Minggu, 26 Februari 2017


Di zaman Jahiliah Ummu Salim menikah dengan Malik Ibnu Annadhar Annajjari. Dan perkawinan itu ia memperoleh seorang anak laki-laki yang diberi nama Anas. Setelah Allah swt. mendatangkan Islam Ummu Salim memeluk agama baru itu bersama-sama dengan orang-orang Anshar yang pertama-tama masuk Islam. Sebagai seorang yang beriman ia berhasrat untuk menyiarkan da’wah Islam dan sebagai seorang istri ia menginginkan kebajikan bagi suaminya. Tetapi pada diri suaminya bergejolak nafsu sombong jahiliah. Laki-laki itu marah menolak mentah-mentah ajakan istrinya, kemudian meninggalkan istrinya. pergi ke negeri Syam. dan tewas di sana.

Ummu Salim lalu berketetapan dalam hati: Aku takkan kawin lagi sebelum Anás dewasa serta menghadiri majlis-majlis. Itulah yang menjadikan Anas kemudian berkata: “Semoga Allah swt. membalas budi baik ibunya itu dengan kebaikan. sesungguhnya beliau telah berb uat baik selama mengasuhku”.
Kemudian pada suatu hari datanglah Abu Thalhah melamar Ummu Salim, padahal ketika itu Abu Thalhah masih musyrik. Berkata Abu Thalhah kepadanya: “Nah. kini Anas telah menghadiri majlis-majlis dan ikut pula berbicara”. Ummu Salim menjawab: “Hai Abu Thalhah. sesungguhnya aku suka kawin dengan kau. Orang seperti anda ini tak pantas ditolak lamarannya. Tetapi patut disayangkan anda seorang kafir, sedang aku seorang Muslimah. Tidak dibolehkan aku kawin dengan anda”. Berkatalah Abu Thalhah dengan penuh keheranan: “Mengapa tidak’?” Lalu tambahnya: “Hendak kau campakkankah emas dan perak”?

Dengan penuh keyakinan Ummu Salim menjawab: “Aku tidak menghendaki emas dan perak. Anda seorang yang menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat dan tidak dapat menolong anda sedikitpun. Tidak malukah anda. hai Abu Thalhah, anda menyembah sebungkah kayu yang tercabut dari akarnya dari bumi. Masuklah dan peluklah Islam. dan itulah maskawin yang kumintà. Tidak kuminta mas kawin yang lain. Terkena oleh kata-kata yang meluncur dengan penuh perasaan dan keimanan ini, tergoncanglah nilai-nllai yang selama ini dipegang Abu Thalhah, lalu berubahlah arahnya. Tiada jalan lain baginya selain menyatakan: “Siapakah yang akan membawaku kepada Islam, wahai Umrnu Salim?”. “Rasulullah saw.”, sahut Ummu Salim, “Temuilah beliau”. Maka pergilah Abu Thalhah menemui Rasulullah saw. yang ketika itu sedang duduk bersama para shahabatnya. Ketka dilihatnya kedatangan Abu Thalhah. beliau berkata: ‘lihatlah Abu Thalhah datang kepada kalian dengan cahaya Islam tampak memancar dari matanya. Maka Abu Thalhah menyatakan ke Islamannya di hadapan Nabi saw, dan menceritakan kepada beliau apa yang dikatakan oleh Ummu Salim. Lalu Nabi saw. menikahkannya dengan Ummu Salim.

Pada umumnya yang merupakan persoalan utama bagi seorang wanita biasanya ialah agar ia dapt berbangga dengan jumlah maskawinnya dan harta kekayaan yang diperolehnya dari suatu perkawinan, namun tiadalah demikian dengan Ummu Salim.Ia telah menetapkan suatu tradisi baru. sehingga ia pada akhirnya menjadi kebanggaan bagi ummat Islam. Tsabit Albanani berkata: “Tidak pernah kami ketahui bahwasanya ada maskawin yang lebih agung nilainya daripada maskawin yang diterima Ummu Salim. Ia rela dengan Islam sebagai maskawin”.
Ummu Salim hidup bersama Abu Thalhah sebagai suami istri yang saling kasih mengasihi satu sama lain. Ia setia kepada suami. mematuhi segala perintahnya, memelihara amanat dan menjaga harta suaminya. Kebahagiaan mereka bertambah setelah mereka dianugerahi oleh Allah swt. seorang anak laki-laki yang sehat dan bagus rupanya. yang amat disayangi oleh Abu Thalhah.

Allah swt. berkehendak menurunkan cobaan kepada kedua suami istri yang berbahaga itu terhadap buah kecintaan dari jantung hati mereka agar Ummu Salim menanggalkan sesuatu yang tercatat dalam sejarah. Sesuatu yang abadi. suatu suri teladan dari seorang wanita Muslimah, yaitu peristiwa ketika anaknya tersayang itu jatuh sakit. yang dari waktu ke waktu sakitnya semakin parah. Keadaan itu benar-benar sangat menyedihkan mereka. Dalam pada itu Abu Thalhah selalu pulang pergi menemui Rasulullah saw. dan sepulangnya Selalu ia bertanya tentang keadaan anaknya.

Pada suatu hari Abu Thalhah pergi pula menemui Rasulullah saw. Pada saat itulah datang Sang Maut merenggut nyawa Si anak. Apakah kemudian yang diperbuat oleh si ibu yang kehilangan anaknya yang merupakan buah hatinya itu? Kebanyakan wanita lalu mengeruhkan suasana rumah-tangga mereka tanpa suatu alasan yang berarti. Sebagian lagi mereka menjadikan suatu peristiwa kecil yang sepele menjadi bencana besar dan menghebohkannya dengan jerit tangis tiada putus-putusnya bahkan tidak jarang sambil mencabik- cabik baju dan memukul-mukul badan sendiri. Tetapi lain halnya dengan prilaku Ummu Salim. Sesungguhnya ia tergolong jenis wanita istimewa dari anak cucu Hawa. Ia mempersiapkan Segala urusan jenazah anaknya itu. memandikannya. mengafaninya. membalsemnya. dan menutupinya dengan selembar kain. Lalu ia menyuruh putranya Anas memanggil suaminya Abu Thalhah. Ia minta supaya Anas tidak memberitahukan tentang kematian anaknya itu kepada Abu Thalhah. karena kabar itu akan disampaikannya sendiri kepada suaminya. Ketika tiba di rumah Abu Thalhah bertanya: “Bagaimana keadaan anakku?” Dijawab oleh Ummu Salim: “Kini ia sudah tenang. kuharap Ia akan beristirahat benar-benar”. Mendengar jawaban itu pada pikiran Abu Thalhah anaknya telah sembuh, Pada hari itu Ia berpuasa. Umrnu Salim menyediakan makan dan berbukalah Ia. Apabila malam tiba Ummu Salim bersolek serta memakai wewangian, lalu mengajak tidur suaminya dan tidurlah si suami dengan Istrinya pada malam itu. Keesokan harinya Ia bangun pagi-pagi. Sesudah mandi janabat dan berpakaian. Ia bersiap-siap hendak pergi meninggalkan rumah. Istrinya berkata: “Hai Abu Thalhah, bagaimanakah pendapatmu jika ada seseorang meminjamkan sesuatu kepada suatu keluarga, kemudian Ia memintanya kembali sesuatu itu dari keluarga itu. Adakah keluarga yang meminjam itu berhak untuk tidak mengembalikan sesuatu yang telah dipinjamnya itu?’

“Tentu mereka tidak boleh berbuat demikian”, sahut Abu Thalhah, lalu menambahnya: “Sesuatu barang pinjaman harus dikembalikan kepada si empunya bila dimintanya”. Setelah Ummu Salim menangkap jawaban suaminya yang demikian itu, lalu berkatalah ia: “Sesungguhnya Allah swt. telah meminjamkan kepada kita anak kita itu, kemudian Dia telah memintanya kembali. Maka jadikanlah ia titipan di sisi Allah swt.” Tidak ada kata-kata lain yang diucapkan Abu Thaih ah ketika itu selain: “Inn alillahi wa inna ilarhi raji’un. Engkau membiarkan aku tanpa pengetahuan tentang keadaan anakku. sampai aku berjanabat dan baru sekarang kau beritahukan hal itu kepadaku”. Abu Thalhah pergi menemui Nabi saw. dan menceritakan kepada beliau apa yang telah terjadi antara dia dan istrinya. Berkata Nabi saw.: “Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam perbuatan kalian di malam itu”.
Do’a Nabawi itu naik menjulang membubung tinggi dan terkuaklah pintu langit untuk menyambutnya. Dan sejak itu Ummu Salim mengandung, kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Abdullah. yang kelak akan menjadi ayah dari seorang anak laki-laki pula yang diberi nama Ishak, yang kemudian dikenal sebagai seorang tabi’i besar dan alim dalam ilmu hukum agama, dan anak-anak laki-laki lainnya yang semuanya berjumlah sembilan orang. Kesemuanya mereka itu adalah orang-orang yang berilmu, pengkhatam dan hafiz kitab suci al-Qur’an)

0 komentar: