Ada seorang Nabi yang menurunkan dua bangsa besar, yaitu Nabi Ibrahim. Dan istrinya yang bernama Sarah, menurunkan anak yang bernama Ishaq. Sebelumnya, dari istrinya yang bernama Hajar, menurunkan anak yang bernama Ismail. Dari lshaq. kemudian menunrunkan seorang yang bernama Ya’qub yang bengelar Israel. Dari Ya’qub (cucu ibrahim) inilah beranak pinak menjadi sebuah bangsa yang disebut bangsa Israel (Bani israil, anak-anak Israil). Adapun dari Ismail beranak pinak menjadi suatu bangsa yang besar (menurut Alkitab, Kejadian 17:20), yaitu bangsa Arab. Jadi, baik bangsa Arab maupun bangsa Israel adalah sama-sama keturunan ibrahim. Keduanya merupakan saudara!
Riwayat bangsa Israel ini mengalami berbagai peristiwa yang menggejolak dalam menentukan tempat tinggal. Semula, sebagai keturunan Ibrahim yang berasal dari Mesopotamia itu bertempat tinggal di Kan’an (Palestina) berdampingan dengan bangsa Palestina (Filistin) yang sudah lebih dahulu menghuni negeri Kan’an. Bangsa Filistin ini, konon datang dari Pulau Kreta (Laut Tengah) atau bangsa yang mendiami dataran pantai Laut Tengah (C. Barth, 1989, hal. 9). Pendapat lain, menyatakan bahwa bangsa Filistin berasal dari Arabia Barat (Kamal Salibi, 1994, hal. 10 dan 166).
Bahwa bangsa Israel sebagai pendatang yang kemudian di Palestina (bukan yang pertama), dibuktikan dengan sikap Nabi Ibrahim yang meminta idzin pemakalan tanah kepada penguasa setempat (Bani Hats), seraya mengucapkan:
"Saya ini orang asing (bukan bumi putra wilayah ini) dan singgah di tempat kamu. Mohonlah diberikan tanah seukuran satu tempat perkuburan saja bersama kamu, supaya saya dapat dikuburkan di tempat ini”.
Bani Hats menerima permintaan ini dan Nabi Ibrahim masih ingin membayar harga tanah itu sebanyak 400 dirham. Semula, penguasa Bani Hats menolak pembayaran itu (A. Faruq Nasution, 1970, hal. 8). Jadi, bangsa Israel (keturunan Nabi Ibrahim melalui Ishaq) memang bukan pemilik tanah Palestina.
Bani Israel sebagai penghuni yang menumpang di Palestina mengalami bahaya kelaparan pada zaman Nabi Yusuf. Yusuf kecil yang dibuang oleh saudara-saudara Yusuf sendiri ditemukan oleh kafilah pedagang dan dijual di negeri Mesir, Kelak, Yusuf dewasa dapat menyelamatkan keluarganya dibawa ke Mesir yang mengalami kelebihan bahan makanan pokok. Anak turunan Ya’qub (yang bergelar Israel) ini menjadi penghuni tanah perantauan (Mesir). Bani Israel yang semakin banyak di Mesir menyebabkan orang Mesir khawatir kalau suatu saat mereka tersaingi oleh Bani Israel. Maka, Bani Israel (orang-orang Yahudi) itu diperlakukan budak oleh orang Mesir.
Di bawah pimpinan Nabi Musa, kaum Yahudi (Israel) itu berhasil keluar dari Mesir. Kemudian selama hampir 40 tahun mereka mengembara disemenanjung Arabia. Setelah Nabi Musa meninggal dunia, Nabi Musa’ memimpin Bani Israel memasuki tanah Kan’an. Hanya saja, pendudukan Kan’an oleh Bani Israel itu tidak sekaligus, tetapi secara bergelombang. Infiltrasi (penyusupan) orang-orang Israel di Kan’an itu baru mulai setelah kekuasaan Mesir di Kan’an sudah mundur (C. Barth, 1989. hal. 9, QS. al-Maidah 26).
Promished Land (Tanah yang Dijanjikan)
Bani Israel percaya, bahwa tanah Kan’an (Palestina) sebagai tanah yang dijanjikan oleh Allah untuk dimiliki oleh mereka saja. Padahal janji Allah itu ditujukan kepada Nabi Ibrahim untuk anak buahnya/keturunannya (Kejadian 15: 18). Jadi, tanah Kan’an dijanjikan bukan hanya kepada Bani Israel, tetapi juga kepada keturunan Ibrahim yang lain (bangsa Arab). Memang ada ayat yang menyatakan bahwn tanah Kan’an dijanjikan untuk Bani Israel (misalnya: Bilangan 13: 2, 15:2 dan sebagainya). Menurut pemahaman seorang theolog Kristen, C. Barth, janji pemberian tanah Kan’an itu bukannya sebagai milik dalam pengertian yang nyaris tak terbatas. Kata nahalah (bahasa Ibrani) bukannya dalam pengertian memjljki secara warisan dari nenek moyang. Tetapi lebih tepat sebagai “kembali ke rumah” atau “pulang”, “tempat kediaman”. Sedang tempat kediaman itu tidak mesti milik sendiri (C. Barth, 1989, hal. 31).
Tanah Kan’an sebagai tanah tempat kediaman, bukan sebagai milik mutlak, diakui dan dilaksanakan oleh Nabi Dawud. Ketika beliau akan mendirikan tempat beribadah, terlebih dahulu membayar ganti rugi tanah sebesar 50 perak kepada penguasa El-Yabusy yang di dalam Perjanjian Lama kadang-kadang disebut Al-Islamy (keturunan Nabi Ismail), salah satu suku Arab (A. Faruq Nasution, 1970, hal. 8-9).
Pencabutan Kembali
Janji pemberian tanah Kan’an kepada Bani Israel bukan janji tanpa syarat. Maksudnya janji itu akan dicabut kembali bila syaratnya tidak dipenuhi. Nabi Musa ketika berkhutbah di depan ummatnya mengingatkan bahwa pemberian hak penggunaan tanah Kan’an itu supaya mereka terbebas dari penindasan dan perbudakan (seperti ketika diperbudak oleh raja Fir’aun di Mesir) terbebas dari bahaya kelaparan atau ketakutan/kekhawatiran, berbahagia dalam keluarga di atas tanah garapannya masing-masing (Perjanjian Lama, Mikha 4: 4). Karena itu, ummat Israel harus bersyukur kepada Allah, beribadah kepada-Nya. Semula ummat Israel memanq sudah berikrar: “Kami akan beribadah kepada Tuhan”. ,Ikrar Itu dilakukan oleh ummat Israel secara tulus (Keluaran 24: 3-8).
Generasi Bani Israel selanjutnya ternyata tidak selalu memegang janji ikrar itu. Allah pun tetap memberikan bimbingan dengan mengutus Nabi-nabi-Nya. Jika bimbingan demi bimbingan telah diberikan, namun mereka tidak menjadi baik, tentu saja janji pemberian tanah Kan’an itu dicabut.
Berbagai penyelewengan telah dilakukan oleh Bani Israel. Misalnya, membunuh para Nabi, membunuh orang-orang yang menyuruh berbuat adil (QS. Ali Imran/13: 21, 112, Al-Baqarah/2: 61), menyelewengkan pemakaian/pemanfaatan lahan tanah dengan bertingkah laku sebagai tuan tanah (Perjanjian Lama, Imamat 25:23). Karna meninggalkan ajaran syari’at Taurat, maka pemberian tanah Kan’an itu pun dicabut lagi (2 Tawarikh 7:20). Dan karena tingkah laku penyelewengnn mereka, akhirnya pemberian tanah itu pun dibatalkan untuk selama-lamanya (Perjanjian Lama, 2 Raja-raja 17: 14-20).
Diaspora (Bertebaran)
Dari abad ke abad, Bani Israel mengalami jatuh bangun dalam mengarungi kehidupan, karena berkaitan dengan sikap mereka sendiri yang tidak konsisten dalam menaati ajaran Allah:
1. Pada sekitar tahun 726 SM, Bani Israel terkalahkan oleh bangsa Assiria, karena kedurhakaan mereka kepada Allah, bahkan membunuh sejumlah Nabi-nabi Allah.
2. Tahun 575 SM, bangsa Babilonia menguasai kerajaan Yahudi. Bangunan-bangunan peribadatan dihancurkan. Raja Nebukadnezar bahkan menawan sejumlah pimpinan Israel dan membuangnya ke Babilonia.
3. Tahun 538 SM, bangsa Persia di bawah penguasa raja Cyrus menguasai Palestina. Orang-orang Yahudi mendapat kelonggaran untuk kembali ke Yerussalem.
4. Tahun 70 M, bangsa Romawi menyerang Yerussalem, bangunan-bangunan peribadatan dihancurkan.
5. Tahun 135 M, Romawi menyerang Yerussalem lagi. dan mengubah nama Yerussalem menjadi Elia.
6. Tahun 400 M, kerajaan Romawi meningkatkan tekanannya kepada penduduk asli, terutama Yahudi. Tempat-tempat peribadatan diisi dengan sampah-sampah.
7. Tahun 638 M, kaum Muslimin di bawah pimpinan Khalifah Umar bin al-Khattab membebaskan Mesir dari tanah Palestina dari cengkeraman penjajah Romawi. Sejak itulah orangYahudi (Israel) mengalami kebebasan dari penguberan (pengejaran-pengejaran). Tempat-tempat ibadah Yahudi yang penuh sampah dibersihkan. Baitul-Maqdis difungsikan lagi sebagai tempat ibadah. Kaum Muslimin tidak menganggap orang Yahudi sebagai orang asing lagi.
Dan berbagai peristiwa yang menimpa kaum Bani Israel itu, terutama sejak pembuangan ke negeri Babilonia, menyebabkan mereka terserak (diaspora) diberbagai penjuru dunia. Tidak jarang, di negeri orang itu kaum Yahudi (Bani Israel) dikejar-kejar. Di Jerman misalnya, penguasa Hitler telah menangkap, mengusir dan membunuh tidak kurang dari 6.000.000 orang Yahudi (tahun 1934). Sebelumnya (sekitar tahun 1901-1902) telah terbongkar rencana jahat kaumYahudi di Rusia. Pendeta Gereja Orthodox, Prof. Sergyei Nilus pun mengingatkan bangsanya agar berhati-hati menghadapi kaumYahudi. Niat jahat kaumYahudi itu kemudian disambut dengan huru-hara yang mengakibatkan sekitar 10.000 orang Yahudi terbantai.
Theodore Herzl, tokoh Zionisme Yahudi, merasa geram atas terbongkamya rencana jahatnya. Semangat ingin mendapatkan tanah air di Palestina pun semakin kuat Kemudian, surat Lord Arthur Balfour yang mengatasnamakan Ratu Inggris tertanggal 2 Nopember 1917 kepada tokoh Yahudi di London, Lord Rothsehidl, semakin memperkuat niat untuk tanah Palestina. Surat yang kemudian terkenal sebagai Balfour Declaration dan disetujui oleh negara-negara Italia, Prancis dan Rusia itu antara lain menyatakan: “Pemerintah Ratu Inggris menyaksikan dengan senang hati cita-cita untuk mendirikan suatu “national home” di Palestina Untuk orang-orang Yahudi dan akan mempergunakan ikhtiar yang sebaik-baiknya untuk mempercepat maksud tersebut ....“ (O. Hashem, 1968, haL 97).
Pendudukan Inggris Atas Palestina
Menindak lanjuti Deklarasi Balfour, lnggris menduduki Palestina dalam Perang Dunia I (1914.1918). Ketika itu, Palestina berpenduduk kira-kira 700.000 orang, dengan penduduk mayoritas Non-Yahudi dan hanya sekitar 50.000 orang (7%) yang keturunan Yahudi. Sejak pendudukan lnggris itulah, terjadi imigrasi besar-besaran keturunan Yahudi yang berasal dari Eropa dan Amerika Serikat. Penduduk asli Palestina yang terdiri dari orang-orang Arab Islam dan Kristen dipaksa keluar dari kampung halamannya dengan berbagai cara yang sadis. Pada tahun 1947, tentara Inggris telah membunuh sekitar 10.000 orang Palestina dan menghukum gantung terhadap 167 orang pejuang Palestina. Sementara itu, kaum Yahudi pun telah berani berbuat lebih kejam lagi. Setahun kemudian, ketika negara Israel diproklamasikan pada tahun 1948, kaum Zionis Israel telah menduduki 80 persen wilayah Palestina dan mengusir 1.000.000 rakyat Palestina yang Muslim dan Kristen keluar Palestina.
Pengusiran dan pendudukan berlanjut. Perang tahun 1967, perang tahun 1973 dan sekarang, Israel selalu berbuat brutal, sadis dan menteror bangsa Palestina, untuk merebut tanah Palestina agar dapat menyediakan tanah bagi Yahudi pendatang. Padahal, mayoritas pendatang itu bukannya Yahudi Palestina. Sebab, pada tahun 1973 misalnya, 90% kaum Yahudi di seluruh dunia adalah keturunan bangsa Kanzar yang bertempat tinggal Khazaristan. Mereka memeluk Yudaisme (agama Yahudi sejak abad 10 Masehi). Yahudi keturunan Khazar inilah yang didatangkan dari seluruh dunia, terutama dari Inggris, Prancis, Belgia, Belanda, Denmark, Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Brazilia, Uruguay, Afrika Setatan dan Australia. (Harlan Abadi, Jakarta, 22 Oktober 1973, Nasruddin Razak, 1973).
Watak Yahudi
Dan berbagai peristiwa yang tercatat dalam sejarah maupun dalam al-Qur’an kita dapat mengetahui sifat watak kaum Yahudi, yaitu: jahat, licik, perusak, penghancur, tidak mau menerima kebenaran (karena sudah merasa paling benar). Kitab Talmud yang merupakan pegangan mereka telah menegaskan, bahwa:
1. Kekayaan hak milik orang bukan Yahudi boleh dimiiki oleh orang Yahudi.
2. Oang Yahudi telah terpilih untuk menguasai atas hidup dan hak milik orang yang bukan Yahudi.
3. Orang Yahudi berkuasa atas semua orang penghuni bumi.
4. Orang Yahudi merasa telah ditahbiskan (ditetapkan) oleh Tuhan untuk menerima keuntungan dari orang non Yahudi dan dilarang memberikan pinjaman tanpa memungut bunga (Ali Akbar, 1987, hal. 70).
Untuk rnewujudkan keinginan (ambisi) tersebut kaum Yahudi selalu mengacak-acak berbagai sektor kehidupan agar menjadi berantakan, kemudian dapat diarahkan dan dikuasai menurut ambisinya. Mereka menggarap sektor-sektor:
1. Finance, Funds (Keuangan, Dana).
2. Food (Makanan).
3. Film.
4. Fashion of Life Style (Penampilan Gaya Hidup).
5. Faith (Keagamaa/Keimanan),
6. Free Thinking (Pemikiran Bebas).
7. Friction (Perpecahan).
8. Fitnah.
9. Fun (Kesenangan).
Itulah “Strategi 9 F” yang dicanangkan oleh Yahudi untuk merusak kehidupan dunia sehingga dapat diarahkan sesuai dengan ambisi Zionisme Yahudi (Toto Tasmara, 1999, hal, 136-137).
0 komentar: