Sesungguhnya Mukminah sejati itu adalah wanita yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nva. Dia dahulukan cintanya keada Allah dan Rasul daripada cinta kqada dirinya, anaknya atau manusia lain. Bagaimana tidak demikian, Sedangkan pandangan matanya tertuju pada sabda Nabi:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Dia mengerti bahwa cintanya kepada Allah dan Rasulullah dapat mengantarkannya pada kemanisan iman, sebagaimana sabda Nabi saw :
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
Mukminah yang sejati itu akan menyerahkan dirinya. hartanva, anaknya yang merupakan permata hati dan segala yang dimilikinya untuk menolong agama Allah, meninggikan bendera Islam dari terlaksananya sunnah Nabi saw. Dia tidak ragu mengorbankan segala sesuatu di jalan tersebut.
Para Salafus Shalih adalah teladan yang baik dan contoh yang indah dalam sejarah cinta ejati berikut:
1. Di tengah perjalanan pulangnya Nabi saw. dari perang uhud menuju ke Madinah Munawwarah, orang-orang keluar Untuk mencari tahu keadaan Nabi saw. dan
luarganya yang ikut serta dalam peperangan itu. Di antara kerumunan orang-orang itu ada seorang wanita dari Bani, Dinar yang pada peperangan itu terbunuh ayahnya, suammya, saudara dan anaknya. Ketika orang-orang menyampaikan kematian mereka kepadanya. dia seolah-olah tidak memperhatikannya. Ternyata kekhawatirannya terhadap keadaan Nabi saw. Telah membuatnya lupa kepada setiap orang. Karena itu, ia pun bertanya kepada orang-orang yang menyampaikan berita ituu kepadanya: “Bagaimana keadaan Rasulullah. “Dalam keadaan baik, wahai Ummu Fulan, beliau alhamdulillah dalarn keadaan seperti yang engkau inginkan”, jawab mereka.
“Tunjukkanlah kepadaku di mana beliau, hingga aku dapat melihatnya”. Maka ketika ia melihat Rasulullah saw. dalam keadaan selamat, iapun berkata sambil menyebutkan musibah yang menimpanya berupa kehilangan ayah, suami, saudara dan anaknya: “Segala musihah, selain musibah yang menimpamu (Rasulullah) adalah remeh”.
2. Demikian pula tentang kisah Ummu Sa’ad adalah contoh yang mengagumkan, yang tumbuh dari rasa cinta yang agung kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebelum Rasulullah memásuki kota Madinah. datanglah Ummu Sa’ad bin Mu’adz sambil berlari ke arah Rasul saw. yang sedang berada di atas kuda sambil memegang pelananya. Berkatalah Sa’ad: ‘‘Ya Rasulullah, itu ibu saya”. “Selamat datang untuknya”, Jawab Nabi saw. Lalu beliau berhenti. Ketika ibu itu mendekati Rasul, beliau saw. mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya putranya yang bernama Amar bin Mu’adz yang syahid pada peperangan Uhud itu. Padahal ia baru berusia 32 tahun.
Maka jawab ibu itu: “Adapun apabila aku melihatmu dalam keadaan sehat dan selamat, maka terlepaslah musibah itu”. Nabi saw. kemudian memanggil para keluarga yang terbunuh di medan Uhud dan berkata kepada Ummu Sa’ad: “Bergembiralah engkau, dan berilah kabar gembira ini kepada keluarga-keluarga mereka, bahwa orang-orang yang terbunuh di antara mereka akan saling bertemu di dalam surga dan dapat memintakan syafàat bagi keluarga mereka”.
Ibu itu berkata: “Kami rela ya Rasulullah, maka siapakah yang hendak menangisi mereka (orang-orang-orang mati) sesudah mendengar berita ini)
3. Inilah kisah Ummu Sulaim yang ikut dalam peperangan Hunain bersama Rasulullah saw. Dia membawa khanjar (belati bermata tiga) yang diikatkan pada pinggangnya, padahal saat itu ia sedang mengandung putranya yang kemudian diberi nama Abdullah bin Abi Thalhah. Maka mengadulah suaminya, Abu Thalhah kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, Ummu Sulaim (istrinya) membawa khanjar”. Segera Ummu Sulaim menjawab: “Ya Rasul Allah, saya membawanya dengan tujuan, jika ada salah seorang musyrikin mendekatiku, aku akan tikam perutnya. atau aku akan bunuh para tawanan yang melarikan diri. atau aku akan pukul tengkuk-tengkuk orang yang melarikan diri daripadamu”. Maka tersenyumlah Rasul saw. dan berkata: “Wahai Ummu Sulaim, sesungguhnya Allah telah mencukupkan (pahalamu) dan membaguskan (amalmu)”.
4. Dan juga kisah Nusaibah binti Kaab al-Mazaniyah yang pergi bersama tentara Muslimin pada perang Uhud untuk memberi minum tentara yang kehausan dan mengobati orang yang terluka. Dia adalah salah seorang tokoh wanita dalam perang itu. Dia tiba-tiba muncul untuk membantu kaum Muslimmn dengan memalingkan wajahnya, dia serahkan pedang-pedang’ orang musyrik. Dia sangat bersemangat menghabisi musyrikin itu, menikam mereka, sehingga mereka lari tunggang langgang dan mundur ke belakang kecuali hanya tinggal kira-kira sepuluh orang yang mendesak Rasulullah saw. Mereka berputar-putar mengelilingi Nabi saw. namun tidak dapat mencapai beliau.
Di sinilah datang kesempatan bagi Nusaibah (Ummu lmarah). lapun menghunus pedangnya dan memasang busurnya, lalu menyerbu dan berputar-putar di hadapan Rasulullah. Dia lepaskan anak panah, dan memainkan pedangnya. Padahal di sekelilingnya ada tokoh-tokoh terkemuka yang tetap bertahan, yaitu: Ali, Abu Bakar. Umar, Sa’ad, Thalhah, Zubair, Abbas, suami dan anaknya sendiri. Nusaibah seorang wanita dan kaum yang paling berpengaruh dan punya ketegasan sikap. Dia tidak dapat melihat bahaya yang mendekati Rasulullah saw melainkan ia berusaha menghalangi dan membantu mengalihkannya.)
Lalu, adakah dan wanita-wanita kita yang dapat menggantikan kedudukan Ummu Imarah, Ummu Sulaim, Ummu Sa’ad dan wanita-wanita seperti mereka? Adakah di antara wanita-wanita kita di zaman sekarang ini yang membela agamanya, mempertahankan aqidahnya dan membela kekasihnya, Muhammad saw dari serangan-serangan musuh yang diarahkan kepada beliau?
Dia membela dan memperjuangkannya baik dengan ucapan, dengan tulisan dan lain-lain. Adakah di antara wanita-wanita kita yang melakukan hal tersebut? Adakah di antara wanita-wanita kita yang menjadi sebaik-baik penolong bagi orang tuanya, suaminya saudara-saudaranya, baik yang wanita atau yang pria, ataupun anak-anaknya untuk berda’wah kepada (ajaran) Allah, menghadiri majlis ilmu dan halaqah dzikir yang penuh berkah. Atau memotivasi mereka agar bersabar di medan da’wah ini serta mencurahkan waktu, tenaga, kedudukan dan harta mereka dalam bidang ini.
(Dari buku Shifat Mukminah Shadiqah-Silsilah Nashaih Muhimmah Linisa’ al-Ummah).
0 komentar: