
1. Pendahuluan
Anak adalah amanah Allah yang tak bisa dinilai dengan apapun. Tanpa anak kehidupan sebuah keluarga seperti kehilangan makna. Anak juga merupakan penerus mata rantai perjuangan dan cita-cita orang tua. Karena anak pula, Nabi Zakaria AS. menjadi gundah gulana.
Anak adalah amanah Allah yang tak bisa dinilai dengan apapun. Tanpa anak kehidupan sebuah keluarga seperti kehilangan makna. Anak juga merupakan penerus mata rantai perjuangan dan cita-cita orang tua. Karena anak pula, Nabi Zakaria AS. menjadi gundah gulana.
وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
Kerinduan Nabi Zakaria AS. akan anak akhirnya terobati dengan lahirnya Yahya AS, yang meneruskan risaiah kenabian. Anak, memang sangat ditunggu dan dinanti kehadirannya. Ia menjadi curahan kasih dan sayang orang tua. Namun di balik itu. anak terkadang menjadi salah satu “agenda persoalan” yang tiada habisnya. Dari masa ke masa, problema hidup dan kehidupan anak semakin luas dan kompleks.
Banyak orang tua yang merasa sedih, kecewa, resah dan kesal serta menyesali sikap dan prilaku anak-anaknya. Betapa tidak buah hati yang dulu selalu mereka dambakan, diasuh dan disayangi tiba-tiba menjadi seorang pembangkang. Setiap nasehat, perintah dan larangan menjadi angin lalu. Anak-anak mereka tidak Lagi menampakkan wajah manis dan santun.
Kecemasan, rasa khawatir serta rasa takut orang tua semakin menjadi-jadi ketika anak mulai beranjak dewasa. Tingkah lakunya tak lagi terkendali. Pola pergaulannya tak tentu arah. Bentuk kenakalan berubah menjadi tindak kejahatan yang tidak hanya meresahkan orang tua, tapi juga masyarakat dan bangsa.
Namun sebaliknya anak bisa menjadi makhluk yang lucu, manis dan menyenangkan hati orang tuanya. Mereka patuh dan berbakti di rumah, berprestasi di sekotah dan bergaul baik dalam lingkungan masyarakat.
2. Islam Dan Pendidikan Anak
Islam dengan tegas menjelaskan kedudukan seorang anak, Ia bisa menjadi permata dan penenang hati atau sumber fitnah bagi orang tuanya. Kelalaian orang tua dalam mendidik dan mengarahkan anak akin berakibat fatal. Anak tidak hanya menjadi fitnah, bahkan ia akan menjadi musuh. Firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ
أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ
تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isiri-isirimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Tagabun :14).
Setiap orang tua Muslim tentu menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang shaleh. Namun kenyataan menunjukkan, betapa anak justru menjadi fitnah yang suilt dicegah dalam keluarga-keluarga Muslim. Kondisi yang sangat memprihatinkan ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika orang tua mendidik dan mengarahkannya dengan baik.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, dalam bukunya “Tarbiyatul Aulad” menegaskan, hanya ada satu cara agar anak menjadi permata hati, yaitu pendidikan yang bersumber dari nitai-nilai Islam. Pola pendidikan sekuler tidak akan mampu memberikan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan seorang anak. Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Seorang Muslim yang mendapat pendidikan Islam sejak dini, lnsya Allah akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berbakti kepada kedua orang tuanya.
Bukti nyata keberhasilan orang tua dalam mendidik anak adalah Nabi Ibrahim as. Lewat asuhan beliau lahirlah sosok remaja Ismail as. Putra Nabi Ibrahim dari rahim Siti Hajar ini rela memenuhi perintah Allah, meskipun untuk itu Ia harus mati disembelih oleh ayahnya sendiri. Karena keikhlasannyalah akhirnya Allah menggantinya dengan seekor kibas. Keikhlasan seperti ini tak akan kita dapati melalui literatur para pakar pendidikan yang berhaluan sekuler.
Para pendahulu kita juga memiliki keunikan tersendiri dalam mendidik anak. Hasil didikan mereka melahirkan sosok-sosok yang gigih dalam membela Islam dan kaum Muslimin. Sayyid Qutb misalnya; beliau dilahirkan dari rahim seorang ibu yang sederhana di desa Masha, Asiyut Mesir. lbunya, Fatimah dan jauh hari telah merancang pola pendidikan untuk anaknya. Sayyid Qutb dibesarkan dengan konsep dan cita-cita Islam yang syumul. Maka tidaklah mengherankan jika dari keluarga ini lahir para pembela Islam yang tangguh. Di antaranya Muhammad Qutb dan Aminah Qutb.
Ayahnya yang zuhud dan wara’ ikut andil mencontohkan langsung bagaimana berakhlak Islami. Sehingga Sayyid Qutb menuliskan kesan tentang ayahnya dalam kitab “Musydhadatul Qiyamah fil Qur’an”.
Semasa kecilku, ayah tanamkan ketaqwaan kepada Allah dan rasa takut akan hari akhirat. Engkau tak pernah memarahiku, namun kehidupan sehari-harimu telah menjadi teladanku, bagaimana prilaku orang yang ingat akan hari akhir
Memang, usaha-usaha mendidik anak tidaklah semudah membalik telapak tangan. Mendidik anak perlu kesabaran dan kreativitas. Sehingga tak heran jika banyak orang tua yang kewalahan dalam mendidik anak.
3. Mendidik Anak Dan Tantangannya
Upaya menancapkan pilar-pilar pendidikan anak yang bersumber dan al-Qur’an dan Sunnah sering mengalami kendala. Namnun, betapapun beratnya kendala itu, hendaknya tidak membuat orang tua berhenti menggulirkan program dan rancangan yang sudah disiapkan sejak semula. Berbagam kendala justru harus kita anggap sebagai tantangan dan ujian. Perjuangan untuk mengatasinya akan sarat dengan nilai ibadah. Tantangan dalam mendidik anak setidaknya ada dua, yaitu tantangan dari dalam (intern) dan tantangan dari luar (extern). Kedua tantangan ini saling mempengaruhi.
a. Tantangan Intern
Sumber tantangan intern yang utama adalah orang tua anak itu sendiri. Banyak orang tua yang kurang dan tidak memahami bagaimana cara mendidik anak. Keadaan akan bertambah parah bila keharmonisan rumah tangga terganggu. Padahal anak membutuhkan tempat berlindung yang aman bagi perkembangan fisik, jiwa dan pemikirannya. Sunnatullah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang antara fikriyah, ruhiyah, dan jasadiyahnya. Orang tua dituntut mampu memenuhi kebutuhan ini, terutama suami atau ayah. sebagaimana firman Allah:
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (QS. Al-Baqarah : 233).
Program yang ideal dari para orang tua Muslim untuk mendidik anak kadang harus kandas karena minimnya sarana dan dana. Bagaimana pun anak tak hanya butuh masukan ruh seperti pelajaran shalat, do’a, membaca Qur’an. akhlak, dan aqidah. Mereka pun butuh masukan yang membuat daya fikirnya mampu berkembang secara optimal. Dan makanan untuk akal itu terkait erat dengan pengetahuan yang dimiiiki orang tua, terutama Ibu. Seorang ibu seyogyanya memahami tahap-tahap perkembangan psikologis dan lntelektual anak. Ia juga tahu kiat melarang yang tidak mematikan kreativitas anak. Pengetahuan tersebut bisa didapat dari berbagai bacaan, pengalaman, seminar, koran dan sekolah. Dan semuanya membutuhkan dana sebagai sarana.
Tantangan lain bisa berasal dari anggota keluarga. Orang tua mungkin sudah berusaha mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Namun interaksi dan intervensi dari anggota keluarga terkadang bisa “merusak suasana”. Akibatnya anak lebih dekat kepada kakek dan nenek ketimbang ayah dan ibunya.
b. Tantangan Extern
Tantangan Extern lebih luas lagi cakupannya. Berbagai informasi akan mempengaruhi perkembangan anak dari berbagai aspek. Tantangan pertama bersumber dari lingkungan rumah. Interaksi anak dengan lingkungannya tidak dapat dielakkan, anak membutuhkan teman bermain dan kawan sebaya yang dapat diajak bicara, Sedikit banyak, Informasi yang diterimanya akan terekam. Lingkungan rumah yang jauh dari nilai-nilai Islam dapat melunturkan pendidikan yang telah ditanamkan di rumah.
Seorang ibu terkejut ketika mendengar anaknya mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Setelah diselidiki ternyata anak tersebut meniru ucapan temannya yang orang tuanya kebetulan sering cekcok. Bagi anak yang frekuensi keluar rumahnya amat sedikit lingkungan rumah menentukan kualitas dirinya.
Lingkungan sekolah bisa menjadi tantangan kedua. Bagaimanapun guru-guru di sekolah tidak akan mampu mengawasi anak didiknya setiap saat. Interaksi anak dengan teman.-temannya di sekolah, apabila tidak dipantau dari rumah, bisa berdampak negatif. Sehingga memilihkan sekolah untuk anak, sekarang ini menjadi hal yang harus diperhatikan oleh para orang tua Muslim.
Anak-anak Muslim yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah umum kemungkinan besar akan dipengaruhi informasi sekuler yang akan merusak pola fikir dan akhlak mereka. Apalagi mereka yang menuntut ilmu di sekobh-sekolah Nasrani. Bahkan, bukan hanya akhlak yang terkena polusi, aqidah mereka pun sedikit demi sedikit akan goyah. Minimal yang keluar dari sana adalah anak-anak Muslim yang tidak lagi mengenal agamanya secara utuh. Dan ini jelas sangat berbahaya.
Media massa juga merupakan salah satu sumber tantangan yang sulit diantisipasi. Informasi yang dilemparkan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang amat kuat. Jika tidak ada pengarahan dan pengawasan dari orang tua, anak akan menyerap semua informasi itu tanpa terkendali. Para pendidik di negeni ini pernah gusar dengan acara-acara yang ditayangkan televisi. Bukan hanya acaranya tidak sesuai dengan usia anak, tapi juga jadwal acara yang seakan sengaja direkayasa agar anak lebih tertarik dengan TV ketimbang beribadah shalat dan belajar untuk sekolah esok hari.
Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa televisi menimbulkan rasa malas. Tidak aneh bila guru-guru SD merasa cemas, ketika prestasi anak didik mereka menurun drastis, beberapa bulan Setelah RCT1 melepaskan dekodernya. Kedua bentuk tantangan ini memberikan gambaran, betapa usaha-usaha mendidik anak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah tidaklah mudah. Namun demikian bukan berarti tidak ada jalan keluarnya.
4. Orang Tua Dan Peranannya Terhadap Anak
Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak, orang tua tetap memegang peranan yang sangat dominan. Sebagaimana Sabda Rasul saw.:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah. Kedua orang tuanyalah yang meyahudikannya, menashranikannya atau memajusikannya (HR. Bukhari).
Namun kenyataan menunjukkan, banyak keluarga Muslim yang tidak memahami seluk beluk pendidikan anak secara Islami. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh keluarga miskin yang berpendidikan rendah, tapi juga terlihat pada keluarga berada yang berpendidikan tinggi.
Dalam mendidik anak, orang tua hendaknya bisa berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bib salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal yang sangat penting, dan menentukan. Kini, bagaimana caranya agar orang tua dapat mendidik anaknya secara Islami agar mampu menghadapi tantangan yang ada.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orang tua Muslim dalam mendidik anak:
a. Orang tua sebaiknya memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya. Bila ini sudah di dapat, usaha-usaha untuk mendidik anak.
b. Banyak membaca buku dan bertanya. Buku-buku dan tulisan mengenai pendidikan anak memberikan informasi yang berharga bagi orang tua.
c. Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian, setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
d. Sebelum mentransfer nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cenderung meniru dan merekam segala perbuatan orang terdekat.
e. Bersegera mengajarkan dan memotivasi anak untuk menghafal al-Qur’an.
Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum mengenal pengetahuan lain.
f. Menjaga lingkunpn si anak, harus menciptakan bi’ah (lingkungan) yang sesuai dengan ajaran yang diberikan pada anak.
5. Penutup
Kompleksitas masalah pendidikan anak membutuhkan peran orang tua. Sudah saatnya para orang tua mulai berbenah agar dapat memberikan pola pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. Wallahu alam
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, dalam bukunya “Tarbiyatul Aulad” menegaskan, hanya ada satu cara agar anak menjadi permata hati, yaitu pendidikan yang bersumber dari nitai-nilai Islam. Pola pendidikan sekuler tidak akan mampu memberikan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan seorang anak. Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Seorang Muslim yang mendapat pendidikan Islam sejak dini, lnsya Allah akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berbakti kepada kedua orang tuanya.
Bukti nyata keberhasilan orang tua dalam mendidik anak adalah Nabi Ibrahim as. Lewat asuhan beliau lahirlah sosok remaja Ismail as. Putra Nabi Ibrahim dari rahim Siti Hajar ini rela memenuhi perintah Allah, meskipun untuk itu Ia harus mati disembelih oleh ayahnya sendiri. Karena keikhlasannyalah akhirnya Allah menggantinya dengan seekor kibas. Keikhlasan seperti ini tak akan kita dapati melalui literatur para pakar pendidikan yang berhaluan sekuler.
Para pendahulu kita juga memiliki keunikan tersendiri dalam mendidik anak. Hasil didikan mereka melahirkan sosok-sosok yang gigih dalam membela Islam dan kaum Muslimin. Sayyid Qutb misalnya; beliau dilahirkan dari rahim seorang ibu yang sederhana di desa Masha, Asiyut Mesir. lbunya, Fatimah dan jauh hari telah merancang pola pendidikan untuk anaknya. Sayyid Qutb dibesarkan dengan konsep dan cita-cita Islam yang syumul. Maka tidaklah mengherankan jika dari keluarga ini lahir para pembela Islam yang tangguh. Di antaranya Muhammad Qutb dan Aminah Qutb.
Ayahnya yang zuhud dan wara’ ikut andil mencontohkan langsung bagaimana berakhlak Islami. Sehingga Sayyid Qutb menuliskan kesan tentang ayahnya dalam kitab “Musydhadatul Qiyamah fil Qur’an”.
Semasa kecilku, ayah tanamkan ketaqwaan kepada Allah dan rasa takut akan hari akhirat. Engkau tak pernah memarahiku, namun kehidupan sehari-harimu telah menjadi teladanku, bagaimana prilaku orang yang ingat akan hari akhir
Memang, usaha-usaha mendidik anak tidaklah semudah membalik telapak tangan. Mendidik anak perlu kesabaran dan kreativitas. Sehingga tak heran jika banyak orang tua yang kewalahan dalam mendidik anak.
3. Mendidik Anak Dan Tantangannya
Upaya menancapkan pilar-pilar pendidikan anak yang bersumber dan al-Qur’an dan Sunnah sering mengalami kendala. Namnun, betapapun beratnya kendala itu, hendaknya tidak membuat orang tua berhenti menggulirkan program dan rancangan yang sudah disiapkan sejak semula. Berbagam kendala justru harus kita anggap sebagai tantangan dan ujian. Perjuangan untuk mengatasinya akan sarat dengan nilai ibadah. Tantangan dalam mendidik anak setidaknya ada dua, yaitu tantangan dari dalam (intern) dan tantangan dari luar (extern). Kedua tantangan ini saling mempengaruhi.
a. Tantangan Intern
Sumber tantangan intern yang utama adalah orang tua anak itu sendiri. Banyak orang tua yang kurang dan tidak memahami bagaimana cara mendidik anak. Keadaan akan bertambah parah bila keharmonisan rumah tangga terganggu. Padahal anak membutuhkan tempat berlindung yang aman bagi perkembangan fisik, jiwa dan pemikirannya. Sunnatullah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang antara fikriyah, ruhiyah, dan jasadiyahnya. Orang tua dituntut mampu memenuhi kebutuhan ini, terutama suami atau ayah. sebagaimana firman Allah:
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (QS. Al-Baqarah : 233).
Program yang ideal dari para orang tua Muslim untuk mendidik anak kadang harus kandas karena minimnya sarana dan dana. Bagaimana pun anak tak hanya butuh masukan ruh seperti pelajaran shalat, do’a, membaca Qur’an. akhlak, dan aqidah. Mereka pun butuh masukan yang membuat daya fikirnya mampu berkembang secara optimal. Dan makanan untuk akal itu terkait erat dengan pengetahuan yang dimiiiki orang tua, terutama Ibu. Seorang ibu seyogyanya memahami tahap-tahap perkembangan psikologis dan lntelektual anak. Ia juga tahu kiat melarang yang tidak mematikan kreativitas anak. Pengetahuan tersebut bisa didapat dari berbagai bacaan, pengalaman, seminar, koran dan sekolah. Dan semuanya membutuhkan dana sebagai sarana.
Tantangan lain bisa berasal dari anggota keluarga. Orang tua mungkin sudah berusaha mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Namun interaksi dan intervensi dari anggota keluarga terkadang bisa “merusak suasana”. Akibatnya anak lebih dekat kepada kakek dan nenek ketimbang ayah dan ibunya.
b. Tantangan Extern
Tantangan Extern lebih luas lagi cakupannya. Berbagai informasi akan mempengaruhi perkembangan anak dari berbagai aspek. Tantangan pertama bersumber dari lingkungan rumah. Interaksi anak dengan lingkungannya tidak dapat dielakkan, anak membutuhkan teman bermain dan kawan sebaya yang dapat diajak bicara, Sedikit banyak, Informasi yang diterimanya akan terekam. Lingkungan rumah yang jauh dari nilai-nilai Islam dapat melunturkan pendidikan yang telah ditanamkan di rumah.
Seorang ibu terkejut ketika mendengar anaknya mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Setelah diselidiki ternyata anak tersebut meniru ucapan temannya yang orang tuanya kebetulan sering cekcok. Bagi anak yang frekuensi keluar rumahnya amat sedikit lingkungan rumah menentukan kualitas dirinya.
Lingkungan sekolah bisa menjadi tantangan kedua. Bagaimanapun guru-guru di sekolah tidak akan mampu mengawasi anak didiknya setiap saat. Interaksi anak dengan teman.-temannya di sekolah, apabila tidak dipantau dari rumah, bisa berdampak negatif. Sehingga memilihkan sekolah untuk anak, sekarang ini menjadi hal yang harus diperhatikan oleh para orang tua Muslim.
Anak-anak Muslim yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah umum kemungkinan besar akan dipengaruhi informasi sekuler yang akan merusak pola fikir dan akhlak mereka. Apalagi mereka yang menuntut ilmu di sekobh-sekolah Nasrani. Bahkan, bukan hanya akhlak yang terkena polusi, aqidah mereka pun sedikit demi sedikit akan goyah. Minimal yang keluar dari sana adalah anak-anak Muslim yang tidak lagi mengenal agamanya secara utuh. Dan ini jelas sangat berbahaya.
Media massa juga merupakan salah satu sumber tantangan yang sulit diantisipasi. Informasi yang dilemparkan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang amat kuat. Jika tidak ada pengarahan dan pengawasan dari orang tua, anak akan menyerap semua informasi itu tanpa terkendali. Para pendidik di negeni ini pernah gusar dengan acara-acara yang ditayangkan televisi. Bukan hanya acaranya tidak sesuai dengan usia anak, tapi juga jadwal acara yang seakan sengaja direkayasa agar anak lebih tertarik dengan TV ketimbang beribadah shalat dan belajar untuk sekolah esok hari.
Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa televisi menimbulkan rasa malas. Tidak aneh bila guru-guru SD merasa cemas, ketika prestasi anak didik mereka menurun drastis, beberapa bulan Setelah RCT1 melepaskan dekodernya. Kedua bentuk tantangan ini memberikan gambaran, betapa usaha-usaha mendidik anak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah tidaklah mudah. Namun demikian bukan berarti tidak ada jalan keluarnya.
4. Orang Tua Dan Peranannya Terhadap Anak
Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak, orang tua tetap memegang peranan yang sangat dominan. Sebagaimana Sabda Rasul saw.:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah. Kedua orang tuanyalah yang meyahudikannya, menashranikannya atau memajusikannya (HR. Bukhari).
Namun kenyataan menunjukkan, banyak keluarga Muslim yang tidak memahami seluk beluk pendidikan anak secara Islami. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh keluarga miskin yang berpendidikan rendah, tapi juga terlihat pada keluarga berada yang berpendidikan tinggi.
Dalam mendidik anak, orang tua hendaknya bisa berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bib salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal yang sangat penting, dan menentukan. Kini, bagaimana caranya agar orang tua dapat mendidik anaknya secara Islami agar mampu menghadapi tantangan yang ada.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orang tua Muslim dalam mendidik anak:
a. Orang tua sebaiknya memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya. Bila ini sudah di dapat, usaha-usaha untuk mendidik anak.
b. Banyak membaca buku dan bertanya. Buku-buku dan tulisan mengenai pendidikan anak memberikan informasi yang berharga bagi orang tua.
c. Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian, setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
d. Sebelum mentransfer nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cenderung meniru dan merekam segala perbuatan orang terdekat.
e. Bersegera mengajarkan dan memotivasi anak untuk menghafal al-Qur’an.
Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum mengenal pengetahuan lain.
f. Menjaga lingkunpn si anak, harus menciptakan bi’ah (lingkungan) yang sesuai dengan ajaran yang diberikan pada anak.
5. Penutup
Kompleksitas masalah pendidikan anak membutuhkan peran orang tua. Sudah saatnya para orang tua mulai berbenah agar dapat memberikan pola pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. Wallahu alam
0 komentar: