hendak mengimamkan Muhammad al-Mahdi, satu firqah hendak mengimamkan Ja’far (saudara kandung Hasan al-Askari). Dari sinilah timbul syi’ah Imamiyah 12 dan Syi’ah Imamiyah 12 Ja’fariyah.
Berdasarkan kitab Sa’ad bin Abdullah al-Asy-’ariy al-Qummy ini teranglah bahwa Syi’ah Imamiyah 12 itu timbul belakangan dan tidak pernah ada dan diketahui di masa Rasulullah saw, dan al-Khulafaa ar-Rasyidin. Ia merupakan kombinasi berbagai faham Syi’ah yang ada sebelumnya. Dengan demikian menjadi suatu kesulitan untuk menelaah faham mereka yang sejati., kecuali dengan merujuk kitab-kitab yang dijadikan pegangan hingga sekarang.
Sekilas Tentang Sejarab Kitab-Kitab Syi’ah
Kitab-kitab tentang Firaq asy-Syi’ah (Firqah-firqah) serta keyakinan dan pendapatnya dikarang sebagian oleh para Mutakallimun Syi’ah, sebagian lagi dikarang oleh para Muhadditsun, dan sebagian lagi dikarang oleh para Muarrikhun. Di antara para pengarang dimaksud ialah:
1. Abu Isa, Muhammad bin Harun al-Warraq (w. 247 H di Baghdad), scorang ulama ilmu kalam Syi’ah Imamiyah, dengan kitabnya berjudul: lkhtilafus Syi’ah Wal Maqaalaat. Keberadaan kitab itu diakui oleh Sayyid al-Murtadha ‘Allamul Huda, al-Mamqani di dalam bukunya Tanqiihul Maqaal, dan oleh an-Najasyi di dalam kitabnya Rijaalun Najasyi. Kitab Ikhtilaafus Syi’ah ini merupakan yang tertua menunut an-Najasyi.
2. Abu Muhammad, al-Hasan bin Musa an-Nawbakhty (w. antara tahun 300-310 H), seorang ulama kalam Syi’ah Imamiyah dalam bukunya Firaqus Syi’ah, dan ar-Raddu Ala Firaqis
Syi’ah ah.
3. Abul Qasim, Nashr bin as-Shabbab al-Balkhi (w. pada separuh pertama abad ke-4 H).Menurut riwayat al-Iyasyi Abul Qasim ini mengarang kitab berjudul Kitabu Firaqis Syi’ah.
4. Abul Muzhaffar, Muhammad bin Ahmad an-Na’iimi (w. 356 H), dari golongan Syi’ah Nawusiyah, dengan kitabnya Firaqus Syi’ah dan al-Ibanah Anilkh-tilaafin Naasi Fil Imamah.
5. Abu Khalaf, Sa’ad bin Abdullah al Asy’ari al-Qummi (w. 301 H), dengan kitabnya berjudul Kitabul Maqaalaati Wal Firaq. Kitab ini dinamakan oleh an Najasyi dengan Firaqus syi’ah, sedangkan oleh at-Thusi dinamakan Maqaalaatul Imamah, dan oleh al-Majlisi dinamai al-Maqaalaatu Wal Firaq Wa Asmaauha Wa Shunufuha.
Dalam bidang hadits, kitab besar yang dikarang pada masa yang sama dengan kitab-kitab di atas ialah Ushulul Kafi oleh Muhammad bin Ya’kub al-Kulaini (w. 328 H) kitab Man Laa yahdhuruhul Faqiih oleh Ibnu Babweih al-Qummi yang dipanggilkan dengan Syeikh Shaduq (w. 381 H). kitab Tahdzibul Ahkam dan al-Istibshar oleh Muhammad bin Hasan at-Thusi (385-460 H).
Dalam bidang tafsir/ilmu tafsir dapat dicatat antara lain: kitab Tafsir al-Qummi kalangan Ali bin ibrahim al-Qummi, guru al-Kulaini, Tafsir, al Iyaasyi oleh Muhammad bin Mas’ud al Iyaasyi as-Samarqandi, dan lain-lain.
Al-qur’an Menurut Faham Syi’ah
Mantiq Tanaqudh telah dengan baik dipergunakan oleh kaum Syi’ah ketika mereka mempersoalkan al-Qur’an. Kitab-kitab yang dikarang sejak awal hingga datangnya Syeikh Shaduq hampir semua memuat kesimpulan bahwa al-Qur’an mushaf Utsman tidak semua ayat-ayatnya original sebagaimana ketika diwahyukan kepada Nabi saw. Syeikh Shaduq mengajukan bantahan terhadap kesimpulan yang telah merupakan ijma ulama Syi’ah itu guna menetralisasikan pandangan negatif kaum Muslimin terhadap kaum syi’ah. Ini dilakukan setengah abad setelah wafatnya al-Kulaini yang meriwayatkan riwayat tentang kepalsuan beberapa ayat al-Qur’an Al-Murtadha dan Syeikhut Thaifah kemudian hari mengulangi langkah Shaduq itu, sementara kitab-kitab yang dikarang sesudah Shaduq tetap membela keyakinan semula. Kini Rasul Ja’fariyah tampil seperti Shaduq dalam buku kecilnya berjudul: “Ukhzuubatu tahriifil Qur’aani” yang telah diterjemahkan dan dicetak dalam bahasa Indonesia.
Jadi pandangan kaum Syi’ah terhadap al-Qur’an al-Karim ialah antara asli dan palsu. Pengakuan mereka akan keaslian sebagian ayat-ayat al-Qur’an sesungguhnya tidaklah ada artinya manakala pada waktu yang sama mereka menyatakan palsu ayat-ayat selainnya, sebab Qur’an itu satu adanya. Menyatakan palsu sebagian ayat-ayat yang termaktub dalam mushaf lalu menyebutkan bunyi ayat-ayat dimaksud menurut aslinya, kata mereka itu sama artinya dengan menyatakan ada dua macam al-Qur’an bagi kaum
Syi’ah, pertama Qur’an kaum Muslimin yang berisi ayat-ayat palsu dan ayat-ayat asli, kedua Qur’an kaum Syi’ah yang asli semua ayatnya. Ayat-ayat Qur’an mushaf Utsman yang dinyatakan palsu oleh syi’ah itu ialah sebagai berikut:
Dari riwayat-riwayat yang dijadikan dasar oleh ulama-ulama Syi’ah yang menyatakan palsunya 219 ayat tersebut nyatalah bahwa:
1. Kaum Syi’ah menolak bunyi 219 ayat itu sebagaimana termaktub dalam mushaf dan hanya dapat menerimanya jika disesuaikan lebih dahulu dengan bunyi yang mereka riwayatkan dari imam-imam ma’shum. Kedua ratus sembilan belas ayat tersebutlah yang menyebabkan Syi’ah tidak mencantumkan iman kepada al-Qur’an sebagai salah satu rukun iman, sehingga Arkanul Iman mereka menjadi:
a. Tauhid
b.Mubuwwah
c. Imamah
d. Keadilan
e. Ma’ad/Qiyamah
2. Jika benar riwaynt-riwsyat atu bers umber dan Ali ra Muhammad al-Baqir, dan Ja’far ash-Shadiq, berarti nilainya tidak mutawatir atau malah hanya riwayat ahaad belaka.
Artinya Syi’ah menolak kemutawatiran riwayat al-Qur’an hanya riwayat aziz atau masyhur atau ahad. Dengan demikian penerimaan mereka terhadap ayat-ayat selain yang 219 dengan alasan karena bunyinya diriwayatkan secara mutawatir berarti mengubah pengertian istilah mutawatir menjadi: mutawatir bagi kedua belah pihak; mutawatir menurut kaum Muslimin dan mutawatir menurut Syi’ah secara bersamaan.
Bunyi 219 ayat tadi dalam Mushaf Utsman adalak mutawatir menurut Ahlus Sunnah sepanjang masa, tapi tidak mutawatir menurut Syi’ah. Bunyi ayat-ayat itu menurut riwayat Syi’ah adalah mutawatir menurut Syi’ah, tapi tidak mutawatir menurut ahlus Sunnah. Maka Qur’an Mushaf Utsman tetaplah Asli Tapi Palsu menurut Syi’ah.
Jika riwayat-ñwayat dari Ali, al-Baqir dan Ja’far as-Shadiq itu tidak benar, itu berarti para mufassir dan muhaddits Syi’ah sengaja menyatakan keraguannya terhadap kebenaran dan keaslian al-Qur’an dengan menyalahgunakan nama anak cucu Nabi saw. dan mengajak orang lain meragukan al-Qur’an. Jika begitu, berarti Syi’ah adalah senantiasa merupakan gerakan tasykik dan Tadhlil.
Drs. HM. Nabhan Husein.
Dari riwayat-riwayat yang dijadikan dasar oleh ulama-ulama Syi’ah yang menyatakan palsunya 219 ayat tersebut nyatalah bahwa:
1. Kaum Syi’ah menolak bunyi 219 ayat itu sebagaimana termaktub dalam mushaf dan hanya dapat menerimanya jika disesuaikan lebih dahulu dengan bunyi yang mereka riwayatkan dari imam-imam ma’shum. Kedua ratus sembilan belas ayat tersebutlah yang menyebabkan Syi’ah tidak mencantumkan iman kepada al-Qur’an sebagai salah satu rukun iman, sehingga Arkanul Iman mereka menjadi:
a. Tauhid
b.Mubuwwah
c. Imamah
d. Keadilan
e. Ma’ad/Qiyamah
2. Jika benar riwaynt-riwsyat atu bers umber dan Ali ra Muhammad al-Baqir, dan Ja’far ash-Shadiq, berarti nilainya tidak mutawatir atau malah hanya riwayat ahaad belaka.
Artinya Syi’ah menolak kemutawatiran riwayat al-Qur’an hanya riwayat aziz atau masyhur atau ahad. Dengan demikian penerimaan mereka terhadap ayat-ayat selain yang 219 dengan alasan karena bunyinya diriwayatkan secara mutawatir berarti mengubah pengertian istilah mutawatir menjadi: mutawatir bagi kedua belah pihak; mutawatir menurut kaum Muslimin dan mutawatir menurut Syi’ah secara bersamaan.
Bunyi 219 ayat tadi dalam Mushaf Utsman adalak mutawatir menurut Ahlus Sunnah sepanjang masa, tapi tidak mutawatir menurut Syi’ah. Bunyi ayat-ayat itu menurut riwayat Syi’ah adalah mutawatir menurut Syi’ah, tapi tidak mutawatir menurut ahlus Sunnah. Maka Qur’an Mushaf Utsman tetaplah Asli Tapi Palsu menurut Syi’ah.
Jika riwayat-ñwayat dari Ali, al-Baqir dan Ja’far as-Shadiq itu tidak benar, itu berarti para mufassir dan muhaddits Syi’ah sengaja menyatakan keraguannya terhadap kebenaran dan keaslian al-Qur’an dengan menyalahgunakan nama anak cucu Nabi saw. dan mengajak orang lain meragukan al-Qur’an. Jika begitu, berarti Syi’ah adalah senantiasa merupakan gerakan tasykik dan Tadhlil.
Drs. HM. Nabhan Husein.
0 komentar: