Rabu, 15 Maret 2017

Format Politik Ummat Islam Hari ini


Tidak ada satu bangsapun yang akan mengabaikan sejarahnya, kecuali bangsa yang kerdil dan tidak beradab. Maka tidak jarang pula kita jumpai dengan sejarah itu pula yang digunakan oleh para penguasa untuk memprtahankan dan memperkokoh posisinya. Dan sebaliknya tidak jarang pula kita jumpai suatu bangsa yang hancur peradabannya karena dihancurkan sejarahnya, atau lupa akan sejarahnya. Karena di dalamnya (sejarah) banyak mengandung nilai. hikmah. pelajaran, kaedah-kaedah, undang-undang dan sebagainya. Yang mana jika suatu kaum dapat mengambilnya, tidak mustahil àkan menjadi bangsa yang besar dan yang beradab. Bahkan Allah swt. dalam beberapa ayat. berfirman :

 كَذَٰلِكَ أَرْسَلْنَاكَ فِي أُمَّةٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهَا أُمَمٌ لِتَتْلُوَ عَلَيْهِمُ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَٰنِ

Artinya: Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu ummat yang sungguh telah berlalu beberapa ummat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (al-Qur’an) yang Kami wahyu-kan kepadamu, pada hal mereka ingkar kepada Tuhan Yang Maha Pemurah (QS. Ar-Ra'd :30).

وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا ۖ فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ بَعْدِهِمْ إِلَّا قَلِيلًا ۖ وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَوَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا ۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَىٰ إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ

Artinya: Dan beràpa banyaknya (penduduk). Negeri yang telah Kami binasakan. yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah kediaman mereka yang tiada didiami (lagi) sesudah mereka; kecuali sebahagiaan kecil Dan Kami adalah pewarisnya. Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukóta itu seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat kami kepada mereka; dan tidak pernah pula Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman. (QS. Al-Qasas :58-59).

Setidaknya asumsi di atas merupakan gambaran daripada ummat Islam hari ini. Banyak sekali kita jumpai, baik dan kalangan terpelajar dan ummat Islam. apalagi yang tidak., sama sekali tidak mau tahu atau memang tidak tahu sejarahnya. Mereka lebih kenal dan faham revolusi Inggris dan revolusi Prãncis, dari pada sejarah Fathu Makkah. Atau mereka lebih mengenál dan menguasai peradaban Romawi dan Persi, daripada mengenal sejarah Andalusia. Atau mereka lebih mengenal Napoleon Bonaparte, Goorge Washinton W. Churcil, Einstein dan sejenisnya, daripada mengenal tokoh-tokoh sejarah Islam, seperti, Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman. Ali dan sebagainya, sekalipun buku-buku dan kitabnya mudah sekali untuk didapatkan. Atau mereka lebih mengenal dan menguasai sejarah Ken Arok, Gajah Mada, Raden Wijaya; Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Raja Jayabaya dan sejenisnya,daripada mengenal dari ulama besar dalam Islam. seperti Imam Hambali, Imarn Syafi’i, Imam Ahmad, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina. Imam al-Ghazali dan sebagainya. Dan rupanya hal ini telah menggejala dan mewabah di berbagai negeri Muslim. Implikasinya. banyak sekali nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah Islam hilang percuma. Dan sebaliknya malah kita justru bersusah payah untuk mencari nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah Eropa dan Barat. sekalipun itu tetap bermanfaat. tetapi apa relevansinya bagi eksistensi dan perjuangan ummat Islam. Bähkan telah terbukti dan kita rasakan hari ini. justru nilai-nilai yang kita peroleh dari sejarah Eropa dan Barat tadi bersifat destruktif terhadap nilai -nilai Islam yang telah kita yakni kebenarannya. Yang pada puncaknya ummat Islam han ini tidak meyakini dan menyadari akan sejarah. eksistensi dan potensi yang ada pada dirinya. Dan bahkan sebaliknya sebagian besar ummat islam banyak yang bersimpuh dengan hina di hadapan peradaban Barat (baca: zionis salibis). yang akhir-akhir ini menunjukkan tanda-tanda kehancurannya. Maka dalam kesempatan yang singkat ini, penulis ingin sekedar mengingatkan kepada para pembaca tentang sekilas lintasan sejarah Khilafah Islamiyah. dan memberikan beberapa catatan, serta berupaya untuk mengambil i’tibar (pelajaran) dari sejarah tersebut. Dengan harapan kita bisa sedikit memahami format politik ummat Islam hari ini, yakni. dalam arti, mampu membandingkan posisi ummat Islam hari ini dengan kondisi sosial politik ummat Islam sebelumnya, dan juga mampu membaca posisi ummat Islam hari ini dalam percaturan politik dunia Internasional. Yang akhimya bisa mengantarkan ummat islam agar supaya kritis dan realistis untuk membaca sejarahnya, serta tepat dan cerdas dalam mengambil pelajaran sejarahnya, dan tidak tejebak pada kondisi dan sejarah têrtentu. Sehingga menjadi modal dasar unuuk berbenah diri dan untuk bangkit kembali.

II. Lintasan Sejarah Khilafah Islamiyah

Secara struktural dan kultural. perkenánkanlah penulis membagi sejarah Khilafah Islamiyah menjadi dua periode, yaitu masa keberadaan Khilafah (622- 1908 M). dan periode Masa Kehilangan Khilafah (1908 - sekarang). Dan periode keberadaan Khilafah itu dibagi menjadi tiga zaman, yakni: Pertama,, zaman Kenabian/Nubuat (622-632 M); Kedua, zaman Khilafah Rasyidien (632-661 M), Ketiga, zaman Pasca-KhilaIah Rasyidien (661-1908), yaitu di masa zaman Umayyah di Syam (661-750 M), di Andalusia (750-....) dan di zaman Abbasiyah di Irak di Mesir hingga datang Sultan Sulaim yang menjadi Raja terakhir dan zaman Abbasiyah. dan baru kemudian munculnya zaman Utsmaniyah. Sedangkan periode masa kehilangan Khilafah Islamiyah (1908 - sekarang), hal ini ditandai dengan terjadinya pemberontakan yang menggulingkan Sultan Abdul Hamid II dari singgasana pada tahun 1908 oleh Mustafa Kemal dan kawan-kawan serta bos-nya. sebagai seorang pengkhianat besar dalam sejarah Islam. yang oleh sejarawan barat disebut ataturk atau Bapak Pembaharuan. Maka berakhirlah sudah Khilafah Utsmaniyah di Turki dergan segala akibatnya. Inilah sebuah tragedi yang memilukan dalam sejarah ummat Islam.
Adapun ciri yang menandai ke-Khilafahan pada masing-masing periode, yang mendasar, terutama pada masa keberadaan Khilafah Islaimiyah. yang tepatnya pada zaman kenabian dan zaman Khilalah Rasyidin (622-661 M), yang berarti selama kurang lebih 39 tahun, pada masa ini baik dan segi struktural dan kultural dalam kondisi prima atau sehat wal’afiat. Secara struktural, baik yang berupa undang-undang, hukum, konstitusi dan sejenisnya, masih berdiri tegak dan kokoh, serta dipegang teguh dan ditaati oleh para pengikutnya, termasuk para pemimpin-pemimpinnya. Dan secara kultural, baik dari segi persepsi, pemahaman, sikap dan perlakuan mereka terhadap nilai-nilai Islam; keyakinan, akhlaq. pemikiran-pemikiran dan sejenisnya masih nampak pekat. jelas. kuat dan terjaga dengan baik sebagai manifestasi kecintaan mereka kepada Allah. Rasul dan Islam. Singkatnya, suatu negara yang digambarkan oleh Allah sebagai negara yang baik, yang penuh dengan kedamaian dan ampunan (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur) telah mewujud realitas hidup, yang bisa dilihat, diamati, diraba, dipelajari dan dinikmati oleh seluruh Ummat, apakah dia orang kafir atau orang mukmin. Dan inilah yang menjadi tonggak dasar dari peradaban Islam, Islam telah menyebar keseluruh penjuru dunia, yang keberadaannya telah mewarnai, mempengaruhi dan memberikan arti tersendiri bagi kehidupan ummat manusia, baik dalam bidang ideologi, hukum, politilk ekonomi, sosial, keamanan dan kultural. Namun kondisi yang demikian tidak bertahan lama, tepatnya pada periode keberadaan khilafah dimasa khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah.
Selama keberadaan Khilafah islamiyah (622-1908), pada masa Khilafah Utsmaniyah inilah merupakan suatu Khilafah Islamiyah yang terburuk. baik dari segi struktural dan kultural. Akan tetapi sekali lagi keberadaannya masih sangat diperhitungkan. Bahkan yang berkembang opini saat itu, yang kemudian menjadi kenyataan. Orang-orang Yahudi tidak pernah berhasil untuk mendirikan Negara Israel, selama masih ada Khilafah Utsmaniyah tersebut. Baru kemudian berhasil mendirikan negara Israel di Palestina. di saat mulai hancurnya Khilafah Islamiyah pada tahun 1908 di Turki. Sebagai gambaran singkat, misalnya, pada tahun sebelum tahun 1892. Orang-orang Yahudi seluruh dunia bertekad ingin mendirikan negara Israel, yang waktu itu ada dua alternatif, yaitu: antara di Afrika atau di Palestina. Baru kemudian tahun 1892 diputuskan di Palestina. Maka untuk merealisirnya, jalan satu-satunya adalah harus minta izin kepada Khilafah Islamiyah, yang waktu itu Rajanya Sultan Abdul Hamid II. Pada tahun itu (1892) sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada Sultan Abdul Hamid melalui Konsulat Khilafah Utsmaniyah di Odessa-Rusia, untuk mendapat izin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab oleh Sultan dengan ucapan: “Pemerintah Utsmaniyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina”. Mendengar jawaban itu. kaum Yahudi terpukul berat, sehingga Duta Besar Amerika di Istambul ikut carnpur tangan. Pada tahun 1896, Theodore Hertzl, Founder Negara Israel memberanikan diri menemui Sultan Abdul Hamid dan sambil minta izin mendirikan sebuah gedung di al-Quds. Namun permohonan itu, dijawab oleh Sultan; “Sesungguhnya Imperium Utsmani ini adalah milik rakyat. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu, simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”. Melihat keteguhan Sultan Hamid, Herzl dan kawan-kawannya mulai menggerakkan saraf otaknya yang kotor itu untuk menempuh strategi berikutnya. yaitu dengan melakukan konferensi Bassel. Swiss 29-31 Agustus 1897 dengan memutuskan upaya untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniyah. agar mereka dapat sampai ke Palestina. 

Adapun wujudnya dengan bentuk, antara lain, yaitu: melakukan risywah (sogok) memperalat wanita yang akan dijadikan umpan bagi para penguasa Khilafah. baik dalam acara pesta dan acara-acara lain. Bahkan tak segan-segan diantara mereka ada yang berpura-pura masuk agama Islam. yaitu Mustafah Kemal Ataturk, yang berkebangsaan Yahudi Donma itu, dan beberapa wanita yang akan diorbitkan menjadi istri para menteri dan petinggi pemerintahan Utsmaniyah. Melihat gencarnya aktivitas dan manufer Yahudi-Zionis tersebut. pada tahun 1900 Sultan Abdul Hamid mengeluarkan keputusan yang melarang jamaah haji Yahudi yang sedang beribadah di Palestina untuk tinggal di sana tidak lebih dari tiga bulan. Dan selama tiga bulan itu, paspor Yahudi selama beribadah di sana harus diserahkan kepada petugas Khilafah yang terkait. Dan setahun kemudian, 1901. Sultan mengeluarkan keputusan yang mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina. Dasar Theodore Herzl, itu bermuka badak meminjam istilah Abu Ridha (Editor buku Palestina Nasibku Kini), pada tahun 1902, untuk kesekian kalinya untuk menghadap kepada Sultan Hamid. Berangkat dari asumsi dengan melihat kondisi ekonomi dan moral pejabat-pejabat khilafah sudah mulai memburuk. Herzl rupanya habis-habisan untuk memperjuangkan ingin mendirikan negara Israel di Palestina. dengan cara melakukan risywah yang tidak kecil, antara lain, yaitu: 
1.150 juta Poundsterling Inggris khusus untuk Sultan. 
2. Membayar semua hutang pemerintah Utsmaniyah yang mencapai 33 juta Poundsterling Inggris. 
3. Membangun kapal induk untuk menjaga pemerintah, dengan biaya sebesar 120 juta Frank Prancis. 
4. Memberikan pinjaman dana sebesar 35 juta Pounds, tanpa bunga. 
5. Membangun sebuah Universitas Utsmaniyah di Palestina. 

Namun semua itu tidak sebagaimana yang dibayangkan oleh Herzl dan kawan-kawannya, karena semua telah ditolak oleh Sultan. Bahkan kali ini Sultan tidak mau menemui Herzl, melainkan hanya diwakili oleh Perdana Menterinya. Tahsin Basya, dan mengirimkan pesan melalui Perdana Menterinya itu dengan ucapan: “Nasehati Mr Herzl agar dia tidak terlalu serius menanggapi masalah ini. Sesunggubnya saya tidak sanggup melepaskan kendati hanya satu jengkal tanah (Palestina) itu, sebab itu bukan milikku, tapi milik rakyat. Dan rakyatku telah berjuang untuk memperolehnya sehingga mereka siram dengan darah. Silakan Yahudi itu menyimpan kekayaan mereka yang milyaran. Bila pemerintahanku ini sudah tercabik-cabik, saat itu mereka baru bisa menduduki Palestina dengan gratis. Adapun jika saya masih hidup, maka tubuhku terpotong-potong adalah lebih ringan dibanding Palestina terlepas dari pemerintahanku. Kasus ini tidak boleh terjadi. Karena saya tidak kuasa melihat tubuhku diotopsi sedang nadiku masih berdenyut”. Sekali lagi, sekalipun secara kultural sudah hancur- hancuran. Akan tetapi secara struktural  masih tetap terjaga. Pada peristiwa di atas masih terlihat betapa masih tingginya harga diri dan kewibawaan ummat islam waktu itu di hadapan Yahudi-Zionis satu sisi, dan di sisi lain betapa serius, nekad dan uletnya kaum Yahudi itu untuk berjuang mendapatkan izin dari sultan Abdul Hamid, sebagai Raja terakhir dari Khilafah Utsmaniyah. Dan yang terakhir ini membuktikan bahwa bagaimanapun kondisi ummat Islam waktu itu (secara kultural), tetapi karena secara struktural masih terjaga, maka kedudukan dan pengaruhnya masih sangat diperhatikan sekali dalarn percaturan politik Internasional.

III. Karakteristik Ummat Islam Pada Periode Kehilangan Khilafah (1908 - sekarang).

Kemudian páda periode ini. yang ditandai dengan hancumya Khilafah Utsmaniyah, kondisi ummat Islam tidak hanya häncur secara kultural, tetapi juga sekaligus hancur secara struktural. Yaitu sebuah kondisi yang belum pernah terjadi dan dialami oleh ummat Islam sebelumnnya. Yang indikasinya antara lain, yaitu: hilangnya institusi poitik yang berskala internasional. yang dapat digunakan untuk melindungi kepentingan ummat Islam dan untuk menjaga keberadaan syari’at Islam; tidak adanya lagi kepemimpinan ummat Islam yang berwibawa dan ditaati serta berfungsi sebagai pemersatu seluruh ummat Islam di seluruh dunia. bahkan timbulnya perpecahan dan peperangan di kalangan ummat Islam sendiri. antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, seperti, Irak-Iran, Irak-Kuwait, Mesir-Sudan, dan sebagainya; dan antara penguasa dan rakyatnya, seperti yang terjadi. di Mesir, al-Jazair, Syria dan sebagainya. Dan yang lebih hina lagi banyak sekali penguasa-penguasa diberbagai negeri Muslim menjadi “pelayan/gedibalnya” penguasa-penguasa di negara-negara Barat, dan mereka lebih percaya kepada sosialisme, sekulerisme, kapitalisme dan isme-isme yang lain dalam mengatasi problem-problem yang mendasar di negerinya, dari pada Islam sebagai way of life.
Pada puncaknya menempatkan ummat Islam pada posisi yang marginal atau menjadi ummat pinggiran, keberadaannya sama dengan tidak ada, atau keberadaannya sudah diabaikan. Indikasi pertama; ummat Islam dalam kondisi terprogram. tidak memrogram. Sebagai contoh. misalnya, ketika negara-negara Barat hendak mengklasifikasikan dunia menjadi tiga kelas, yaitu: negara maju. negara berkembang dan negara terbelakang. Yang menempatkan seluruh Negara-negara Muslim masuk dalam katagori terbelakang, atau paling banter adalah negara yang sedang berkembang, baik yang kaya atau miskin (materi/SDM). Hal ini disetujui atau tidak bagi ummat Islam, bagi orang-orang Barat tidak penting. Mereka terus berjalan. Indikasi kedua adalah menempatkan ummat Islam yang terkena arus, bukan membuat atau menjadi arus. Sehingga dari soal ketentuan harga barang-barang, bahkan minyak sekalipun; soal kebijaksanaan eksport-import; veto; kuota; ....semuanya berasal dan inisiatif negara-negara Barat. Dan apakah seluruh kebijaksanaan itu merugikan atau menguntungkan. tidak perduli. Sekalipun itu merugikan ummat Islam. jika hal itu mendukung kepentingan Negara-negara Barat, baik secara politis. ekonomis atau militer. Maka kebijaksanaan itu akan jalan terus, termasuk misalnya. fenomena globalisasi.
Indikasi ketiga adalah menempatkan. ummat Islam dalam kondisi diserang dan bertahan, tidak menyerang. Sehingga ketika musuh-musuh Islam berlaga dalam skenarionya(baca Arab Spring, tragedi Syria, Irak, Rohingya, Uighur), Kita kaum Muslimin tidak berdaya berbuat apa-apa, kecuali menangis meratapi nasib dan sebagai penonton belaka. serta dalam kondisi tidak berdaya. Paling banter menyatakan ikut rasa prihatin, atau tidak jarang hanya bisa mengumpat saja. Termasuk sikap ummat Islam terhadap Undang-undang terorisme misalnya. Dan lebih dari itu, akibat ketiadaan Khilafah adalah hilangnya tanah Palestina dari tangan ummat Islam, yang mana sejak 1516 M yang tergabung dengan Khilalah Utsmaniyah sampai pada tahun 1917 M; empat abad lamanya negeri itu berada di bawah naungan pemerintahan Utsmaniyah, yang kemudian dirampok oleh kaum Yahudi-Zionis; yang berarti, sudah satu abad lamanya Palestina terlepas dari tangan ummat Islam (terhitung sampai 2017 M). Inilah yang disebut sebagai tragedi sejarah yang memilukan. Akibatnya dari semua itu, tidak hanya berpengaruh terhadap kondisi sosial politik ummat Islam. tetapi juga terhadap pada keyakinan. pemikiran, akhlaq, kejiwaan dan kultural ummat Islam. Maka muncullah pribadi-pribadi yang pengecut. acuh tak acuh dan pesimis, tidak percaya diri. kepribadian yang terpecah (split of personality). tidak punya pendirian yang jelas, mudah terombang-ambing oleh arus, dan cenderung untuk memikirkan kepentingan dan keselamatan dirinya. Implikasinya, jika hal ini terjadi pada orang-orang awam, yang tidak memiliki pengaruh tidak begitu berat dan besar eksesnya. Akan tetapi jika hal ini terjadi pada penguasa-penguasa. akan berpengaruh terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Dan jika hal ini terjadi di kalangan ilmuwan, maka akan berpengaruh terhadap pendapat-pendapatnya atau hasil karyanya. Dan jika hal ini terjadi di kalangan militer. akan berpengaruh pada strategi- strateginya. Dan jika hal ini terjadi di kalangan politisi. akan berpengaruh terhadap gerak-gerik dan kiprahnya. dan seterusnya. Maka dalam kondisi yang demikian wajar, jika Islam dan ummatnya sering dijadikan bahan permainan, pergunjingan, bahan ejekan, dan sebagai bahan eksperimen; baik yang dilakukan oleh politisi, pelawak. artis, peneliti, sastrawan wartawan dan ilmuwan. Tidak jarang pula ummat Islam diperebutkan oleh kekuatan-kekuatan politik yang ada. yang tentunya untuk kepentingan golongannya dan kepentingan politiknya. Dan dalam waktu-waktu tertentu, tidak jarang Islam dan ummatnya sebagai alat legitimasi suatu kelompok tertentu, dan tidak segan-segan juga menjadi tumbal. Sekali lagi inilah tragedi sejarah yang memilukan, yang belum pernah terjadi dan di alami oleh ummat Islam sebelumnya. yang telah berlangsung selama delapan 100 tahun (satu abad) hingga sekarang ini.

IV. Sisa-Sisa Reruntuhan Khilafah Islamiyah

Sebagaimana bangunan rumah. tentunya kehancuran Khilafah Islamiyah itu masih ada sisa-sisanya. Mungkin jika sisa-sisa bangunan rumah atau gedung itu agak sulit dimanfaatkan, tetapi untuk sisa-sisa reruntuhan khilafah persoalannya menjadi lain. Adapun yang dimaksud sisa-sisa reruntuhan Khilafah Islamiyah di sini, antara lain yaitu: 
Pertama, Originalitas ajaran Islam, yang hingga sekarang masih terjaga keasliannya. Sebenarnya banyak sekali usaha-usaha yang dilakukan musuh-musuh Islam Untuk melakukan taswih (pengkaburan), taskik (membuat keragu-raguan) dan tadhlil (penyesatan) terhadap ajaran Islam. Tetapi usaha itu sedikitpun tidak mampu untuk merusak ajaran Islam. Bahkan tidak jarang yang getol untuk berusaha mencari titik kelemahan Islam. justru pada akhirnya mereka harus mengakui kebenaran Islam dan masuk Sebagai seorang Muslim. Mungkin di antara mereka ada yang berhasil untuk menemukan kelemahan dan kesalahan ajaran Kristen dan Yahudi, tetapi untuk Islam tidak. Karena masalah ini yang langsung menjaga adalah Allah Swt. dengan firman-Nya, yang artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al- Qur’an. dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. 15:9). 
Kedua. adalah yang berupa sumber daya manusia. yang kini berjumlah  l.250 juta hingga 1,4 milyar. yang berarti 1/4 jumlah penduduk seluruh dunia. Dan jumlah ini cenderung bertambah. sekalipun kondisi ekonomi dan politik tidak menentu. Bisa saja terjadi Kristenisasi dipelosok-pelosok kota di Indonesia, dan mereka berhasil meng-Kristen-kan pak Dadab, pak Noyo atau si Toni. Tetapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang bodoh, seandainya cerdas, mereka umumnya miskin. Namun sebaliknya di Amerika. di Australia, Inggris Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. justru yang di-Islam-kan adalah kaum terpelajar dan orang-orang yang justru pada puncak prestasinya. Seperti. kita ambil contoh, antara lain Muhammad Asad. Maryam Jamelah, Yusuf Islam. Maurice B, Muhammad Ali, Tyson dan sebagainya. Tentunya untuk ukuran agarna-agama di dunia. Islam masih relatif muda. Akan tetapi dari segi jumlahnya cukup spektakuler. Ketiga, adalah yang berupa sumber daya alam (SDA), yang berupa lahan pertanian yang luas dan subur, perkebunan, ternak. perikanan dan barang-barang tambang, yang berupa; minyak. mineral, timah. chroom, phosphat. bauksit aluminium dan semuanya ini belum tereksploitasi secara optimal. Bahkan 70% kebütuhan energi negara-negara Eropa dan Amerika, sangat tergantung dari negara-negara Muslim. Maka ketika suatu saat pernah Arab Saudi. yang waktu itu Rajanya Abdul Aziz, menggunakan minyak sebagai senjata politiknya. Terjadilah kegoncangan di negara-negara tersebut. Sekalipun akhirnya atas pengkhianatan dan keluarganya sendiri yang diperalat oleh gerakan Zionis-Salibis, Raja Abdul Aziz harus menemui ajalnya. Keempat, adalah yang berupa khazanah keilmuan yang berupa perpustakaan-perpustakaan, kitäb-kitab. Univeritas-universitas, pondok pesantren. Masjid, ulama dan pemikir-pemikir, ummat dan sejenisnya, termasuk al-Qur’an dan as-Sunnah. Tidak ada agama atau faham tertentu, yang para pemikir dan hasil karyanya yang demikian lengkap dan terjaga sebagaimana yang dimiliki Islam. Tentang sejarah kehidupan, pemikiran dan adat kebiasaan Nabi dan para shahabat. serta imam-imam besar dalam Islam, peninggalan-peninggalan sejarah dan masa kejayaan Islam, baik di Andalusia, Cordoba, Palestina dan sebagainya, baik ilmu, hikmah dan nilai-nilai yang besar manfaatnya dalam membangun peradaban manusia, misalnya.
Kelima, adalah berupa sejarah kebesaran Islam itu sendiri. Yang sejak zaman Rasulullah saw. sampai 1908. yang berarti, selama 1k 1286 tahun, yang mampu sebagai rahmatan lil alamin, yakni, yang mewarnai, mempengaruhi, menguasai dan mengendalikan roda kehidupan dunia. baik dalam bidang ideologi, ekonomi, politik. sosial. hankam dan kultural. Tentunya waktu yang selama itu banyak nilai, kaedah, pengalaman. moral dan ilmu; yang mereka dapatkan sebagai bekal untuk mengelola dunia ini. Sebaliknya kita tahu bahwa Liberalisme, Kapitalisme, Sosialisme, dan Komunisme. yang baru berusia 1k 150 tahun (dari kelahirannya) telah menunjukkan tanda-tanda kebangkrutan dan kehancurannya. Di samping lima hal itu tentunya masih banyak. Dan menurut penulis bahwa semua itu adalah potensi. Dan baru menjadi kekuatan itu sangat tergantung dan kreativitas ummat Islam. Akan tetapi sebaliknya jika ummat Islam itu pasif. lemah kemauannya dan tumpul kepekaan dan kepeduliannya. Tidak mustahil akari melanggengkan kondisi ummat Islam yang bisa kita amati dan rasakan hari ini.

V. Bahan Perenungan

Setelah kita memperhatikan dan merasakan kondisi Ummat Islam hari ini, seyogyanya kita tidak harus meratapi nasib. Di samping hal itu tidak menyelesaikan persoalan adalah bukan sifat dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Justru sikap tepat yang hendaknya ditampilkan oleh seorang Muslim adälah bersikap kritis, realistis dan kemudian bangkit untuk melakukan konsolidasi. baik dari tingkat konsepsi. moralitas dan operasional. Itu yang pertama.
Dan kedua; setelah kita mengetahui kondisi ummat Islam hari ini., kita tidak perlu terjebak pada persoalan-persoalan yang semu, Yaitu, sebenarnya bukan persoalan. tetapi dianggap persoalan.
misalnya adalah soal kebodohan dan kemiskinan. Jika dianggap persoalan, memang betul itu persoalan. Tetapi ada persoalan yang lebih besar bagi ummat Islam. yang juga bisa melahirkan pemiskinan dan pembodohan, yaitu hilangnya harga diri dan kehormatan ummat Islam.
Wallahu a’lam.

0 komentar: