Terjadi perang terbuka antara Islam dan komunis baru. Di tengahnya ada pemikiran nasionalistik yang menyelinap di tengah kegalauan generasi Internet. Akibatnya?
Pencucian hati dan pikiran. Tak ada opsi lain bagi seorang beriman mengarungi kehidupan yang penuh lika-liku. Pencucian hati dimaksudkan untuk menguji keimanan kita menghadapi berbagai godaan dan tarikan kepentingan dunia yang makin tipis saja batas-batas antara yang benar dan salah. Sedangkan pencucian pikiran diharapkan dapat membentengi pemikiran kita dari serbuan opini dan gagasan sekular yang sepertinya makin rasional dan logis saja. Lihat saja banyak opini yang kini secara mati-matian dijejalkan oleh para aktivis LSM uang memanfaatkan dana bantuan dari luar negeri. Di sini ada gerakan kampanye gender yang dibingkai dalam arus pemikiran sekular, gerakan demokratisasi yang penuh dengan tafsiran negara-negara maju, gerakan antimiliter yang ujung-ujungnya hendak memporak-poranda kantong-kantong ummat Islam, gerakan komunis baru yang menumpang isu kerakyatan dan civil society.
Di tingkat wacana semua perbincangan itu pasti menarik dan menggugah pemikiran. Namun, kita mesti lebih cermat dan teliti dalam mengamati sepak terjang aktivisnya dan logika pemikirannya secara komprehensif. Lihatlah, bagaimana akitivis komunis gaya baru sekarang melansir pemikiran-pemikirannya. Semua buku karya tokoh komunis dalam dan luar negeri diterjemahkan dan diterbitkan kembali. Karl Marx, Lenin, Hegel, Alex Toltstoy, dan Mao Zedong sampai Aidit, Sjahrir, dan Pramudya Ananta Toer.
Jika kita mengamati etalase buku-buku di berbagai toko buku yang besar sekarang ini kiranya dapat disimpulkan telah terjadi perang pemikiran yang sangat sengit antara Islam dan Komunisme. Buku-buku yang mengkampanyekan ideologi komunis terus berkejaran dengan buku-buku bernafaskan Islam. Buku-buku itu kadang malah dipajang saling berdampingan dalam satu rak dan di atasnya diberikan label, “Best Seller.” Apa jadinya sebuah generasi jika belum lagi ditanamkan benih yang kuat aqidah Islam harus melahap semua buku-buku beraliran kiri baru yang sangat provokatif dan argumentatif. Fenomena itu benar-benar sudah terjadi ditengah masyarakat.
Banyak aktivis mahasiswa Islam baik dari basis tradisional maupun modernis yang lebih rakus membaca buku-buku kiri ketimbang buku-buku Islam. Alasannya, buku-buku kiri lebih argumentatif dan menggugah kemapanan. Sebaliknya, buku-buku Islam lebih memuat ayat-ayat al-Qur’an dan al Hadits yang tak terbantahkan. Di tengah itu juga diterbitkan buku-buku nasionalistik yang memanfaatkán naiknya Megawati di puncak kekuasaan. Di sini paling banyak adalah pemikiran Soekarno, Mohammad Hatta, Roeslan Abdulgani dan lain-lain. Pemikiran nasionalisme yang lebih melihat persoalan bangsa dan kacamata kepentingan nasional akan merugikan pandangan Islam yang universal.
Dalam kasus serangan AS atas Afghanistan, misalnya, kelompok nasionalis tidak menghendaki protes, apalagi pembekuan hubungan diplomatik, terhadap mereka, karena negera tengah dibelit hutang. Dan propaganda pemikiran seperti ini tentu oleh para aktivisnya diharapkan dapat mempengaruhi sikap, pemikiran dan perilakunya sehari-hari. Bacaan menentukan pemikiran dan tindakan. Ungkapan sederhana ini dapat dibuktikan kebenarannya.
Dalam era kebebasan informasi ini semua pengetahuan dapat diakses dari berbagai media cetak, seperti koran, tabloid, buku, majalah, dan sebagainya. Sedangkan dari media elektronik dapat diakses dengan tv, radio, internet, dan sebagainya. Siapa yang dapat memfilternya? Tak ada lain kecuali hati dan jiwa kita masing-masing. Karena itu hati dan otak kita harus dicuci terus-menerus agár tidak kotor atau tumpul.
Sebagai seorang muslim yang mendambakan masyarakat madani, semestinya kita selalu introspeksi, retrospeksi dan otokritik lainnya. Jangan kiranya generasi mendatang menjadi korban dari budaya internet yang tak bisa lagi dikontrol oleh orang tuanya masing-masing. Atau orang tua sendiri yang tak bisa mengontrol dirinya sendiri? Dengan hati dan jiwa yang suci kita akan mudah membedakan antara kebatilan dan kebenaran, antara kejujuran dan kemunafikan, antara demokrasi yang menguntungkan Islam dan demokrasi yang merusak sendi-sendi ummat Islam, antara aspirasi Islam dan aspirasi komunis dan nasionalis, antara halal dan haram , antara hati nurani dan suara orang lain, antara kafir dan muslim, dan antara kezhaliman dan kearifan.
0 komentar: