Manusia, seperti kata Mutahhari, adalah makhluk paradoksal. Pada dirinya terdapat sifat-sifat baik dan jahat sekaligus. Tetapi sifat-sifat Itu hanyalah hal-hal yang potensial. ini artinya, bahwa manusia dituntut mampu mengendalikan dirinya, sekaligus mengarahkannya agar menjadi manusia yang bertaqwa. Namun demikian, dengan sifat kesombongan dan ketakaburannya, manusia cenderung lupa diri untuk bermawas diri, Sehingga tak mengherankan bila kemudian tak sedikit manusia menjadi makhluk yang terkadang lebih rendah dibanding binatang ternak. Bentuk fisik orang mungkin tidak dapat berubah, tapi mental dan spiritualnya bukanlah hal yang mustahil. Bahkan kejahatan, kebejatan, dan kenistaannya boleh jadi jauh lebih membahayakan dan menyesatkan. A1-Qur’an menyebutnya, laksana binatang ternak, bahkan lebih sesat kekayaannya lagi (QS. 7:179). Berangkat dari kenyataan bahwa manusia kerapkali khilaf, lupa dan mudah terbujuk rayuan syetan, maka dari sinilah manusia dituntut memlilki sikap yang menjamin akan mampu menyelamatkannya ke jalan keselamatan. Sikap ini, sebagaimana terangkum dalam sabda Nabi saw. berikut: Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizhalimi lalu memaafkan, dan berbuat zhalim lalu beristiqhfar, maka bagi mereka keselamatan dan merekalah orang-orang yang memperoleh hidayah. (HR. al-Baihaqi).
Bersabar
Manusia hidup memang tak lepas dari ujian dan cobaan. Siapapun kita, dan apapun kedudukan kita, semuanya tak mungkin dapat melepaskan diri dari cobaan dan ujian. Orang yang berilmu diuji dengan ilmunya, orang yang kaya diuji dengan kekayaannya. orang miskin diuji dengan kemiskinannya, dan sebagainya. Ketidaklepasan dari ujian itulah, maka disini manusia dituntut memiliki kesabaran. Sabar menjadi kata kunci yang harus menjadi tameng agar kita tetap berada pada rel-rel yang dibenarkan syariat. Harus dipahami oleh kita bahwa ujian dan cobaan yang diturunkan kepada kita memang bukan tanpa tujuan. Tetapi Justru sarat tujuan dan terkandung proses selektivitas manusia-manusia yang berkualitas. Isyarat demikian dapat disimak dari firman Allah yang berbunyi :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّىٰ نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
Artinya: Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang bersungguh-sungguh dan sabar diantara kamu. Dan Kami nyatakan (baik- buruk) hal ihwalmu.(QS. Muhammad : 31)
Sikap bersabar, baik ketika dltimpa musibah maupun diuji dengan kegetiran, tak semua mampu melakukannya. Berpijak pada kenyataan bahwa tak semua orang selalu mampu menghadapi musibah dengan kesabaran, maka tak heran bila dapat dirnaknai bahwa kesabaran merupakan proses selektivitas yang mengantarkan pada kualitas manusia unggul. Dl dunia akan tenang dan damai, pun demikian diakhirat Ia akan selamat dan bahagia. Adalah tepat, andai ayat ini kita simak:
Sikap bersabar, baik ketika dltimpa musibah maupun diuji dengan kegetiran, tak semua mampu melakukannya. Berpijak pada kenyataan bahwa tak semua orang selalu mampu menghadapi musibah dengan kesabaran, maka tak heran bila dapat dirnaknai bahwa kesabaran merupakan proses selektivitas yang mengantarkan pada kualitas manusia unggul. Dl dunia akan tenang dan damai, pun demikian diakhirat Ia akan selamat dan bahagia. Adalah tepat, andai ayat ini kita simak:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Bersyukur
Sikap kedua yang akan mampu menyelamatkan manusia, adalah sikap suka bersyukur. Sekalipun tiap detik maupun tiap detak jantung kita, Allah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, tak jarang manusia kerap khilap mensyukurinya. Baik Itu berupa kenikmatan materi, maupun kenikmatan non materi seperti nikmat umur, nikmat lman maupun nikmat Islam.
Betapa banyaknya kenikmatan yang patut kita syukuri. Karena saking banyaknya, sehingga tak mungkin kita dapat menghitungnya. Dan Jika kamu menghitung-hitung rahkmat Allah. niscaya kamu tidak dapat menentukan Jumlahnya, begitu penegasan Allah dalam firman-Nya. QS: 16 ayat 18. Sikap suka bersyukur memang bukan perkara yang mudah, jauh lebih sulit dibanding sikap sabar. Tak aneh bila Imam al-Ghazali menempatkan sikap suka bersyukur sebagai salah satu maqam yang lebih tinggi dan sabar, khauf kepada Allah dan maqam lainnya. Barangkali tak aneh bila kemudian banyak orang yang takabur, hanya karena tak pandai bersyukur. Takabur adalah sikap yang berlawanan dengan syukur.
Manusia yang senantiasa bersyukur, Ia akan selamat. sebaliknya sebagai konsekuensi lawan dari syukur, maka orang takabur dan sombong Ia akan celaka. Diantara kita tak dapat dipungkiri banyak yang takabur dan menyombongkan diri. Baik karena jabatannya yang tinggi, hartanya yang melimpah maupun ilmunya yang mumpuni. Ia lupa bahwa semuanya itu hanya amanat dan titipan semata yang boleh jadi dalam waktu dekat tidak lagi akan Ia genggam. Harta,Jabatan, dan ilmunya tak disadari sebagal batu ujian, sehingga Ia tak sadar untuk bersyukur. Padahal seandainya Ia sadar, kemudian mau bersyukur, niscaya kenikmatannya akan semakin bertambah. Sebaliknya bila diingkari, adzab Allah akan segera turun. Dalam konteks ini harus kita yakini:
Jika kita bersyukur, Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kita. dan jika mengingkarinya, adzab-Nya sangat pedih. (QS. 14:7). Bila kita bersyukur sesungguhnya kita bersyukur untuk kebaikan sendiri. (QS. 27:40:31:12).
Bagaimana caranya kita mesti bersyukur? Imam al-Ghazali mengemukakan tiga cara bersyukur kepada All ah swt. Pertama, bersyukur dengan hati, yaitu mengakui dan menyadari segala nikmat Allah. Kedua, bersyukur dengan lidah, yakni mengucapkan ungkapan rasa syukur. Ketiga bersyukur dengan amal perbuatan, yaitu mengamalkan dan memanfaatkan anggota tubuh sesuai tuntunan agama. Agar kita selamat, serta tak mendapat adzab, maka bersegeralah untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita.
Sikap Pemaaf
Hampir dapat dipastikan bahwa Setiap orang pernah disakiti dan dizhalimi orang. Kita dapat merasakan bagaimana sakitnya kita disakiti dan dizhalimi. Sehingga bila kita tak mampu mengendalikan diri, bukan mustahil kita akan membalasnya setimpal dengan perbuatannya. Bahkan mungkin leblh dari yang pernah dilakukan orang pada kita. Lebih keras, bahkan mungkin lebih kejam.
Bagi orang yang kurang paham agama, tindakan atau perbuatan pembalasan itu akan dianggap wajar dan manusiawi. Namun bagi orang yang paham agama, Jelas akan memandang bahwa sikap memaafkan akan lebih mulia dibanding membalasnya. Rasulullah saw. telah memberikan uswah hasanah yang patut kita tiru. Beliau, sekalipun sering dlfitnah, dihasut, disakiti dan dizhalimi, toh Ia tidak menaruh dendam dan benci. Bahkan beliau tetap bersikap baik dan selalu membuka pintu maaf. Sikap pemaaf merupakan sikap mulia yang bukan hanya akan membuat malu orang yang menyakiti serta menyakit kita. Namun juga dapat meningkatkan kualitas ketaqwaan kita kepada Allah swt.
Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada taqwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan diantara kamu,. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (QS.2:237).
Menjadi seorang pemaaf, memang tidak gampang. Namun bila kita sadar, dan meyakini sepenuh hati bahwa memaafkan orang lain adalah perbuatan mulia, dan pendendam itu perbuatan tercela, maka lnsya’ Allah kita akan mampu.
Beristighfar
Kita selain dizhalimi dan disakiti, mungkin juga kita pernah menyakiti dan berbuat zhalim pada orang lain. Jelas tak ada jalan lain bagi kita, kecuali segera meminta maaf pada orang bersangkutan dan beristighfar untuk segera memohon ampunan Allah swt.ini perlu dilakukan dengan secepat nya, sebelum orang yang dizhalimi lepas kendali dan marah. Juga sebelum adzab Allah dlturunkan kepada kita. Kita diingatkan Baginda Rasul saw. untuk senantiasa selalu mempercepat meluruskan kelálaian dan memperbaiki kesalahan. Bukan mustahil, kezhaliman yang kita lakukan tidak segera disusul dengan permohonan maaf dan lstighfar kepada Allah, petaka dan bencana akan muncül dengan segera. Tak harus menunggu diakhirat kelak, tapi secara langsung didunia ini juga. Orang yang kita sakiti dan kita zhalimi memlilki do’a ampuh yang perlu kita waspadai. Hadits berikut adalah patut dicamkan:
Takutlah kamu kepada do’a orang yang dizhalimi, sebab antara do’a itu dan Allah tidak ada dinding.
Ini artinya, bahwa do’a orang dizhalimi akan sangat mudah terkabulkan. Karenanya, agar bahaya dan celaka tak menimpa, maka bersegeralah untuk meminta maaf pada yang dizhalimi dan beristighfar memohon ampunan Allah. lnsya’ Allah dengan ini keselamatan akan kita dapat. Barangkali empat sikap itulah yang patut kembali kita tumbuhkan didalam dada kita, biar tertanam dan segera berbuah prilaku yang baik. InsyaAllah
0 komentar: