Selasa, 17 Januari 2017

Wanita-Wanita Celaka Dalam Pandangan Islam



Mungkinkah wànita tanpa pendidikan tinggi menjadi calon penghuni Jannah? Jawabannya mudah saja, “Mungkin”, sebab Islam diturunkan bukan hanya untuk kaum terpelajar. bahkan syarat jadi hamba berimanpun bukan syarat akademik, sebagaimana syarat umum apabila seseorang mencari kerja. Islam adalah rahmatan lil’alamin, bagi yang pandai bagi yang bodoh, bagi rakyat bagi pejabat, bagi yang kaya bagi yang miskin bahkan tidak saja manusia yang kebagian. menegakkan syari’at terakhir ini juga golongan jin, mereka menerima amanat yang sama di Iingkungan di mana mereka tinggal.

Wanita dalam konsepsi Islam merupakan bagian dari keluarga, tidak sebagaimana masyarakat Barat. Mereka memandañg wanita itu bagian masyarakatnya tetapi bukan bagian keluarganya. Lembaga keluarga dalam pandangan mayarakat Barat merupakan wadah semu, dan pandangannya yang apatis itu melahirkan anggapan keluarga sudah tidak dibutuhkan lagi.
Anggapan tersebut tentu saja merupakan bagian dari kengerian peradaban sekuler yang sudah menjurus kepada pelecehan manusia, manusia dianggapnya seperti jenis makhluq lainnya. Bahkan pada posisi tertentu martabat kemanusiaan tidak dihargai sama sekali, rupanya Barat hendak mewarisi tradisi lama mencela kaum wanita sampai ke akar-akamya.

Wanita seperti dipaparkan di atas merupakan bagian penting, baik Ia berperan secara individu atau berperan secara kolektif. Adapun bentuk peran kaum wanita memiliki aset perubahan yang tidak kecil. Sebagaimana dialami peradaban Barat, mereka mengatakan peran wanita sama dengan kaum pria, tetapi bersamaan dengan gagasan itu mereka juga menjatuhkan derajat kewanitaan ke dalam hubungan yang teramat kelam.

Dalam surat at-Tahrim Allah memberikan penegasan agar orang-orang beriman, sebelum memperhatikan yang jauh. Ia harus mau memperhatikan keluarganya séndiri. Kerluarga merupakan bagian terpenting dalam tatanan masyarakat modern. Posisi keluarga akan menentukan bentuk peradaban yang berjalan dalam masyarakat. Ini corak masyarakat yang mempraktikkan soal moralitas insaniah, di mana manusia tidak saja dihargai secara intelektual akan tetapi dimuliakan juga secara nurani. Firman Allah Swt :

Hal orang-orang yang beriman, peliliaralah dirimu dan keluargamu dan api Naar (neraka) yang bahan bakarnya dari manusia dan batu (QS. at Tahrim: 6I.)

Imam at Thabari memberikn penj elasan, ahlimu adalah seluruh anggota keluarga supaya diajak kepada ketaatan menjalankan agama dengan baik dan benar. Demikian pula Ibnu Abbas menambahkan dengan menjauhi segala yang dibenci agama (Allah), semoga kita bakal menjadi penghuni Jannah, amin. Dalam surat al Baqarah ayat 24 Allah menegaskan hal yang sama, memerintahkan agar manusia memelihara diri dari maksiat kepada-Nya. Maksiat akan menjerumuskan diri ke dalam perbuatan kotor, rusak, dan membinasakan.
Kedengkian syetan dan nafsu kepada nurani selalu membisikkan hal-hal yang manis, tetapi membahayakan keselamatan manusia beriman. Dengan segala daya upayanya, syetan akan membinasakan manusia beriman, dunia, harta, jabatan akan dijadikan media untuk membumi hanguskan misi kemanusiaan menuju Jannah-Nya. Kengerian akan Jahanam sesungguhnya merupakan obat penawar, yaitu obat penawar bagi mereka yang terlalu mencintai dunia. Bayangan dunia yang mendatangkan seribu satu khayal, pada akhirnya akan menipu manusia. Banyak orang gagal ketika dicoba dengan perkara baik, tetapi ia mampu dicoba dengan kondisi papa. Sabda Nabi,

Api kalian yang dinyalakan oleh anak cucu Adam ini hanyalah satu bagian dan 70 bagian neraka Jahanam. (HR. Sliahih Jami: 6618)

Teknologi atom telah berhasil dengan temuan baru nuklirnya, begitu juga dengan Nano Teknologi yang mampu mengimbas polusi udara akibat sisa-sisa bahan bakar. Panas tersebut dalam pandangan agama hanya I /70-nya dari api Jahanam, itupun masih dalam hitungan bahasa Arab, sebab dalam makna bahasa Indonesia menjadi berubah yaitu bagian yang sangat kecil, sebab kata 70 melambangkan pengantian bilangan yang tidak terdefinisikan.

Betapa dahsyatnya adzab Naar, wajar jika kalangan shahabat lalu mampu mengatasi cobaan dunia dengan penderitaan. Karena dunia baik adzab maupun nikmatnya tidak dapat diperbandingkan dengan kondisi di akhirat kelak. Wanita Dalam Informasi Hadits Dalam banyak hadits Rasulullah saw. telah memberitakan tentang banyaknya kalangan wanita yang menjadi penghuni Naar (neraka), banyak sebab yang mengakibatkan mereka masuk ke dalam Jahanam. Sabda Nabi saw.

Aku melihat ke dalam Jannah, maka aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang-orang fuqara (orang-orang yang faqir), dan aku melihat ke dalam Naar (neraka) aku menyaksikan penduduknya adalah wanita. (HR. Bukhari dan Muslim).

Wanita banyak kejeblosan menjadi calon penghuni Jahanam, sebab Ia ceroboh dalam memfungsikan fitrah dirinya. Kepekaan perasaannya bukan dijadikan alat mengukir amal shaleh, sebaliknya dijadikan tolok ukur antara benar dan salah. Karuan saja akibatnya banyak tolok ukur ganda, lantaran wanita menggunakan perasaannya dalam meneliti mana haq mana bathil. Penybab lain mengapa wanita diberitakan banyak menjadi penghuni Jahanam adalah gara-gara wanita tidak mau melihat secara obyektif kebaikan yang diterima dari suaminya. Ia akan segera menghapuskan kebaikan suami, disebabkan suatu perkara yang tidak disukainya. Putusan tergesa-gesa itulah yang menyebabkan ia kufur, bukan kufur kepada Allah tetapi ia kufur kepada suaminya. (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas ra).

Betapa banyak kegagalan rumah tangga yang sudah dibina bertahun-tahun, bahkan sudah diamanati anak. Tanpa fikir panjang karena faktor emosi, dan perasaannya wanita gampang memutuskan sikap hidup untuk memisahkan diri dari ikatan suaminya. Ini cela, sebab tidak akan pernah ada suami tanpa kelemahan, setiap manusia pasti memiliki kelemahan masing-masing. Sementara wanita terlalu idealis, ia berharap suaminya serba mampu. Manakala bertemu dengan keterbatasan suami, dengan mudahnya kata cerai diambilnya. Selain karena kufur terhadap suami, persoalan busana menjadi titik central pembahasan agama. Wanita yang berbusana hanya mengikuti selera, tanpa periksa akan aturan agama terancam dengan api Jahanam. Terlebih lagi Wanita yang urakan terbiasa berbusana terbuka, tiada maaf bagimu Jahanam telah disediakan baginya.
Islam memandang penting sisi pakaian, meski kelihatan sepele, akan tetapi kenyataan sosial menunjukkan betapa besar pengaruhnya busana pad a model peradaban manusia. Banyak perkara besar akhirnya tuntas disebabkan persoalan busana, demikian sebaliknya banyak perkara kecil menjadi besar disebabkan oleh busana pula. Wanita yang berpakaian, tetapi hakikatnya telanjang, itulah model pakaian yang dapat merusak martabat kemanusiaan. Sementara ini banjirya berbagai mode, tidak semata-mata untuk menampilan yang prima, lebih jauh dijadikan media pamer aurat. Kita juga risih dengan model nora busana rancangan designer masa kini, bagian-bagian tubuh yang seharusnya dilindungi malah sengaja dipertotonkan.
Bencana Nasional berupa kebakaran hutan, kolusi, korupsi, manipulasi, pada dasamya tidak lepas dari model busana yang menarik syahwat lawan jenis. Gejolak sosialpun selalu bertitik puncak pada persoalan sex, seolah-olah dunia ini hanya untuk persoalan biologis semata.
Imam al-Qurthubi dalam memberikan komentar hadits Muslim, Ahmad, yang menceritakan sedikitnya penduduk Jannah dari kalangan wanita. Al Qurthubi mampu membaca, bahwa kaum wanita mudah tertipu oleh bisikan hawa nafsu, hidupnya condong ke arah duniawi, dampaknya jiwa mudah diombang ambingkan syetan dan nafsunya. Pada saat seperti itu gampang terjadi penyelewengan agama (Jahanam Ahwaluha wa Ahluha, hal 29-30 dan Tadzkirah hal.369).
Wanita Dalam Agama dan Realita Dalam anggapan yang benar antara agama dan realita tidak pernah ada keterpisahan, berbicara soal agama yang berbicara soal realita, membicarakan soal realita tidak bisa lepas dari unsur agama ini adalah pandangan yang benar. Yang kurang difahami kaum wanita adalah perihal dirinya sendiri, esensi, potensi diri seharusnya difahami secara mendalam, karena ini akan berpengaruh terhadap penumbuhan sikap diri dimasa yang akan datang.

Volume perasaan yang tinggi yang ada dalam diri wanita bisa menjadi nikmat sekaligus bisa menjadi bala. Ketika perasaan telah menjadi Tuhan selain Allah, segala kecenderungan perasaan diikutinya terjebaklah wanita ke dalam syirik. Ia telah menduakan ‘Allah, mendahulukan perasaannya dan pada akal sehatnya. Agama (baca Islam) dalam hal ini selalu memerintahkan pada sistem keadilan yang hakiki, sekalipun terhad ap diri sendiri. Bila Islam menuntut keadilan, wajib bagi diri mengadili diri, ini model ajaran keadilan yang paling baik jika mampu diterapkan oleh hamba beriman. Kenyataannya banyak isteri yang terjerembab ke dalam faham luar, di mana derita nestapa sebagal konsekuensi keimanan rata-rata enggan diterimanya. Padahal keluarga Muslim yang senantiasa berjuang tidak pernah surut dari tatanan penderitaan, baik fisik, maupun mental. Lebih-lebih di zaman fitnah seperti sekarang ini, nilai kebenaran sangat langka. Salah satu bentuk penyelewenagan yang biasa dilakukan seorang wanita adalah menafikan kebaikan suamin ya. Berapapun banyak kebaikan suami, disebabkan rentang waktu yang lama kadang tidak terhitung jumlahnya. Saat-saat para isteri lalai terhadap nikmat Ilahi melalui tangan suami, di situlah sebuah dosa telah diperbuat. Sabda Nabi saw.

Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya, dan tidak merasa cukup dengannya. (HR. Nasa’i Kitab al Kubra, lihat jugaa! Insyirah fi Adabin Nikah hal 76)

Data statistik perceraian akibat ulah istri yang tidak mampu mensyukuri apa yang diberikan Allah lewat suaminya ini merupakan data terbanyak. Alasan ekonomi keluarga merupakan titik ambang yang dibenarkan Undang-undang bagi wanita untuk menggugat cerai. Bila mau jujur, penderitaan, lemahnya ekonomi keluarga, penderitaan mental yang diterima para hamba Allah jauh di atas penderitaan kita yang hidup di zaman modern. Betapapun kesulitan keluarga, sebenarnya pasti ada jalan keluamya, tinggal kesiapan, kemantapan kita dalam beriman kepada ágama (Islam). Apakah telah benar ataukah baru sisi luarnya saja, keimanan yang baru sisi luamya saja akan merugikan setiap orang. Perasaan bahagia, perasaan damai tidak pemah akan dapat dirasakan oleh orang yang sama sekali tidak memerdulikan persoalan iman.
Kadang dalam kenyataan hidup, mereka yang hidup tanpa bimbingan agama, sehari makan sehari tidak, malah dibelani menjadi peminta-minta masih mampu mempertahankan bahtera rumah tangga. Sebaliknya mereka yang mengatasnamakan keluarga Muslim, dengan derita yang harus diembannya tiba-tiba lari dari perjuangan. Dalam kehidupan sosialpun sering dijumpai istri yang tidak menghormati suaminya lantaran persoalan sosial. Merasa kedudukan lebih tinggi, lebih intelek, akhimya melalaikan kewajibannya, inipun merupakan kesalahan yang harus segera diperbaiki. Suami, betapapun keadaannya adalah tetap sebagai pemimpin keluarga, layak dihormati sebagal penanggungj awab keluarga. Pergaulan juga melihat bagaimana kaum wanita berdandan, selaku isteri seharusnya hanya menampakkan kebagusan fisiknya kepada suaminya, akan tetapi sayang. Kaum wanita banyak berpenampilan elok, rapi dan menarik di hadapan laki-laki lain, tatkala ia berhadapan dengan suaminya penampilan berubah. Itulah beberapa gambaran sosial yang dapat kita amati dalam kehidupan sosial di masyarakat. Kondisi semrawut ini mau tidak mau harus diperbaiki, jika tidak ingin peradaban zaman ini hancur berantakan. Wallahu a’lam

0 komentar: