Tuntutan Syariat, Kebutuhan Basyariah
Ketika para shahabat sedang duduk di dekat Rasulullah saw. datanglah seorang laki-laki memakai pakaian sangat putih. dengan rambut yang sangat hitam. Ia segera duduk di hadapan Rasul saw. lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi dan tangannya diletakkan di atas paha beliau. Lelaki ini kemudian mengajukan beberapa pertanyaan.
“Beritahukanlah kepadaku tentang ihsan”, demikian salah satu pertanyaannya.
“Engkau mengabdi kepada Allah, seakan-akan engkau melihat kepada-Nya. Kalaupun engkau tak dapat melihat-Nya. maka sesungguhnya Ia melihat engkau”, jawab Nabi saw.
Sekalipun lelaki tersebut yang ternyata adalah Jibril bertanya, namun sesungguhnya ia ingin mengajarkan pengertian kepada kaum Muslimin. Ihsan yang ditanyakannya, telah dijawab dengan tepat oleh Rasulullah saw. Medan pengertian ihsan. dengan demikian sangat luas. Kita bekerja, berbicara, atau melakukan ibadah ritual, seakan-akan melihat Allah, atau sekurang-kurangnya kita merasa Allah tengah mengawasi. Dengan memahami konsep ihsan, seluruh aktivitas kita akan terkontrol dengan baik.
Ada tiga konsekuensi paling tidak, jika ihsan hendak diterapkan dalam medan kerja yang luas. Pertama, adanya niat yang ikhlas. Dengan keikhlasan ini akan membuat kerja kita diterima di sisi Allah.
Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (al-Bayyinah/98:5).
Kedua, ketepatan kerja. Yang dimaksud di sini adalah menunaikan semua pekerjaan dengan teliti, serius dan profesional. Jika kita merasa diawasi Allah, tentu tak akan bekerja sembrono dan semau sendiri. Tentu akan malu jika nilai kerja kita terkesan asal-asalan dan tak cermat, padahal “kerja” Allah senantiasa cermat. Allah telah berfirrnan tentang kualitas kerja-Nya sendiri:
Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. (al-Mulk : 3).
Bahwa kerja Allah senantiasa itqan, diberitakan sendiri dalam al-Qur’an:
Dan kami lihat gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan itqan segala sesuatu (an Naml/27:88).
Ketiga, pemanfaatan hasil yang optimal. Kerja dikatakan ihsan apabila hasil kerja tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebaikan. Kadang-kadang seseorang telah menetapkan niyat dengan ikhlas dan kerja secara profesional, namun hasil yang didapat kurang maksimal termanfaatkan dalam rangka kemaslahatan ummat.
Adapun konsep ihsan dalain kehidupan keseharian ummat Islam hendaknya terwujud dalam medan yang luas, antara lain:
1. Ihsan dalam Amal.
Bagi seorang Muslim, hidup ini tak lain adalah ibadah itu sendiri. Segala amal dan perbuatannya tak lepas dan motivasi ibadah. Artinya, tatkala semua dilakukan dengan ihsan, jadiiah nilai kehidupan ini begitu indah. Bagaimana mungkin mau melakukan tindak penipuan, korupsi, penggelapan hak rakyat, dan lain-lainnya jika merasa diawasi Allah.
Kisah seorang Kiai yang hendak menguji para santrinya, mungkin contoh yang tepat dalam masalah ini. Suatu ketika sang kiai memberikan seekor hewan korban kepada para santri dengan pesan. “Hendaknya kalian menyembelih hewan ini disebuah tempat yang tak bisa dilihat siapapun”. Seluruh santri pun berangkat menunaikan amanah. Para santri berusaha mencari tempat yang terpencil jauh dari keramaian manusia agar tak diketahui mereka. Setelah selesai, para santri kembali menghadap kiai dengan daging hewan korban yang telah disembelih. Hanya ada seorang saja yang masih membawa hewannya pulang dalam keadaan masih hidup.
“Kiai”, kata santri yang satu ini, “Saya tak berhasil menemukan satu tempat yang tak bisa dilihat oleh siapapun. Di manapun saya berada, saya senantiasa dilihat Allah”. “Itulah ihsan yang hendak aku ajarkan pada kalian”, jawab sang kiai. Kisah sederhana di atas menggambarkan betapa tulusnya hidup ini jika semua amal dilandasi dengan ihsan. Semua amal akan optimal pengerjaannya. lantaran kesadaran yang utuh akan muraqabatullah. Tatkala seseorang beramal untuk memperbaiki dirinya sendiri, ia akan melakukannya dengan penuh kesungguhan dan kehati-hatian. Demikian pula ketika beramal untuk perbaikan keluarga dan masyarakatnya. ia menunaikan dengan segala kemampuan yang ada.
2. Ihsan dalam Da’wah dan Harakah.
Da’wah membutuhkan perencanaan, penataan. koordinasi, pemantauan dan evaluasi. Sebuah gerakan dawah baru dikatakan ihsan apabila prosesi pergerakannya senantiasa melandaskan diri pada niat yang ikhlas, dan teraplikasikan dalam kerja yang terarah serta terprogram dengan rapi.
Adakalahnya keihlasan niyat seseorang tidak mengantarkannya kepada kerja da’wah yang muntijah. Ikhlas yang merupakan modal utama dalam menggapai ridha Allah kadang tak dibarengi dengan proyeksi kèrja yang tertata dalam kemasan manajeraial Rabbani. Akibatnya, buah da’wah yang dihasilkan tidak bisa dikalkulasikan dengan baik. Penataan da’wah haruslah seteliti mungkin, sebab orang-orang kafir telah membuat makar dengan perencanaan dan struktur yang mapan. Allah berfirnnan:
Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan keruskan yang besrar (al-Anfal 8:73).
3. Ihsan dalam Medan Jihad.
Jihad memerlukan pengelolaan secara lebih cermat,, jeli dan hati-hati. Medan berat jihad memiliki ciri khas, yang berbeda dengan medan amal lainnya. Suasana qitali yang serba keras, sering menuntut keputusan yang serba cepat. Di lain pihak, penataan dan kehati-hatian adalah sebuah keharusan dalam mengelola sebuah jihad. Allah Ta’ala telah berfirman:
Hai orang-ora.ng yang beriman, bersiap-siaplah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok atau majulah bersama-sama. (an Nisa 4:71).
Perasaan muraqabatullah. akan melahirkan sikap berani dalam medan jihad, namun tetap dalam kerangka ketepatan kerja dan kehati-hatian. Jihad bukanlah sekedar aktivitas “asal berani”, namun sebuah mega proyek dalam Islam yang menguras segala potensi dan kesungguhan.
Demikianlah konsep ihsan dalam medan kerja secara umum. Wallahu a’alam.
Ketika para shahabat sedang duduk di dekat Rasulullah saw. datanglah seorang laki-laki memakai pakaian sangat putih. dengan rambut yang sangat hitam. Ia segera duduk di hadapan Rasul saw. lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi dan tangannya diletakkan di atas paha beliau. Lelaki ini kemudian mengajukan beberapa pertanyaan.
“Beritahukanlah kepadaku tentang ihsan”, demikian salah satu pertanyaannya.
“Engkau mengabdi kepada Allah, seakan-akan engkau melihat kepada-Nya. Kalaupun engkau tak dapat melihat-Nya. maka sesungguhnya Ia melihat engkau”, jawab Nabi saw.
Sekalipun lelaki tersebut yang ternyata adalah Jibril bertanya, namun sesungguhnya ia ingin mengajarkan pengertian kepada kaum Muslimin. Ihsan yang ditanyakannya, telah dijawab dengan tepat oleh Rasulullah saw. Medan pengertian ihsan. dengan demikian sangat luas. Kita bekerja, berbicara, atau melakukan ibadah ritual, seakan-akan melihat Allah, atau sekurang-kurangnya kita merasa Allah tengah mengawasi. Dengan memahami konsep ihsan, seluruh aktivitas kita akan terkontrol dengan baik.
Ada tiga konsekuensi paling tidak, jika ihsan hendak diterapkan dalam medan kerja yang luas. Pertama, adanya niat yang ikhlas. Dengan keikhlasan ini akan membuat kerja kita diterima di sisi Allah.
Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (al-Bayyinah/98:5).
Kedua, ketepatan kerja. Yang dimaksud di sini adalah menunaikan semua pekerjaan dengan teliti, serius dan profesional. Jika kita merasa diawasi Allah, tentu tak akan bekerja sembrono dan semau sendiri. Tentu akan malu jika nilai kerja kita terkesan asal-asalan dan tak cermat, padahal “kerja” Allah senantiasa cermat. Allah telah berfirrnan tentang kualitas kerja-Nya sendiri:
Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. (al-Mulk : 3).
Bahwa kerja Allah senantiasa itqan, diberitakan sendiri dalam al-Qur’an:
Dan kami lihat gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan itqan segala sesuatu (an Naml/27:88).
Ketiga, pemanfaatan hasil yang optimal. Kerja dikatakan ihsan apabila hasil kerja tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebaikan. Kadang-kadang seseorang telah menetapkan niyat dengan ikhlas dan kerja secara profesional, namun hasil yang didapat kurang maksimal termanfaatkan dalam rangka kemaslahatan ummat.
Adapun konsep ihsan dalain kehidupan keseharian ummat Islam hendaknya terwujud dalam medan yang luas, antara lain:
1. Ihsan dalam Amal.
Bagi seorang Muslim, hidup ini tak lain adalah ibadah itu sendiri. Segala amal dan perbuatannya tak lepas dan motivasi ibadah. Artinya, tatkala semua dilakukan dengan ihsan, jadiiah nilai kehidupan ini begitu indah. Bagaimana mungkin mau melakukan tindak penipuan, korupsi, penggelapan hak rakyat, dan lain-lainnya jika merasa diawasi Allah.
Kisah seorang Kiai yang hendak menguji para santrinya, mungkin contoh yang tepat dalam masalah ini. Suatu ketika sang kiai memberikan seekor hewan korban kepada para santri dengan pesan. “Hendaknya kalian menyembelih hewan ini disebuah tempat yang tak bisa dilihat siapapun”. Seluruh santri pun berangkat menunaikan amanah. Para santri berusaha mencari tempat yang terpencil jauh dari keramaian manusia agar tak diketahui mereka. Setelah selesai, para santri kembali menghadap kiai dengan daging hewan korban yang telah disembelih. Hanya ada seorang saja yang masih membawa hewannya pulang dalam keadaan masih hidup.
“Kiai”, kata santri yang satu ini, “Saya tak berhasil menemukan satu tempat yang tak bisa dilihat oleh siapapun. Di manapun saya berada, saya senantiasa dilihat Allah”. “Itulah ihsan yang hendak aku ajarkan pada kalian”, jawab sang kiai. Kisah sederhana di atas menggambarkan betapa tulusnya hidup ini jika semua amal dilandasi dengan ihsan. Semua amal akan optimal pengerjaannya. lantaran kesadaran yang utuh akan muraqabatullah. Tatkala seseorang beramal untuk memperbaiki dirinya sendiri, ia akan melakukannya dengan penuh kesungguhan dan kehati-hatian. Demikian pula ketika beramal untuk perbaikan keluarga dan masyarakatnya. ia menunaikan dengan segala kemampuan yang ada.
2. Ihsan dalam Da’wah dan Harakah.
Da’wah membutuhkan perencanaan, penataan. koordinasi, pemantauan dan evaluasi. Sebuah gerakan dawah baru dikatakan ihsan apabila prosesi pergerakannya senantiasa melandaskan diri pada niat yang ikhlas, dan teraplikasikan dalam kerja yang terarah serta terprogram dengan rapi.
Adakalahnya keihlasan niyat seseorang tidak mengantarkannya kepada kerja da’wah yang muntijah. Ikhlas yang merupakan modal utama dalam menggapai ridha Allah kadang tak dibarengi dengan proyeksi kèrja yang tertata dalam kemasan manajeraial Rabbani. Akibatnya, buah da’wah yang dihasilkan tidak bisa dikalkulasikan dengan baik. Penataan da’wah haruslah seteliti mungkin, sebab orang-orang kafir telah membuat makar dengan perencanaan dan struktur yang mapan. Allah berfirnnan:
Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan keruskan yang besrar (al-Anfal 8:73).
3. Ihsan dalam Medan Jihad.
Jihad memerlukan pengelolaan secara lebih cermat,, jeli dan hati-hati. Medan berat jihad memiliki ciri khas, yang berbeda dengan medan amal lainnya. Suasana qitali yang serba keras, sering menuntut keputusan yang serba cepat. Di lain pihak, penataan dan kehati-hatian adalah sebuah keharusan dalam mengelola sebuah jihad. Allah Ta’ala telah berfirman:
Hai orang-ora.ng yang beriman, bersiap-siaplah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok atau majulah bersama-sama. (an Nisa 4:71).
Perasaan muraqabatullah. akan melahirkan sikap berani dalam medan jihad, namun tetap dalam kerangka ketepatan kerja dan kehati-hatian. Jihad bukanlah sekedar aktivitas “asal berani”, namun sebuah mega proyek dalam Islam yang menguras segala potensi dan kesungguhan.
Demikianlah konsep ihsan dalam medan kerja secara umum. Wallahu a’alam.
0 komentar: