Namanya Asma binti Yazid, seorang wanita anshar yang shalihah, pemberani dan berotak Cemerlang. Kecintaannya terhadap Allah dan Rasulnya membuat ia senantiasa berusaha melaksanakan ajaran Islam secara optimal. Suatu ketika ia mendatangi Rasulullah yang pada saat itu sedang berada di tengah-tengah para shahabatnya, Asma berkata:
Wahai Rasulullah, aku adalah utusan kaum wanita kepadamu. Sesungguhnya Allah Azzah wa Jalla mengutusmu kepada kaum lelaki dan wanita seluruhnya, maka kami lalu mempercayai dan membenarkanmu. Kami para wanita serba terbatas dan kurang dalam ‘amaliyah, sedang kaum lelaki dilebihkan atas kami dengan shalat Jum’at serta jamaah, menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah dan melakukan hajji demi hajji, lebih utama dari itu adalah berjthad fi sabilillah. Apabila mereka keluar untuk berjihad maka kami kaum wanita yang memelihara hartanya, kami pintal bajunya dan kami didik anak-anaknya. Apakah kami dapat menyamai mereka dalam pahala wahai Rasulullah?
Betapa agungnya keinginan wanita generasi pertama ini, pertanyaan yang dilontarkan bukanlah karena ia berkeingnan untuk membebaskan diri dari tugas-tugas rutin wárnta, seperti melahirkan, tinggal di rumah menjaga harta suami dan mendidik anak-anak mereka. sebagaimana halnya yang dituntut oleh para wanita yang terpengaruh gerakan feminisme, mereka menuntut perasaan hak deñgan kaum laki-laki di segala bidang. Wanitä yang bergerak atas nama emansipasi ini merasa terpasung eksistensinya dan hak hidupnya apabila harus tinggal dirumah sebagai ibu rumah tangga. Mereka beranggapan bahwa dengan popularitas dirinya ditengah masyarakat, kekayaan. penampilan yang wah dan modis akan membuat mereka (kaum wanita) mempunyai ked udukan yang mulia dan terhormat, maka jangan heran kalau wanita yang mempunyai faham semacam ini menghalalkan segala cara demi meraih impiannya. Mereka tidak peduli lagi dengan kaidah-kaidah agamanya, dengan bangga mereka membuka auratnya demi mendapatkan pujian cantik atas keindah an tubuhnya, mereka dengan santainya bercengkerama dan berbaur menjadi satu dengan laki- laki yang bukan muhrimnya hanya untuk mendapatkan predikat supel dari masyarakat. belum lagi cara mereka mencari harta, mereka menukar agamanya dengan harga yang sedikit sekali. Lebih parah lagi mereka sangat apriori dan sinis terhadap orang-orang yang tidak sefaham dengannya, menyudutkan dengan kata-kata: orthodoks, ketinggalan jaman, penghambat kemajuan dan lain-lain.
Sebaliknya dengan Asma binti Yazid, justru yang membuat wanita génerasi pertama ini iri kepada kaum lelaki, karena mereka punya lebih banyak kesempatan untuk beramal dan berijtihad di jalan Allah swt. subhanallah! itulah gambaran sosok pribadi wanita Islam, segala aktifitasnya selalu ditujukan untuk mencari ridha Allah semata. Sambil menoleh ke arah shahabat-shahabatnya Rasulullah bersabda: “Pernahkah kalian rnendengar dari wanita pertanyaan yang lebih baik dan pertanyaan ini? Wahai kaum wanita, kalau semua itu kamu lakukan dengan sebaik-baiknya, niscaya kalian akan mendapatkañ pahala sebagaimana yang didapatkan suami-suami kalian”. Hal inilah yang harus dipahami oleh para Muslimah, ternyata kewajiban rutin wanita, yang agaknya dipandang sepele dan mulai digugat keberadaannya mempunyai nilai yang tinggi di mata Islam. Justru dengan melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, maka wanita akan mencapai derajat yang mulia baik di sisi Allah maupun di mata masyarakat. Secara garis besar tugas itu menyangkut tiga hal:
1. Wanita Sebagai Ibu Generasi
Secara kodrati seorang wanita diberi tugas oleh Allah untuk mengandung dan melahirkan generasi-generasi baru, yang akan menentukan masa depan ummat dan menerima estafet kepemimpinan dari para pejuang pendahulunya. Tidak semua wanita diberi kesempatan oleh Allah untuk mengemban amanah yang mulia ini, untuk itu bagi seorang wanita yang beruntung mendapatkan amanah Allah ini, maka ia wajib menjaganya dan memperlakukannya sesuai dengan syariat Islam. Begitu pentingnya generasi yang akan dilahirkan seorang ibu. demi kelanjutan tegaknya risalahh Allah di muka bumi ini, maka Islam mengatur proses kelahiran generasi penerus ini dengan sangat rinci. Pertama, Sebelum suami berhubungan dengan isteri Jima’), disyariatkan untuk berdoa terlebih dahulu, memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan apabila Allah memberikan rizqi berupa anak doanya sebagai berikut:
Kedua, selama proses kehamilan, seorang calon ibu harus benar-benar menjaga kesehatan, baik jasmani (misalnya; makanan yang bergizi dan halal, jauhi makanan yang subhat, jaga kebersihan badan dll), maupun rohani (tingkatkan ibadah, banyak membaca al-Qur’an, menjaga lisan dll). Apalagi bila kita mengharapkan anak yang akan lahir nanti menjadi anak yang berkualitas, Se- hat dan berdedikasi tinggi, maka kedua faktor di atas (jasmani dan rohani calon ibu) harus diperhatikan secara seimbang, karena menurut medis telah dibuktikan bahwa kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap perkembangan janin dan kepribadiannya kelak. Ketiga, Menjelang kelahiran sang bayi, seorang ibu harus bányak istighfar, memohon pertolongan Allah dan yang penting adalah keikhlasan seorang ibu menahan rasa sakit yang amat sangat pada waktu melahirkan, mengingat semua ini adalah amanah yang harus diembannya. Memang berat tugas seorang ibu. tetapi bagi seorang wanita mukminah yang berjiwa seperti Asma binti Yazid semuanya akan terasa ringan, sebab kehidupannya dicurahkan hanya untuk mencari keridhaan-Nya. Apalagi tugas inilah yang merupakan salah satu lahan amal shaleh dan kesempatan mendapatkan karunia syahadah bagi seorang wanita (seandainya ia meninggal pada saat melahirkan). Ini adalah suatu penghormatan yang sangat tinggi yang diberikan Allah kepada wanita, untuk mendapatkan syahid ini kaum lelaki (para Mujahid) harus berjuang mati-matian dengan pengorbanan harta dan nyawa. Kemudian apabila sang ibu menyusui sendiri dengan ikhlas dan penuh kasih sayang, tanpa takut akan pudar kecantikannya atau akan terganggu karirnya maka pahalanya bagaikan seorang mujahid yang berjuang di front terdepan. Demikianlah pemuliaan islam terhadap seorang wanita yang mengikhlaskan dirinya sebagai ibu generasi. penanggungjawab masa depan ummat.
2. Wanita Sebagai Pendidik Yang Pertama Dan Utama
Kualitas suatu generasi sangat tergantung dari pendidiknya, karena pada dasarnya setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), orang tuanyalah yang bertanggungjawab penuh terhadap pribadi anak-anaknya, hal itu ditegaskan oleh Rasulullah:
Didiklah anak-anakmu dan perbaguslah adab mereka. (HR. Ibnu Majah).
Wanita sebagai ibu merupakan pendidik yang pertama dan utarna terhadap anak-anaknya, sebab intensitas waktu dan kedekatan dengan anak-anaknya lebih banyak seorang ibu daripada seorang ayah. Untuk itu sebagai seorang pendidik. ibu harus menguasai cara mendidik anak yang shaleh sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan Hadits antara lain sebagai berikut:
1) Menanamkan ajaran Tauhid. Kenalkan anak dengan kalimat Laa ilaha illallah. dan berikan contoh konsekuensinya, dengan teladan dan prilaku keseharian yang paling sederhana. Hal ini tercantum dalam QS. Lukman: 15.
2) Mendidik anak agar selalu menghormati dan berbuat baik kepada orang tuanya dan menaatinya selama berada dalam kebenaran. (QS. Lukman: 14-15).
3) Meyakinkan anak akan adanya Murraqabatullah (pengawasan dan perhitungan Allah). Dengan penekanan terhadap muraqab ini, diharapkan anak akan selalu berhati-hati dengan tindakan-tindakannya. (QS. Lukman: 16).
4) Mendidik anak untuk selalu menegakkan shalat, membiasakannya dengan kehidupan da’wah dan menanamkan jiwa tawadhu’ dan sabar agar mereka dapat mengendalikan dirinya sendiri. sehingga hanya kata-kata berhikmahlah yang keluar dari mulut mereka. (QS. Lukman: 17) dan (QS. Al Furqan: 63).
5) Mengenalkan hukum halal dan haram kepada anak. Sabda Rasulullah saw. “Taatlah kepada Allah dan takutlah berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk menaati perintah dan menjauhi larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka. (HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir).
6) Menanarnkan rasa cinta anak terhadap Rasul dan ahli Baitnya serta kecintaan terhadap al-Qur’an. Rasulullah saw. bersabda: Didiklah anak-anakrnu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai Ahli baitnya dan membaca al-Q ur’an. Sebab orang-orang yang memelihara al-Qur’an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari yang tiada perlindungan selain Allah serta para Nabi dan orang-orang suci. (HR. Thabrani).
7) Mendorong anak untuk mencari ilmu yang bermanfaat sebanyak-banyaknya.,
8) Menempa jasmani anak. dll.
3. Wanita Sebagai Basis Rumah Tangga
Apabila süatu rumah tangga diibaratkan sebuah mobil maka seorang ibu berfungsi sebagai mesin dalam mobil tersebut. Suatu unsur’penting yang menentukan lancar atau tidaknya laju mobil tersebut. dan nyaman tidaknya penumpang yang menaikinya. Begituiah fungsi ibu dalarn rumah tangga, merupakan penentu dalam mewujudkan rurnah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti yang tercantum dalam firman Allah QS. Ar-Ruum: 21 :
Wahai Rasulullah, aku adalah utusan kaum wanita kepadamu. Sesungguhnya Allah Azzah wa Jalla mengutusmu kepada kaum lelaki dan wanita seluruhnya, maka kami lalu mempercayai dan membenarkanmu. Kami para wanita serba terbatas dan kurang dalam ‘amaliyah, sedang kaum lelaki dilebihkan atas kami dengan shalat Jum’at serta jamaah, menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah dan melakukan hajji demi hajji, lebih utama dari itu adalah berjthad fi sabilillah. Apabila mereka keluar untuk berjihad maka kami kaum wanita yang memelihara hartanya, kami pintal bajunya dan kami didik anak-anaknya. Apakah kami dapat menyamai mereka dalam pahala wahai Rasulullah?
Betapa agungnya keinginan wanita generasi pertama ini, pertanyaan yang dilontarkan bukanlah karena ia berkeingnan untuk membebaskan diri dari tugas-tugas rutin wárnta, seperti melahirkan, tinggal di rumah menjaga harta suami dan mendidik anak-anak mereka. sebagaimana halnya yang dituntut oleh para wanita yang terpengaruh gerakan feminisme, mereka menuntut perasaan hak deñgan kaum laki-laki di segala bidang. Wanitä yang bergerak atas nama emansipasi ini merasa terpasung eksistensinya dan hak hidupnya apabila harus tinggal dirumah sebagai ibu rumah tangga. Mereka beranggapan bahwa dengan popularitas dirinya ditengah masyarakat, kekayaan. penampilan yang wah dan modis akan membuat mereka (kaum wanita) mempunyai ked udukan yang mulia dan terhormat, maka jangan heran kalau wanita yang mempunyai faham semacam ini menghalalkan segala cara demi meraih impiannya. Mereka tidak peduli lagi dengan kaidah-kaidah agamanya, dengan bangga mereka membuka auratnya demi mendapatkan pujian cantik atas keindah an tubuhnya, mereka dengan santainya bercengkerama dan berbaur menjadi satu dengan laki- laki yang bukan muhrimnya hanya untuk mendapatkan predikat supel dari masyarakat. belum lagi cara mereka mencari harta, mereka menukar agamanya dengan harga yang sedikit sekali. Lebih parah lagi mereka sangat apriori dan sinis terhadap orang-orang yang tidak sefaham dengannya, menyudutkan dengan kata-kata: orthodoks, ketinggalan jaman, penghambat kemajuan dan lain-lain.
Sebaliknya dengan Asma binti Yazid, justru yang membuat wanita génerasi pertama ini iri kepada kaum lelaki, karena mereka punya lebih banyak kesempatan untuk beramal dan berijtihad di jalan Allah swt. subhanallah! itulah gambaran sosok pribadi wanita Islam, segala aktifitasnya selalu ditujukan untuk mencari ridha Allah semata. Sambil menoleh ke arah shahabat-shahabatnya Rasulullah bersabda: “Pernahkah kalian rnendengar dari wanita pertanyaan yang lebih baik dan pertanyaan ini? Wahai kaum wanita, kalau semua itu kamu lakukan dengan sebaik-baiknya, niscaya kalian akan mendapatkañ pahala sebagaimana yang didapatkan suami-suami kalian”. Hal inilah yang harus dipahami oleh para Muslimah, ternyata kewajiban rutin wanita, yang agaknya dipandang sepele dan mulai digugat keberadaannya mempunyai nilai yang tinggi di mata Islam. Justru dengan melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, maka wanita akan mencapai derajat yang mulia baik di sisi Allah maupun di mata masyarakat. Secara garis besar tugas itu menyangkut tiga hal:
1. Wanita Sebagai Ibu Generasi
Secara kodrati seorang wanita diberi tugas oleh Allah untuk mengandung dan melahirkan generasi-generasi baru, yang akan menentukan masa depan ummat dan menerima estafet kepemimpinan dari para pejuang pendahulunya. Tidak semua wanita diberi kesempatan oleh Allah untuk mengemban amanah yang mulia ini, untuk itu bagi seorang wanita yang beruntung mendapatkan amanah Allah ini, maka ia wajib menjaganya dan memperlakukannya sesuai dengan syariat Islam. Begitu pentingnya generasi yang akan dilahirkan seorang ibu. demi kelanjutan tegaknya risalahh Allah di muka bumi ini, maka Islam mengatur proses kelahiran generasi penerus ini dengan sangat rinci. Pertama, Sebelum suami berhubungan dengan isteri Jima’), disyariatkan untuk berdoa terlebih dahulu, memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan apabila Allah memberikan rizqi berupa anak doanya sebagai berikut:
Kedua, selama proses kehamilan, seorang calon ibu harus benar-benar menjaga kesehatan, baik jasmani (misalnya; makanan yang bergizi dan halal, jauhi makanan yang subhat, jaga kebersihan badan dll), maupun rohani (tingkatkan ibadah, banyak membaca al-Qur’an, menjaga lisan dll). Apalagi bila kita mengharapkan anak yang akan lahir nanti menjadi anak yang berkualitas, Se- hat dan berdedikasi tinggi, maka kedua faktor di atas (jasmani dan rohani calon ibu) harus diperhatikan secara seimbang, karena menurut medis telah dibuktikan bahwa kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap perkembangan janin dan kepribadiannya kelak. Ketiga, Menjelang kelahiran sang bayi, seorang ibu harus bányak istighfar, memohon pertolongan Allah dan yang penting adalah keikhlasan seorang ibu menahan rasa sakit yang amat sangat pada waktu melahirkan, mengingat semua ini adalah amanah yang harus diembannya. Memang berat tugas seorang ibu. tetapi bagi seorang wanita mukminah yang berjiwa seperti Asma binti Yazid semuanya akan terasa ringan, sebab kehidupannya dicurahkan hanya untuk mencari keridhaan-Nya. Apalagi tugas inilah yang merupakan salah satu lahan amal shaleh dan kesempatan mendapatkan karunia syahadah bagi seorang wanita (seandainya ia meninggal pada saat melahirkan). Ini adalah suatu penghormatan yang sangat tinggi yang diberikan Allah kepada wanita, untuk mendapatkan syahid ini kaum lelaki (para Mujahid) harus berjuang mati-matian dengan pengorbanan harta dan nyawa. Kemudian apabila sang ibu menyusui sendiri dengan ikhlas dan penuh kasih sayang, tanpa takut akan pudar kecantikannya atau akan terganggu karirnya maka pahalanya bagaikan seorang mujahid yang berjuang di front terdepan. Demikianlah pemuliaan islam terhadap seorang wanita yang mengikhlaskan dirinya sebagai ibu generasi. penanggungjawab masa depan ummat.
2. Wanita Sebagai Pendidik Yang Pertama Dan Utama
Kualitas suatu generasi sangat tergantung dari pendidiknya, karena pada dasarnya setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), orang tuanyalah yang bertanggungjawab penuh terhadap pribadi anak-anaknya, hal itu ditegaskan oleh Rasulullah:
Didiklah anak-anakmu dan perbaguslah adab mereka. (HR. Ibnu Majah).
Wanita sebagai ibu merupakan pendidik yang pertama dan utarna terhadap anak-anaknya, sebab intensitas waktu dan kedekatan dengan anak-anaknya lebih banyak seorang ibu daripada seorang ayah. Untuk itu sebagai seorang pendidik. ibu harus menguasai cara mendidik anak yang shaleh sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan Hadits antara lain sebagai berikut:
1) Menanamkan ajaran Tauhid. Kenalkan anak dengan kalimat Laa ilaha illallah. dan berikan contoh konsekuensinya, dengan teladan dan prilaku keseharian yang paling sederhana. Hal ini tercantum dalam QS. Lukman: 15.
2) Mendidik anak agar selalu menghormati dan berbuat baik kepada orang tuanya dan menaatinya selama berada dalam kebenaran. (QS. Lukman: 14-15).
3) Meyakinkan anak akan adanya Murraqabatullah (pengawasan dan perhitungan Allah). Dengan penekanan terhadap muraqab ini, diharapkan anak akan selalu berhati-hati dengan tindakan-tindakannya. (QS. Lukman: 16).
4) Mendidik anak untuk selalu menegakkan shalat, membiasakannya dengan kehidupan da’wah dan menanamkan jiwa tawadhu’ dan sabar agar mereka dapat mengendalikan dirinya sendiri. sehingga hanya kata-kata berhikmahlah yang keluar dari mulut mereka. (QS. Lukman: 17) dan (QS. Al Furqan: 63).
5) Mengenalkan hukum halal dan haram kepada anak. Sabda Rasulullah saw. “Taatlah kepada Allah dan takutlah berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk menaati perintah dan menjauhi larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka. (HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir).
6) Menanarnkan rasa cinta anak terhadap Rasul dan ahli Baitnya serta kecintaan terhadap al-Qur’an. Rasulullah saw. bersabda: Didiklah anak-anakrnu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai Ahli baitnya dan membaca al-Q ur’an. Sebab orang-orang yang memelihara al-Qur’an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari yang tiada perlindungan selain Allah serta para Nabi dan orang-orang suci. (HR. Thabrani).
7) Mendorong anak untuk mencari ilmu yang bermanfaat sebanyak-banyaknya.,
8) Menempa jasmani anak. dll.
3. Wanita Sebagai Basis Rumah Tangga
Apabila süatu rumah tangga diibaratkan sebuah mobil maka seorang ibu berfungsi sebagai mesin dalam mobil tersebut. Suatu unsur’penting yang menentukan lancar atau tidaknya laju mobil tersebut. dan nyaman tidaknya penumpang yang menaikinya. Begituiah fungsi ibu dalarn rumah tangga, merupakan penentu dalam mewujudkan rurnah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti yang tercantum dalam firman Allah QS. Ar-Ruum: 21 :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan untukinu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. dan dijadikannya di antaramu rasa kas’ih sayang.
Sebagai tempat sakan (ketenangan) bagi suami dan anak-anaknya. maka seorang ibu harus mempunyai jiwa yang besar dan daya intelektual yang tinggi (Mutsaqaful Fikri), sehingga ia dapat mengatasi problem keluarga secara proporsional. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh ummul mu’rninin Khadijah ra ketika menghibur suaminya Rasulullah saw. pada waktu itu Rasulullah baru saja menerima wahyu yang pertama dengan perasaan resah. ragu dan tákut berbaur menjadi satu. dengan menggigil beliau pulang menjumpai istrinya (Khadijah). Dengan ketenangan yang luar biasa ia selimuti suaminya. dan ia hibur dengan kata-kata yang menimbulkan optimisme dan percaya diri, “Wahai kanda. demi Allah. Dia tidak akan menghinakanmu selamanya. Karena sesungguhnya. engkau termasuk orang yang selalu menyambung silaturrahim, berkata benar, menunaikan amanah, memuliakan tamu, dan suka menolong orang”.
Demikianlah, betapa besarnya peran wanita mu’minah dalam sebuah rumah tangga, karena di sanalah para suami yang pulang dari bepergian di jalan Allah akan mendapatkan kembali semangat. ketenangan, dan kesejukan hati melihat istrinya setia menunggu di rumah dan berhias dengan taqwa. Sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah:
Dan tetaplah-tinggal dirumah-rumah dan janganlah kalian berhias cara jahiliyah. (QS. al-Ahzab: 33).
Begitu juga dengan anak-anaknya mereka akan senang berada di dekat ibunya karena memperoleh pendidikan, kasih sayang dan rasa aman. Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk menempa diri menjadi seorang wanita mu’minah dengan kriteria di atas bukanlah sesuatu yang mudah. dan sudah barang tentu banyak sekali hambatannya, tetapi kalau ini demi kemuliaan ummat manusia, mengapa kita harus berputus asa?
“Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh. Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran:146)
Demikianlah, betapa besarnya peran wanita mu’minah dalam sebuah rumah tangga, karena di sanalah para suami yang pulang dari bepergian di jalan Allah akan mendapatkan kembali semangat. ketenangan, dan kesejukan hati melihat istrinya setia menunggu di rumah dan berhias dengan taqwa. Sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah:
Dan tetaplah-tinggal dirumah-rumah dan janganlah kalian berhias cara jahiliyah. (QS. al-Ahzab: 33).
Begitu juga dengan anak-anaknya mereka akan senang berada di dekat ibunya karena memperoleh pendidikan, kasih sayang dan rasa aman. Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk menempa diri menjadi seorang wanita mu’minah dengan kriteria di atas bukanlah sesuatu yang mudah. dan sudah barang tentu banyak sekali hambatannya, tetapi kalau ini demi kemuliaan ummat manusia, mengapa kita harus berputus asa?
“Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh. Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran:146)
0 komentar: