Minggu, 05 Februari 2017

Bagaimana Kita Bersyukur


Syukur. Kata ini begitu mudah diucapkan. namun sulit direalisasikan. Sebagai bukti. Allah Ta’ala telah memberitakan bahwa hanya sedikit hamba-Nya yang mau bersyukur. Firman Allah:

‘Dan sedilkit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur” (QS. Saba’: 13).

Iblis pun pernah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan manusia, agar mereka tak mau bersyukur:
“Iblis menjawab: Karena Engkau telah menghukumi saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus; kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur”
(Qs. al-A’raf: 16-17).

Hal ini mengingatkan kepada kita, bahwa syukur memang pekerjaan yang sulit. Amat banyak kendala yang membuat sebagian besar manusia mengufuri ni’mat-ni’mat Allah. Untuk bisa bersyukur ada tiga hal yang seharusnya dipenuhi terlebih dahulu

1. Ma’rifaun Ni’mah

Syukur tak bisa terlaksana dengan baik manakala tidak diketahui ni’mat-ni’mat Allah yang telah diberikan kepad a kita, baik macam. jumlah maupun yang berkelanjutan. Bagaimana mau bersyukur, jika tidak mengetahui apa yang harus disyukuri?

Mengetahui ni’mat apa saja yang telah kita terima tentu amatlah sulit. sebáb pada kenyataannya ni’mat yang tidak kita ketahui macamnya lebih banyak ketimbang yang kita ketahui. Perlu disadari. mengetahui suatu ni’mat Allah itupun termasuk ni’mat yang harus disyukuri, Sebab betapa. banyak orang yang tak mengetahui bahwa sesuatu tersebut merupakan ni’mat dari Allah.
Bahkan. bisa bersyukur atas suatu ni’mat itupun termasuk ni’mat yang harus disyukuri lagi. Betapa banyak orang yang telah rnengethaui ni’mat Allab. namun tak juga mau bersyukur

Maka ni’mat Rabb kamu yang ma.nakah yang kamu dustakan? (ar-Rahman: 13).

2. Ma’rifatu Shahib an-Ni’mah

Untuk bisa bersyukur, perlu diketahui siapa pemiiik dan pemberi ni’mat tersebut. Bagaimana bisa beisyukur, jika tidak mengetahui sang pemberi ni’mat? Dalam banyak ayat-Nya. Allah telah bertanya retoris tentang ni’mat-ni’mat yang telah Ia berikan kepada manusia:

‘Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?’ (al-Waqi’ah: 63-64).

Manusia menanam berbagai macam tumbuh-tumbuhan, lalu ada yang hidup ada pula yang mati. Adakah ia sendiri yang kuasa menghidupkan biji yang ditanam. ataukah Allah?

“Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kamu minum, Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya”? (al-Waqi’ah: 68-69).

Air yang setiap saat digunakan manusia. dan penguapan air laut’ menggumpal menjadi awan, lalu turun kembali ke burni sebagai titik-titik hujan yang meresap ke dalam tanah. Siapakah yang menjaga siklus itu bingga air tetap bisa dimanfaatkan manusia sepanjang masa?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut jawabnya telah jelas. Hanya Allah yang Maha Memberikan ni’mat kepada segala makhluk-Nya. Apalagi ketika disambung dengan penegasan:

”Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan air itu asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” (QS. al-Waqi’ah: 70).

Jika semua air menjadi asin, berapa biàya yang harus dikeluarkan untuk menjadikannya tawar? Manusia lupa bersyukur pada saal air yang diminuinnya begitu bening dan segar atas kehendak-Nya.

3. Ma’rifatu huquq an-Ni’mah

Untuk bisa bersyukur perlu diketahui pula hak-hak ni’mat. Yang dimaksud dengan hak ni’mat,, yang pertama adalah rnengingat ni’mat tersebut. Allah Taala telah berfirman:

“Dan terhadap ni’mat Rabbmu. maka hendaklah kamu menyebut- nyebutnya”. (QS. adh-Dhuha: 11).

Setelah ingat. hak ni’mat berikutnya adalah memanfaatkannya untuk menaati perintah Allah. lnilah bentuk syukur yang paling tinggi. Segala ni’mat yang kita terima harus teralokasikan secara benar-benar sesuai tuntunan-Nya. Mata, telinga. tangan. kaki, dan seluruh anggota badan adalah ni’mat Allah. Menggunakan seluruh hal tersebut Untuk beribadah kepada Allah adalah cara syukur yang paling baik. Allah telah berfirman:

“……..dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur” (an-Nahl: 78).

Semua pemberian Allah itu akan dimintai pertanggungjawaban penggunaannya. kelak di hari akhir. Allah Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya. (QS.al-Israa’: 36).

Harta kekayaan. status sosial, jabatan. semuanya ni’mat Allah. Jika menggunakan hal-hal tersebut untuk tujuan memuaskan nafsu semata, berarti telah mengufuri ni’mat Allah.

Akibat Ingkar Ni’mat
Allah telah berjanji, akan menambah ni’mat yang diberikan kepada hamba yang mau bersyukur, sekaligus mengancam dengan adzab yang pedih bagi yang ingkar. Allah Ta’ala telah berfirman:

“Dan (ingat1ah) ketika Rabbmu mema’lumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kêpadamu.. dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku) maka sesungguhnya adzabKu sangat pedih”. (QS. lbrahim: 7).

Tentu hal ini merupakan kabar gembira, sekaligus ancaman. Bagi kita yang pandai bersyukur, ada kabar baik dan Allah tentang tambahan nimatNya. Sed ang bagi yang tak mau bersyukur, diancam dengan adzab. Akibat dari kufur ni’mat memang amat mengerikan. Allah Azza wa Jalla telah membuatkan satu perumpamaan dalam al-Qur’an tentang sebuah negeri yang mengufuri ni’mat Allah. Negeri. yang Semula stabil tersebut akhirnya ditimpa berbagai goncangan stabilitas, akibat pengingkaran mereka.

“.. dan Allah telah membuat suatu per unzpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulu aman lagi tentram, rezkinya datang melimpah ruah dari segenap tempat tetapi (penduduk)nya mengingkari ni’mat-ni’mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat (QS. an-Nahl: 112).

Dalam ayat di atas Allah swt. memberikan sebuah perumpamaan tentang sebuah qaryah (negeri) yang dulunya aminah (aman) dan muthma’innah (tentram). Ibnu Katsir menjelaskan bahwa qaryah yang dimaksud adalah Makkah. Lantaran pendudulcnya rnendustakan ni’mat-ni’mat Allah. maka dikenakanlah kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan. Ya. mereka mendapat adzab dari Allah. Suasana aman dan tentram dalam Sebuah negeri. tentu merupakan dambaan warga negeri tersebut. Apalagi jika rezkinya datang melimpah ruah. Terbayang oleh kita sebuah kondisi negara yang ideal. jauh dari gejolak sosial dan pergolakan politis. Itu semua merupakan ni’mat dari Allah yang wajib disyukuri. Namun kondisi aman, tentram dan banyak rezki tersebut bisa saja berubah tiba-tiba. Terjadilah gejolak sosial yang amat dahsyat. Penduduknya banyak yang menderita kelaparan, hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka dicekam oleh rasa takut yang begitu menghantui. memikirkan nasib mereka kini dan esok. Seakan tak ada lagi tempat yang aman untuk menyandarkan harapan. Allah swt. memberitahukan bahwa perubahan kondisi semacam itu terjadi lantaran pengingkaran mereka terhadap ni’mat-ni’matNya. Ada kewajiban hamba yang tak dilaksanakan kepada Sang Pencipta, yakni: syukur. Manakala sebagian besar pénduduk suatu negeri mulai mendustakan ni’mat ni’mat Allah (kafarat bi an’umillah) hendaknya mereka segera bersiap akan datangnya suatu kondisi pergolakan dan ketidakmenentuan.

Islam adalah ni’mat Allah yang paripurna (QS. 5:3). Ia datang membawa seperangkat tata nilai Ilahiyah bagi kebaikan hidup manusia di dunia maupun di akhirat. Ketika penduduk negeri Makkah menampik tatanan Ilahiyah. ditimpakanlah adzab kepada mereka. Ya, mereka tidak bersyukur atas ni’mat yang besar tersebut, bahkan mengufurinya. Kita masih ingat. betapa beberapa negara yang hadir dalam Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan di Kairo, diliputi oleh ketakutan-ketakutan. Begitu takutnya, hingga melegalisir praktik aborsi untuk menekan ledakan jumlah penduduk. Bisa jadi, ketakutan yang mereka alami merupakan manifestasi adzab Allah lantaran mengingkari ni’matNya. Jika kita ingin mewujudkan qaryah aminah (negeri yang aman). kita memang harus pandai-pandai bersyukur kepada-Nya. Jangan ada ni’mat-ni’mat yang kita dustakan, agar tak masuk dalam sindiran an-Rahman:

“Maka ni’mat Rabbmu yang manakah yang kamu dustakan” (QS. ar-Rahman:
13, 16, 18, 21, ...).

Rasulullah saw. yang telah dijamin masuk surga, adalah hamba yang pandai bersyukur. Beliau minta ampun (istighfar) kepada Allah lebih dari tujuh puluh kali sehari. Beliau juga gemar shalat malam hingga bengkak kedua kakinya. “Mengapa anda berbuat demikian, tanya Aisyah suatu ketika. “Padahal Allah telah mengampunkan dosa anda yang lalu maupun yang akan datang?” Jawab beliau, “Tidakkah selayaknya aku menjadi hamba yang bersyukur” Masya Allah. Mudah-mudahan kita menjadi hamba yang pandai bersyukur. Amin…

0 komentar: