Mencermati masalah krisis regional di tanah air yang ditandai dengan adanya kerusuhan-kerusuhan “berdarah” dalam rupa-rupa bentuknya (terakhir dalam bentuk pembantaian-pembantaian “dukun santet” dan kyai), penulis teringat akan teori Malthus tentang kependudukan. Apakah ada kaitannya teori Malthus ini dengan krisis regional yang sedang terjadi di tanah air? Entahlah. Juga apakah kerusuhan-kerusuhan berdarah itu merupakan upaya mengadu domba umat Islam, seperti yang diprediksi para pakar? Atau malah merupakan upaya menghancurkan Islam dan memusnahkan kaum muslimin? Entah juga. Lebih baik kita meninjaunya, siapa tahu memang ada benang merahnya. Marilah kita mulai dengan teori Malthus. Teori Malthus menyatakan “Jumlah penduduk dunia akan cenderung bertambah melebihi pertumbuhan produksi (barang dan jasa). Oleh karenanya, pengurangan ledakan penduduk merupakan suatu keharusan, yang dapat tercapai melalui bencana kerusakan lingkungan, kelaparan, perang, atau pembatasan kelahiran.”
Teori Malthus tersebut, yang termaktub dalam “essay on Population” (1798) itu, jika dicermati sebetulnya merupakan teori yang “jahat.” Betapa tidak., menurut Malthus (lengkapnya Thomas Robert Maithus) yang ahli kependudukan dan pendeta (teolog) dari Inggris itu, upaya mengurangi dan mencegah peretumbuhan penduduk adalah suatu keharusan, agar menurutnya harmonisasi manusia dan alam dapat terkendali. Dan bencana kerusakan lingkungan, kelaparan, perang atau pembatasan kelahiran adalah hal-hal yang dapat mencegah pertambahan dan pertumbuhan penduduk. Dus, ia bisa saja dijadikan “program”. Tak dapat dipungkiri, banyak
negara, termasuk Indonesia yang “Percaya” dan mengadopsi gagasan Malthus tentang perlunya upaya pengurangan atau pencegahan bertambahnya jumlah penduduk itu. Salah satu buktinya, diterapkannya program pembatasan kelahiran (keluarga berencana). Sementara itu, sebaliknya musuh-musuh Islam yang berpengaruh di pentas dunia malah mengadopsi teori Maithus ini
dalam rangka menjalankan pemusnahan terhadap bumi muslim.
Kita mungkin terkejut mendengar hal ini, benarkah mereka memang mengadopsi teori Malthus untuk menghancurkan Islam? Sebetulnya musuh-musuh Islam telah mengadopsi teori Malthus semenjak lama. Selain itu, mereka mungkin juga mengadopsi teori Darwin yang merumuskan bahwa spesies yang dapat bertahan hidup adalah yang paling baik kualitasnya. Namun karena mereka disibukkan oleh meletushya dua perang dunia dan krisis-krisis lain yang menjadi akibatnya maka penyusunan strategi untuk melaksanakan ide-ide yang mereka adopsi dari Malthus Plus Darwin tersebut mengalami keterlambatan. Barulah pada dasawarsa 60-an, musuh-musuh Islam mulai terang-terangan membeberkan strategi jahat ala Malthus mereka untuk melakukan pemusnahan total terhadap negeri-negeri Islam secara bertahap. Program Malthus yang dipilih pada saat itu adalah program pembatasan kelahiran.
Banyak kesepakatan, organisasi gereja dan berbagai lembaga yang mengucurkan dana melimpah untuk merealisasikan program pembatasan kelahiran tersebut, khususnya di dunia Islam. Negeri Islam yang dengan segera menerapkan program pembatsan kelahiran pada saat itu adalah Mesir dan India. lnilah bukti pertama. Bukti lainnya, pada bulan Mei 1991 “komandan” musuh Islam, yakni pemerintah AS telah mengekspose beberapa dokumen rahasia yang isinya berupa pandangan pemerintah AS bahwa pertambahan penduduk dunia ketiga merupakan ancaman bagi kepentingan dan keamanan AS.
Salah satu dokumen itu ialah instruksi Presiden AS nomor 314 tertanggal 26 November 1985 yang ditujukan kepada beberapa lembaga khusus, agar segera menekan neger i-negeri tertentu untuk mengurangi pertumbuhan penduduknya. Di antara negeri-negeri itu adalah India, Mesir, Pakistan, Turki, Negeria, Indonesia, Irak dan Palestina yang semuanya notabene berpenduduk mayoritas muslim. Dokumen itu menjelaskan pula sarana-sarana yang dapat digunakan. Di antara sarana itu adalah melalui program pembatasan kelahiran. Kalau upaya tersebut gagal, barulah musuh Islam itu beralih kepada “senjata” lain, yaitu melalui ancaman bencana kelaparan dan tekanan ekonomi melalaui IMF dan perwakilan - perwakilan lembaga bantuan keuangan intemasional. Lembaga-lembaga ini di samping melakukan tekanan terhadap negara-negara dunia ketiga itu untuk mengadopsi strategi-strategi tertentu di bidang ekonomi, juga senantiasa mengaitkan pemberian bantuan dengan upaya pengurangan pertumbuhan penduduk.
Kalau cara ini tetap saja tidak berhasil, maka pengurangan pertumbuhan penduduk akan dilakukan dengan cara paksa, yakni dengan menyulut krisis-krisis regional berdarah, kerusahan-kerusuhan, atau perang-perang pembataian yang bersifat massal. Demikian isi dokumen rahasia tersebut.
Menyimak dokumen rahasia tersebut, rupanya musuh-musuh Islam telah mengerti betapa susahnya memusnahkan kaum muslimin yang jumlahnya lebih dari 1 milyar itu melalui operasi-operasi militer secara langsung. Maka dari itu, lewat “program-program” ala Malthus (yakni pembatasan kelahiran, bencana lingkungan kelaparan dan perang) mereka harus menyusun strategi khusus bagi “Mahkamah-mahkamah pembantaian” (inquisisi) yang akan melaksanakan strategi tersebut dengan cermat dan sistematis, mirip dengan pembataian sistematis yang telah membuat punah penduduk Muslim Andalusia di Spanyol dahulu (abad 15 Masehi).
Membaca dokumen rahasia tersebut kita kemudian juga tahu, bahwa terjadinya krisis Syria, krisis di Yaman, Palestina, Rohingya, dan seterusnya; tak lebih merupakan hasil intervensi musuh-musuh Islam dalam rangka memusnahkan kaum Muslimin dari cahaya Islam.
Lantas bagaimana dengan krisis regional dan kerusuhan-kerusuhan berdarah yang pernah terjadi di tanah air? Apakah ini juga merupakan hasil tekanan musuh-musuh Islam, yang pengaruhnya memang kuat di tanah air hingga saat ini? Jawabnya adalah “entahlah”. Mengiñgat apa yang terjadi. di tanah air itu memang penuh “misteri” dan “ketidakjelasan”. Yang pastinya, krisis dan kerusuhan berdarah yang pernah terjadi itu sendiri tak pelak memang mengurangi (memusnahkan) jumlah penduduk kita. Dan ironisnya, yang “terkurangi” adalah di samping mërupakan pendüduk “kecil”, juga rata-rata beragama Islam.
Lepas dari itu.. tak dapat dipungkiri bahwa pertambahan penduduk dunia ketiga yang mayoritas berpenduduk Muslim memang merupakan ancaman bagi kepentingan dan keamanan negara musuh-musuh Islam. Hingga mereka berusaha kuat meredam pertumbuhan penduduk negara dunia ketiga. Kalau dulu lewat program pembatasan kelahiran, sekarang rupanya lewat program Malthus yang lain, yakni melalui kerusuhan-kerusuhan, krisis pangan (kelaparan), pembantaian-pembantaian berdarah, dan seterusnya. Termasuk juga melalui kampanye seks bebas, yang jelas dapat menggantikan posisi lembaga perkawinan dan akan mendukung upaya pengurangan jumlah kaum Muslimin itu. Banyak sekali memang program-program ala Malthus dari musuh-musuh Islam yang digunakan untuk memusnahkan kaum Muslimin. Di sini, musuh-musuh Islam pada hakekatnya memang tak pernah berhenti berupaya, dengan berbagai cara dan sarana, termasuk lewat cara kejam bergaya Malthus, untuk menjadikan kaum Muslimin bak buih-buih yang tak mempunyai daya dan kekuatan sendiri. Dan sayangnya, kenyataan paling buruk yang banyak terdapat di kalangan kaum Muslimin ialah mereka disibukkan untuk mengatasi problem-problem artifisial yang muncul silih berganti, sehingga membuat mereka lengah terhadap strategi raksasa Barat tersebut di muka, yang bertujuan untuk menghancurkan eksistensi mereka. Padahal mereka sendiri mengetahui, berbagai kejadian dan fakta di sekitar mereka yang dapat mereka hubungkan satu sama lain, sehingga mereka akan dapat menyimpulkan adanya taktik-taktik tertentu yang dijalankan untuk merealisasikan program ala Malthus tersebut di hadapan mereka
0 komentar: