Dr. Gariq Nucs, seorang wartawan Muslim Amerika yang sehari-harinya bekerja pada sebuah Majalah Amerika terkemuka. yakni “Washington Report”. ketika menulis untuk Majalah al-Mujtama’ Kuwait edisi 1415 di dalam menanggapi masalah ini. rupanya lebih bersikap instropertif dan lebih melihat kondisi internal kaum Muslimin sendiri. Dià mengatakan:
“Saya üdak akan mengemukakan contoh-contoh untuk menlelashan bagaimana Barat berpersepsi tentang Islam. Namun sebagai gantinya wajib bagi kita kaum Muslimin untuk sebisanya melakukan counter issu untuk meluruskan permasalahan dengan cara melakukan pressing lewat sikap dan moralitas dalam rangka menunjukkan dan menjelaskan wajah kita yang sebenarnya”.
Lebih lanjut Dr. Gariq Nucs mengatakan bahwa setidaknya ada lima sudut pandang yang mesti harus difahami kaum Muslimin Barat untuk selanjutnya difahamkan kepada mereka yang selama ini salah dalam memahami Islam. kaum Muslimin dan gerakan-gerakan Islam yang ada sekarang ini harus dilihat dari kelima sudut pandang ini agar tidak terjadi miss understanding terhadap Islam, kalau memang Barat menginginkan obyektifitas. Kelima sudut pandang atau kelima frame cara melihat Islam itu adalah:
1. Frame Sejarah
Yang pertama, kita harus melihat Islam dari tinjauan historis. Sebagian besar orang Amerika berpendapat bahwa Islam muncul ke permukaan pada tahun 1979 yang ditandai oleh runtuhnya Syah Iran Reza Pahlevi dan keberhasilan Revolusi Iran. Dan banyak orang Barat yang tahu Islam sejak empat tahun terakhir, bukan empat belas abad sebagaimana yang harus difahamni. Padahal mau tidak mau. dalam tinjauan historis Islam harus diakui sebagai salah satu peradaban internasional terbesar yang telah menguasai pentas politik dan kekuatan ekonomi selama berabad-abad. Islam juga mampu melahirkan ribuan ulama dan cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu dan peradaban.
lnilah yang telah berhasil diselewengkan Barat dalam percaturan politik, sosial dan budaya. hingga melahirkan image bahwa Islam adalah tatanan ideologi terbelakang karena dianggap baru lahir kemarin sore. Hal ini sama saja dengan kita mengatakan bahwa sejarah Inggris baru dimulai sejak PM Margaret Teacher atau sejarah Rusia baru dimulai sejak Mekhail Ghurbachov. Sungguh dengan dalih apapun statemen ini tidak bisa diterima. Namun sayang mereka berhasil mengungkapkan statemen semacam ini untuk Islam.
2. Frame Pemikiran
Cara melihat Islam dengan frame ini juga harus kita lakukan. Karena sebagian besar perdebatan tentang Islam dan al-Fikrul Islamy akhir-akhir ini ternyata hanya berkisar tentang sisi politik saja. Saya tidak ingin mengatakan bahwa Islam itu tidak menyentuh aspek politik. tapi orang-orang Barat menganggap bahwa politik adalah satu-satunya aspek dalam memandang Islam. Padahal kalau sedikit jeli akan dijumpai warisan fikr islami yang kaya dalam berbagai bidang. mulai dan tikrah tentang dien. filsafat. ekonomi. ilmu bahasa. sejarah. geografi dan ilmu-ilmu eksakta. Bahkan ada yang lebih sulit dari itu semua. namun mampu diwariskan oleh fikr Islami yakni ilmu perundang-undangan dan fiqh. Ketika para pakar hendak melakukan prediksi keilmuan yang menyangkut antisipasi masa depan dalam penelitian tertentu. tidak bisa tidak mereka akan merujuk kepada bibliografi Islam. Namun demikian jarang bahkan hampir tidak pernah kita jumpai dalam penelitian-penelitian yang mengungkap masalah itu. Tidak pernah kita jumpai adanya rujukan kepada para pemikir Islam masa lalu yang telah berhasil mengukir namanya dalam dunia pemikiran, semisal Imam Syafi’i. Imam Ghazali. Ibnu Khaldun. Ibnu Rusyd dan tokoh-tokoh lainnya. Nah adakah tatanan ideologi yang sekaya dan sebanyak Islam dalam mewariskan sistem-sistem kehidupan? Mestinya Barat yang katanya jago obyektifitas harus sedikit obyektif dalam memandang keutuhan Islam. tidak Seperti yang sekarang tejadi.
3. Frame Budaya
Frame ini penting untuk kita ketahui dalam rangka membedakan manakah yang dari Islam dan manakah yang merupakan budaya dan tradisi setempat. Ini penting supaya jangan sampai tradisi setempat dijadikan standart dalam melihat Islam. Memang benar bahwa Islam adalah Ummah Waahidah (ummat yang satu), namun di sisi lain kita juga harus mengakui adanya berbagai perbedaan. baik budaya. Bahasa, suku atau status sosial yang terdapat dalam ummah waahidah tersebut, salah satu contoh yang saat ini menjadi problem yang cukup serius di Barat (baca: Prancis), yakni masalah Hijab. Perbedaan pendapat tentang hijab juga terjadi di Dunia Islam. sebagaimana pula perbedaan tentang model hijab itu sendiri. Di Iran bernama Syaadur, di Pakistan namnya Niqab. di Afghanistan namnya Burqu’ dan lain-lain. Implikasinya adalah munculnya perdebatan tentang posisi wanita dalam Islam. karena perbedaan posisi di tempat-tempat tertentu akibat kekurang fahaman mereka terhadap Islam.
Kalau barat mengungkap persepsi Islam tentang wanita dengan berdasar tradisi seperti ini tentu tidak Islami dan cenderung memusuhi Islam. karena tidak merujuk kepada sumber aslinya yaitu Qur’an dan Sunnah. Persepsi itu hanya berdasar kepada tradisi dan budaya yang telah mengakar. dan bukan kepada ta’aliim Islamiyah. Seandainya kita tidak memahami frame Budaya tentu kita tidak akan tahu mana Islam dan mana tradisi.
4. Frame Politik
Kita butuh untuk memahami frame politik kontemporer yang menjadi titik tolak kaum Muslimin. khususnya gerakan Islam. Seluruh aktifitas Harakah Islamiyah yang ada sekarang ini harus difahami dengan untuh dan menyeluruh. mulai dari latar belakang kemunculannya. sistem pergerakannya sampai kejelian dalam melihat aktifitas yang sebenarnya dilakukan dan terjadi dipermukaan. Apa yang pernah dilakukan oleh ikhwanul Muslimin di Mesir misalnya itu harus difahami secara proporsional. Itu bisa dilakukan manakala difahami pula kondisi sebenarnya dari pemerintah Mesir dalam berbagai bidang seperti dalam masalah perkembangan ekonomi. politik luar negeri alih demokrasi dan aktifitas-aktifitas sosial lainnya. Juga Front Penyelamat Islam al-Jazair (FIZ), kemunculannya tidak bisa dipisahkan dari kegoncangan politik dan ekonomi di Al-Jazair akibat tiga puluh tahun dipimpm partai tunggal. Demikian pula halnya kondisi tidak menentu dari para aktifis harakah di Barat karena tekanan politik di sana, tentu tidak logis kalau tidak melihat bagaimana sebenarnya perlakuan pemerintah terhadap mereka.
Sungguh sangat disesalkan ungkapan yang pernah dikatakan oleh Martin Cromer dalam sebuah seminar di Universitas Georgetown Washington USA, di mana dalam seminar itu dia mempresentasikan makalahnya berjudul “Para pencetus perdamaian melawan aktifis Gerakan Islam”. Judul ini seolah mengisyaratkan bahwa gerakan Islam anti perdamaian. Padahal kalau dilacak bukankah perdamaian-perdamaian yang terjadi sekarang ini hanya sepihak dan menguntungkan non Muslim? Itu di satu sisi. sementara itu di sisi lain mengapa tidak pernah diungkap kelompok-kelompok ekstremis Yahudi yang anti damai dan secepatnya ingin menghancurkan Islam demi tegaknya Zionisme Internasional? Sebut saja misalnya lobby likud, kelompok Maulidaat dan Kakh serta Kahana Hai. Bahkan seorang “pendeta” Yahudi terbesar Sholomon Ghurin yang telah meninggal dengan tegas tidak hanya sekedar menolak damai. namun bahkan menginstruksikan kepada tentara Israel untuk secepatnya merampas tepi Barat tanpa mengindahkan usulan damai sedikitpun.
Kalau dicermati. makalah yang disampaikan Dr. Cromer berarti bahwa dalam pentas politik dunia saat ini khususnya di Timur Tengah ada dua kekuatan yang saling berseteru yakni. para pencetus perdamaian melawan para aktifis gerakan Islam (Islamiyyun). Begitulah dengan mudahnya dia menempelkan atribut kebringasan dan anti damai kepada Islamiyyun.
5. Frame Agama
Frame ini mungkin aksiomatik sifatnya. namun sayang masih banyak orang barat yang tidak mengetahuinya. Banyak orang Amerika yang tidak tahu bahwa Islam adalah agama tauhid yang mengikuti millah Nabi Ibrahim AS. Mereka tidak tahu bahwa Allah yang disembah dalam Islam juga tuhan yang disembah dalam agama Yahudi dan Nashrani hanya saja di dalam kedua agama ini Allah telah diselewengkan posisinya. Begitu juga para Nabi yang tertera dalam Injil dan Taurat. juga tertera dalam al-Kariem.
Nah bagaimana mungkin mereka akan memperbincangkan Islam dengan bahasan ilmiyah kalau mereka bodoh tentang ta’alim Islamiyah dan posisi Islam dari segi religius? Islam adalah agama (dien) namun tidak sebagaimana dien yang difahami oleh Barat. Hubungan manusia dengan Allah swt dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya adalah merupakan Inti Islam. Jadi ketika saya beriman dengan aqidah Islamiyah dan mendeklarasikan diri sebagai Muslim. maka saya tidak melakukan itu karena adanya desakan politis, atau karena keyakinan saya bahwa orang-orang akan membantu saya dalam pemilikan senjata. Bukan pula karena saya menginginkan pakaian dan rumah yang mewah. Itu semua saya lakukan karena ada suatu kekuatan Yang Maha Besar yang telah merasuk dalam lubuk sanubari saya untuk bergerak melaksanakan al-Islam.
Kalau ini tidak difahami secara sempurna. mustahil akan bisa dicari titik temu. Yang akan terjadi adalah kesalahan demi kesalahan. penyimpangan demi penyimpangan dan penyelewengan demi penyelewengan. Oleh karena itu diakhir tulisannya, Dr. Gariq Nucs menghimbau kepada Barat agar kaum Muslimin sendiri yang memperkenalkan siapa jati diri mereka dan bukan diperkenalkan oleh Barat dengan segala tendensi yang ada di balik itu. Dia mengatakan: “Kaum Muslimin harus diberi kesempatan untuk berbicara dan memperkenalkan siapa dirinya dan saham yang telah dihasilkannya. Martin Cromer (sang Penubus Yahudi) mungkin memahami Gerakan Islam dan jalannya perjanjian damai yang saat ini terjadi. Juga Bernard Lewis sudah barang tentu sangat memahami sejarah Kekhalifahan Turki Utsmani (Dinasti Ottoman). Begitu pula Steven Emerson seorang wartawan kenamaan, tentu telah menjalin hubungan yang erat dengan dinas intelejen Israel lebih daripada apa yang saya lakukan. Namun saya tidak ingin salah satu di antara mereka bercerita kepada saya atau kepada ikhwan- ikhwan saya tentang sesuatu yang saya yakini sebagai seorang Muslim. karena itu bukan hak mereka” .
(Rofi Munawwar)
0 komentar: