Judul di atas serasa aneh dan bertentangan dengan misi Islam. Tetapi begitulah Umar bin Khathab pernah mengajarkan: “Tidak mengenal Islam barangsiapa yang tak mengenal jahiliyah”. Mengetahui sesuatu keburukan adalah salah satu cara untuk menghindarinya.
Dalam kehidupan seharian, bisa dipastikan, semua orang tua mengharapkan anaknya tumbuh sehat, berbudi baik dan taat pada ajaran agama. Namun demikian, tak sedikit dari mereka yang berprilaku bertentangan dengan harapannya Semula. Anak-anak diterlantarkan pendidikannya, sehingga menjadi anak lingkungan yang tak mau diatur. Ada juga yang ingin menanamkan keluhuran jiwa dan kebagusan moral kepada anak-anak, akan tetapi tanpa menyediakan keteladanan bagi upaya tersebut. Kontradiksi teijadi di depan mata anak, teori yang diajarkan orang tua ternyata tidak berlaku untuk dirinya sendiri. Ia hanya segudang impian yang dicoba paksakan kepada diri anak.
Wajar, jika kemudian muncullah anak-anak yang kemudian disebut sebagal nakal, yang meresahkan orang tua, bahkan masyarakat dan negara. “Produksi” anak-anak semacam ini terus meningkat, khususnya di negara-negara maju atau di kota-kota besar, di mana ide kebebasan telah menjadi keyakinan hidup warganya.
Faktor Penyebab Kenakalan Anak
Ada beberapa faktor yang bisa menjadi picu munculnya anak-anak nakal yaitu :
1. Faktor Prinsip
Yang dimaksud adalah pninsip apa yang dianut orang tua untuk mendidik anaknya. Segala arus pemikiran yang muncul dewasa ini menawarkan berbagai alternatif sikap dan tindakan. Parameter nilainya berbeda-beda. Baik dan buruk seakan sekedar istilah untuk membedakan dua kondisi. Tatkala orang tua meyakini ideologi yang bernama “Kebebasan”, maka Ia memiliki tolok ukur tentang benar-salah, baik-buruk yang tertentu. Uji coba penerapan prinsip semacam ini dalam jiwa anak-anak yang sedang tumbuh berkembang, tentu merupakan pendidikan yang amat berkesan pada mereka. Segala yang mengarahkan kepada kebebasan berpikir, berbicara, berkehendak dan berbuat, akan tertanam sejak dini pada anak. Model pendidikan semacam ini membuahkan hasil yang khas. Cerita mancanegara telah sering kita dengar, betapa para ibu tak lupa menyelipkan kondom di tas anak gadisnya yang masih sekolah tingkat menengah atau bahkan sekolah dasar, tatkala Ia mau pergi camping dengan teman-teman lelakinya. Betapa seorang ibu bangga dengan “prestasi” anak gadisnya yang berhasil menggaet banyak laki-laki dalam pelukannya.
Demikian pula ketika oranng tua mendidik anaknya dengan prinsip-prinsip Islam, akan membawa dampak yang khas. Tolok ukur baik-buruk atau benar salah telah jelas dalam rangkaian ajaran Islam, semuanya tertanam dalam diri anak sebagai sebuah nilai yang harus dipegangi.
Wajar, jika seorang anak muda merasa tidak berdosa ketika berciuman dengan pacarnya, lantaran prinsip pendidikan yang diterima sejak kecil memang memungkinkan untuk terjadinya hal itu. Wajar pula, ketika seorang anak gadis merasa sangat malu bahkan hampir menangis karena tanpa disengaja rambutnya ada yang menyembul kelua dari balik kerudung yang dikenakan. Semua itu hasil pendidikan yang diterapkan sejak kecil, dengan menggunakan prinsip tertentu.
Jika anak kita cenderung nakal dan sulit diatur, lihatlah prinsip apa yang telah diterapkan pada pendidikannya.
2. Faktor Qudwah
Prinsip saja ini cukup membentuk anak menjadi baik. Yang lebih penting adalah adanya figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan pninsip tersebut. Teori sebagus apapun tanpa contoh, hanya Sekedar menjadi kumpulan resep yang tak bermakna. Islam sangat memperhatikan faktor qudwah ini. Rasulullah saw. adalah orang pertama yang melaksanakan ajarannya sendiri. Ia bukan hanya memberikan teori dan rumus, lebih dan itu beliau adalah seorang guru, teladan dan qudwah yang paling baik bagi apa yang telah diajarkannya.
Anak-anak akan berinterksiksi lebih banyak kepada faktor qudwah ini. Kalaupun seorang ibu senantiasa menasihati anak gadisnya agar menjaga hijab tatkala keluar rumah, namun ia sendiri mencontohkan. Sebaliknya, anak akan lebih berkesan kepada apa yang dilihat ketimbang apa yang didengar. Dengan demikian, qudwah adalah faktor dominan dan sangat menentukan bagi jadinya hasil didikan. Anak-anak menjadi nakal, tentu karena ada contoh yang memicunya.
3. Faktor Bi’ah
Milieu atau bi’ah merupakan faktor berikutnya yang amat berperan mendidilk manusia. Seorang bayi yang ditinggal di hutan dan akhirnya diasuh oleh seekor serigala, akan bertingkah dan berprilaku seperti kawanan serigala yang melingkunginya, sekalipun bayi itu anak orang baik-baik.
Bagaimanapun bagusnya prinsip dan qudwah dari rumah, namun tatkala tinggal di lingkungan yang buruk, anak akan terkena dampaknya juga. Kalaupun anak tidak ikut dalam perbuatan buruk yang diajarkan bi’ahnya, paling tidak ia telah terbiasa melihat keburukan yang akhirnya bisa melemahkan kepekaan (imunitas) si anak terhadap hal-hal yang buruk. Matanya terlampau akrab dengan kondisi yang serba buruk tersebut. Tak berlebihan jika Islam memandang amat penting masalah bi’ah ini. Betapapun, manusia senantiasa berada pada sebuah lingkungan. Apalagi di zaman gloalisasi ini, lingkungan kita adalah dunia ini seluruhnya. Serasa semakin sulit membentuk bi’ah shalihah yang kondusif bagi pendidikan anak-anak. Pada kondisi di mana masyarakat sepakat akan parameter nilai-nilai dan memahami urgensi pembinaan anak-anak sejak dini, bi’ah shalihah lebih mungkin diterapkan. Namun ada kalanya kita temukan masyarakat yang majemuk, tak ada kesepakatan tentang apa itu baik dan apa itu buruk, tentu permasalahan akan lebih banyak muncul.
Kalau pun televisi di rumah kita hanya dihidupkan pada acara-acara tertentu yang bermanfaat bagi pendidikan anak, nanun televisi tetangga hidup terus menerus 24 jam, akan mudah bagi anak kita untuk datang ke rumah tetangga tersebut dengan alasan belajar bersama anaknya. Bahkan jika perlu tanpa alasan. Kalaupun tape recorder dan Hp kita hanya digunakan untuk memperdengarkan sajian-sajian yang bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak, namun tetangga membunyikan musik-musik cengeng dan hingar bingar keras-keras hingga terdengar di rumah kita, tentu anak akan gampang ikut menikmatinya. Rupa-rupanya, bi’ah adalah faktor pembentuk kepribadian yang harus terus menerus diperhatikan.
Nakal: Sebuah Predikat?
Predikat-predikat buruk memang cenderung memiliki dampak yang buruk pula. Istilah pelacur telah diganti dengan wanita tuna susila, untuk kemudian diganti lagi dengan pramu nikmat, dan bahkan ada yang mengusulkan diganti dengan wanita harapan bangsa. Penjara diganti dengan Lembaga Pemasyarakatan. Sama-sama istilah dan predikat, namun ingin membawa situasi psikologis yang baik bagi sahibul predikat. Nakal adalah predikat yang tak diinginkan oleh orang tua, bahkan oleh si anak itu sendiri. Namun Seringkali lingkungan telah memberikan predikat itu kepada si anak, Kamu anak nakal, kamu anak kurang ajar, kamu anak susah diatur, dan lain sebagainya. Akibatnya, si anak merasa divonis.
Pada kondisi dimana tuduhan itu diberikan berulangkali oleh banyak orang, akan membuat anak yakin bahwa ia memang nakal. Bagaimanapun nakalnya si anak, pada mulanya tuduhan itu tidak menyenangkan bagi dirinya. Apalagi jika sudah sampai menjadi bahan tertawaan dan bahan cemoohan serta ejekan, akan sangat menggores relung hati yang paling dalam pada anak. Hatinya luka. Ia akan berusaha melawan tuduhan itu, namun justru dengan tindak kenakalannya yang lebih lanjut.
Hendaknya orang tua menyadari, mengingatkan kesaahan anak tidak identik dengan memberi predikat “nakal” kepada si anak. Nakal itu, di telinga siapapun yang masih waras, senantiasa berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal justru lantaran diberi predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya. Mengingat kesalahan anak hendaknya dengan bijak dan kasih sayang. Bagaimanapun, mereka masih kecil yang sangat mungkin melakukan kesalahan karena ketidaktahuan, atau karena sebab-sebab lain. Namun, apapun bentuk kenakalan anak, biasanya ada penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah bahan evaluasi diri bagi para pendidik dan orang tua.
Kita ingat kisah anak-anak kecil yang mati di tangan orang tuanya sendiri, atau cacat lantatan siksaan orang tuanya. Cara-cara kekerasan yang dipakai untuk menanggulangi kenakalan anak sering kali tidak tepat. Watak anak itu lemah dan bahkan lembut, Ia tak suka pada kekerasan. Jika disuruh memilih, punya bapak yang galak atau yang penyabar lagi penyayang, tentu anak akan memilih tipe kedua. Artinya, hendaknya orang tua berpikir “tua” dalam mendidik anak-anaknya, agar tidak salah dalam mengambil langkah pembinaan.
Sekali lagi, jangan cepat memberi predikat negatif. hal itu akan membawa dampak psikologis yang traumatik bagi anak. Belum tentu anak yang sulit diatur itu nakal, bisa jadi justru itulah tanda-tanda kecerda.san dan kelebihannya dibandingkan anak lain. Hanya saja orang tua biasanya tidak sabar dengan kondisi ini .
Sepuluh Kiat Mencetak Anak-anak Nakal
Jika Charles Swindoll, seorang misionaris Nashrani, pernah mengutipkan dua belas hukum untuk membesarkan anak-anak nakal, yang pernah dikeluarkan Departemen Kepolisian Texas untuk propaganda anti-anak nakal, kini kita akan melihat sepuluh point dari hukum tersebut. Swindoll menceritakan kegelisahan Pemerintah kota Houston, Texas, lantaran banyaknya kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak belia, hingga akhirnya dibuatlah kampanye dan propaganda besar-besaran untuk menekan jumlah kejahatan anak. Cobalah kita renungkan sepuluh kiat di bawah ini, Jika hendak mencoba, pikirkanlah masak-masak, apakah anda telah benar-benar siap dan ingin anak anda menjadi nakal dan meresahkan masyarakat? Jika tidak, hindarilah sepuluh hal di bawah ini:
1) Sejak bayi, berikan kepada anak segala yang ia inginkan. Dengan demikian ia akan percaya bahwa dunia berhutang budi kepadanya.
2) Pada waktu ia mengucapkan kata-kata yang tidak patut, tertawakanlah ia, agar ia merasa bahwa ia lucu.
3) Jangan pernah memberi didikan ruhaniyah kepada anak. Tunggulah sampai ia berumur 21 tahun baru kemudian ia akan memihih untuk dirinya sendiri.
4) Jangan pernah mengatakan ucapan “salah” kepadanya. Kata ini akan mengembangkan rasa bersalah yang komplek. Hal itu menjadikan ia dikemudian hari apabila ditangkap karena mencuri mobil, akan merasa bahwa penangkapan itu merupakan penganiayaan.
5) Biarkan saja dia berbohong. Lakukanlah segalanya bagi anak, agar ia berpengalaman melemparkan tanggungjawab kepada orang lain.
6) Biarkan ia membaca apa saja yang dapat ia peroleh sendiri. Biarkan pikirannya berpesta pora di keranjang sampah.
7) Sering-seringlah bertengkar di hadapan anak anak. Dengan demikian mereka tidak akan terkejut apabila dikemudian hari keluarganya berantakan.
8) Berilah uang yang mereka butuhkan. Jangan pernah membiarkan anak menabung untuk dirinya sendiri. Puaskan segala keinginan makanan, minuman dan kesenangannya. Lihatlah apakah segala keinginan nafsunya telah terpenuhi.
9) Pada waktu ia sungguh-sungguh dalam kesulitan, maafkanlah diri anda sendiri dengan mengatakan, “Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi”. Itulah sepuluh kiat mencetak anak nakal. Jika masih ada orang tua Muslim yang melakukan salah satu atau beberapa poin dari sepuluh kiat di atas, berarti telah menanam saham untuk mencetak anak yang nakal. Apalagi kalau semuanya masih dilakukan, jangan menyalahkan anak jika ia sulit diatur dan cenderung nakal. Demikianlah beberapa perenungan ulang tëntang pendidikan anak. Mudah-mudahan ada manfaatnya.
0 komentar: