Jumat, 27 Januari 2017

Pendidikan Militer Ala Rasul



Ketika membaca judul di atas jangan dibayangkan tentang adanya diklat dengan teori-teori yang tersusun rapi dan menyeluruh tentang pendidikan militer yang disusun di zaman Nabi Saw. Sebagaimana tulisan sirah lainnya, dalarn tulisan ini kita mencoba menggali apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk memberikan suatu pemahaman dan kedisiplinan militer yang khas dan Islami kepada para sahabatnya di medan peperangan.

Dengan demikian untuk dapat menggali hal ini kita tentu tidak berkosentrasi pada satu riwayat yang membahas habis dan tuntas masalah ini. Riwayat yang menceritakan tentang bagaimana Rasulullah mendidik para sahabatnya untuk dapat menjadi seorang prajurit yang tangguh terserak di sepanjang perjalanan hidup Rasul di Madinah. Dan sebagaimana kita ketahui, metode yang dipakai oleh Rasulullah untuk mendidik para sahabatnya tidak hanya melalui lisan dan perintah-perintah yang beliau berikan, Melainkan juga lewat perbuatannya yang sudah tentu menjadi panutan bagi semua ummat Islam. Bahkan dalam pendidikan militernya Rasulullah lebih banyak memberikan contoh kongkret daripada teori-teori mati.

Dalam buku Qiyadah “Ar-Rasul As-Siyasah wa A1-Askariyah” (Kepemimpinan Rasul di Medan Politik dan Militer) karangan Muhammad Ratib Armusy, dijelaskan panjang lebar bagaimana Rasulullah SAW memberikan contoh sekaligus mendidik sahabatnya untuk menjadi seorang prajurit dan pejuang yang tangguh di medan laga. Namun demikian, apa yang telah dicontohkan oleh Nabi berikut ini bukan monopoli kalangan militer untuk mencontohnya. Sifat-sifat berikut merupakan sifat dan sikap dasar yang harus dimiliki seorang pemimpin muslim, baik sipil ataupun militer.

Berikut beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin militer yang dianjurkan oleh Nabi SAW:

1) Mampu untuk mengambil keputusan yang benar di waktu yang tepat.
2) Kepribadian yang berani.
3) Tekad yang kuat.
4) Mampu memikul tanggung jawab tanpa ragu.
5) Mengetahui dasar-dasar dalam pertempuran dan berpengalaman untuk menerapkannya.
6) Kejiwaan yang tangguh yang tidak goyah, baik dalam keadaan menang ataupun kalah.
7) Mempunyai pandangan yang jauh dan mampu mengantisipasi setiap kemungkinan.
8) Mengenali kejiwaan anggota pasukan dan kemampuan serta pengalaman mereka.
9) Mampu menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemimpin dan anak buah.
10) Kecintaan timbal balik antara komandan dan prajurit.
11) Kepribadian yang kuat dan berkarisma.
12) Memiliki fisik yang tangguh.

Tentunya dalam kesempatan kali ini kita tidak rnembahas semua sifat tersebut satu persatu karena terbatasnya ruang. Namun yang kita inginkan, dari beberapa poin yang kita kupas, kita mampu mengetahui dengan pasti bagaimana Rasulullah menerapkan hal itu untuk diri dan pasukannya lewat beberapa riwayat yang ada.

1. Kemampuan untuk mengambil keputusan yang benar di waktu yang tepat.

Kemampuan seperti ini mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin militer, karena keputusan yang dihasilkan adalah taruhan bagi menang kalahnya suatu pertempuran, bahkan selamat atau tidaknya sekian ratus bahkan ribu nyawa yang ada di bawah otoritasnya.

Walaupun Nabi bisa saja mendapatkan wahyu untuk mendapatkan informasi dan keputusan penting dalam rangka memenangkan suatu pertempuran, namun Nabi tetap menempuh cara-cara manusia biasa guna memberikan contoh kepada para sahabatnya bagaimana seharusnya seorang pemimpin berbuat. Untuk mengambil keputusan Nabi tetap melakukan apa yang biasa dilakukan oleh orang lain, seperti: mengumpulkan informasi yang lengkap tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan musuh dari medan perang serta meminta pendapat (musyawarah) orang-orang yang memiliki kemampuan dan pengalaman di medan perang.

Terjadinya perang Badar Besar pada tahun ke dua hijriah tidak berlangsung secara tiba-tiba. Jauh sebelum perang besar itu terjadi Nabi telàh terlebih dahulu mengirimkan pasukan-pasukan kecil (30 sampai 200 personil) ke sekitar Madinah yang baru dihuni Nabi dan para sahabat muhajirin. Pengiriman beberapa pasukan ini bukan hanya Untuk mengamankan daerah sekitar Badar, tapi yang lebih penting dan itu adalah untuk mengenal medan secara lebih mendalam.
Pada suatu ketika Nabi mengerahkan beberapa sahabatnya untuk pergi ke suatu tempat yang telah ditentukan. Sebelum rombongan itu berangkat Nabi tidak memberikan perintah khusus dan hanya menyerahkan secarik surat yang baru boleh dibuka setelah dua hari berlalu dari perjalanan mereka. Setelah dua hari berlalu mereka membaca surat yang menyuruh mereka untuk bergerak menuju suatu tempat yang bernama Nakhlah dan mengadakan pengintaian terhadap gerakan orang-orang Quraisy yang baru pulang berdagang dari Syam. Kehati-hatian Rasulullah yang luar biasa ini karena pentingnya informasi yang akan diambil, hingga kemungkinan bocor dan gagalnya operasi ini diperkedil sedemikian rupa.

Dalam mengambil keputusan Rasulullah juga tidak otoriter. Beliau memberikan kesempatan kepada para sahabatnya untuk berpendapat. Sekiranya pendapat itu benar, maka Rasulullah tidak segan-segan untuk mengubah pendapatnya dan mengikuti apa yang diusulkan sahabatnya. Hal ini terjadi ketika Rasulullah memilih suatu tempat untuk perkemahan kaum muslimin di perang Badar. Seorang sahabat Rasul yang bernama Hubab mengusulkan untuk pindah ke tempat yang lebih dekat mata air. Rasul setuju dan memindahkan base camp mereka.

2. Kepribadian yang berani.

Untuk menanamkan keberanian di. kalangan sahabatnya Rasulullah telah melakukan suatu yang amat fundamental yang tidak pernah dilaukan oleh pemimpin manapun di dunia ini. Beliau menempa para sahabatnya dengan nilai-nilai keimanan yang hakiki, yang meyakni sepenuhnya bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara dan kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang hakiki. Serta syahid adalah cara mati terbaik kanena ia akan masuk ke dalam firdaus tanpa harus dihisab terlebih dahulu. Penanaman nilai-nilai seperti ini amat berpengaruh dalam meningkatkan keberanian ummat Islam. Bahkan musuh sempat berpendapat bahwa “mereka lebih rnenyukai kematian seperti halnya kita mencintai kehidupan”.

Selain itu Rasuluilah juga mencontohkan secara langsung keberanian itu. Dalam salah satu riwayatnya, Ali Ra. memberikan kesaksian akan keberanin Rasulullah SAW dengan mengatakan bahwa orang yang paling dekat dengan barisan musuh di perang Badar adalah Rasulullah SAW. Keberanian ini tentu saja membangkitakan semangat para sahabat. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani dan Nasai dengan lafazh yang berlainan).

3. Mengemban tanggung jawab tanpa keraguan.

Arti daripada mengemban tanggung jawab tanpa keraguan adalah, setiap hasil yang keluar dari keputusan yang diambil adalah merupakan tanggung jawabnya dan ia (pemimpin) tidak diperkenankan untuk mencari kambing hitam dari kegagalan yang terjadi. Ketika mengetahui adanya rencana kaum musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah dalam rangka balas dendam terhadap kekalahan mereka di Badar, Rasulullah SAW meminta pendapat para sahabatnya tentang strategi perang yang akan diterapkan dalam peperang ini. Sebagian sahabat muda yang tidak ikut di Badar dengan semangat yang menyala-nyala mengusulkan untuk menghadang mereka di luar kota Madinah. Sedang sahabat senior mempunyai pendapat yang lain. Mereka berpendapat lebih baik bertahan dan menunggu musuh dari dalam kota.
Rasulullah SAW akhirnya memilih pendapat yang pertama, yaitu menghadang musuh di luar kota Madinah (Uhud). Namun tak lama kemudian kelompok pertarna ini menyadani kelemahan strategi mereka dan mengusulkan kepada Rasul untuk mengubah strategi tersebut dan bertahan di dalam kota. Namun keputusan Rasul telah bulat. Musuh harus tetap dihadang. Tak patut bagi seorang Rasul untuk meletakkan kembali pakaian perangnya hingga ia benar-benar berperang,”

demikian jawab Rasul ketika itu. Peperangan berakhir dengan kekalahan di pihak Islam. Namun Rasul tidak menyalahkan orang-orang yang berada di golongan pertama yang mengusulkan untuk keluar menghadang musuh agar tidak dikira pengecut. Kekalahan memang pahit, namun itu bukan alasan untuk menyalahkan orang lain.

4. Kejiwaan teguh yang tidak terpengaruh oleh kemenangan atau kekalahan.

Ketegaran jiwa seperti ini mutlak diperlukan oleh setiap orang yang terjun ke medan perang, terutama para pemimpinnya. Hilangnya ketegaran jiwa akan berakibat hilangnya ketenangan yang diperlukan untuk dapat mengambil keputusan dengan benar dan tepat.
Sirah Rasul SAW telah memberikan kepada kita pelajaran berharga akan hal ini. Dua peristiwa penting telah memberikan gambaran langsung kepada kita bahwa jiwa yang lemah dapat membalikkan kemenangan yang telah direbut menjadi kekalahan, dan sebaliknya ketegaran jiwa dapat membalikkan kekalahan menjadi kemenangan.

Di perang Uhud, ketika pasukan kafir kocar-kacir oleh serangan tak terduga, ummat Islam dari atas bukit, mereka meninggalkan ghanimah (harta rampasan) yang banyak. Melihat melimpahnya ghanimah, banyak di antara para pemanah meninggalkan posnya dan berlomba-lomba mengambil harta benda yang ditinggalkan musuh. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Khalid bin Walid, yang ketika itu masih kafir, untuk memukul balik pasukan Islam, dan ia berhasil. Kemenangan yang telah diraih oleh ummat Islam di awal peperangan ternyata tak dapat dipertahankan karena lemahnya jiwa para pemanah melihat harta yang ada di depannya. Kekalahan ini benar-benar memberikan pelajaran kepada para sahabat Nabi untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan itu mereka buktikan. Di perang Hunain, ketika ummat Islam mampu membanggakan jumlah pasukan yang berlimpah, pasukan kafir mampu mengocar-kacirkan pasukan Islam. Terkejut akan Serangan yang tak mereka sangkas angka, banyak di antara anggota pasukan Islam yang mundur atau keluar dari medan. Nabi Muhammad saw., dengan ketegaran jiwanya dan dengan keyakinan yang luar biasa akan kemenangan yang akan diberikan oleh Allah, tetap berada di barisan dan menyeru kepada seluruh pasukan untuk kembali kedalam barisannya. Melihat ketegaran dan keberanian Nabi, para tentana Islam yang tadinya berpencar kembali mengisi barisan yang kosong, dan dapat memenangkan pertempuran. Dua contoh di atas benar-benar memberikan pelajaran kepada ummat Islam kala itu dan kini bahwa ketegaran jiwa merupakan salah satu faktor utama bagi kemenangan.

5. Mengetahui kejiwaan dan kemampuan pasukan serta mencintai mereka.

Nabi Muhammad adalah pemimpin yang lahir dari ummat. Ia tidak pernah membuat tembok yang mendindinginya dengan ummatnya. Ia hidup bersama mereka, dengan segala kebersahajaannya. Oleh karena itu Nabi Muhammad amat mengetahui keahlian masing-masing sahabatnya, bahkan beliau tahu betul kejiwaan mereka secara pasti. Untuk hal ini beliau tidak hanya mengandalkan wahyu dari Allah, tapi juga melakukan pendekatan luar biasa kepada para sahabatnya. Bahkan ketika membangun masjid dan rnenggali parit untuk menghalangi musuh yang datang diperang Khandaq, Rasul turun tangan, dengan peluh dan butiran pasir di Wajahnya. Oleh karena itu pilihan beliau setiap kali menugaskan para sahabatnya amatlah tepat. Demikianlah beberapa sikap dan sifat yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin militer yang telah dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW. Kajian ini memang belum lengkap, masih banyak yang tersisa. Namun setidaknya kita telah mendapatkan gambaran tentang kesyumulan Islam yang ternyata belum banyak kita gali.

0 komentar: