Minggu, 27 Oktober 2013

MU’MINAH SEJATI Taqwa, Takut Pada Allah Dan Zuhudnya Pada Dunia


Sesungguhnya Mu’minah Sejati itu adalah wanita yang bertaqwa, shalihah, melaksanakan ketentuan-ketentuan dinnya, memperhatikan perintah-perintah Rabbnya dan memahami hakikat kehidupan di dunia ini, Sehingga ia dapat memalingkan hatinya dari segala bentuk keindahannya, dan mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan di akhirat dengan perbekalan yang memadai. Engkau sering melihatnya dalam keadaan berpuasa dan membaca kitabullah dengan khusyu. Ia merendahkan dirinya di hadapan Allah swt. dan berusaha seoptimal mungkin mengisi waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat baginya di dunia dan di akhirat. Ia bersegera melakukan kebaikan dan berlomba-lomba untuk mendapatkan amal-amal shalih.

Sejarah banyak mencatat prestasi gemilang dari wanita-wanita shalihah yang bertaqwa dan gemar beribadah. Mereka menempuh jalan kezuhudan yang berdasarkan ilmu, aqidah dan agama. Yang menempati barisan terdepan dari para abidah (wanita yang gemar beribadah) ini adalah para shahabiyah (shahahat wanita) yang dipelopori oleh Ummahatul Mu’minin (para istri Nabi saw.) dan ahlul baitnya, dan yang paling menoniol Di antara mereka adalah Ummul Mu’minin Aisyah ra. Al-Qasim berkata: “Aisyah ra itu biasanya puasa tèrus-menerus”.

Urwah bin Zubair pernah bercerita tentang Aisyah ra.: “Di pagi hari biasanya aku melewati rumah Aisyah ra. untuk memberi salam kepadanya. Pernah di suatu pagi aku keluar, dan ku dapati dia shalat sambil membaca:

Artinya: Maka Allah akan memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari Adzab Neraka (QS. ath - Thur: 27).

Ia lalu berdoa dan menangis. Ia mengulang-ulanginya sedang saya berdiri sampai capek menunggu, kemudian aku pergi ke pasar untuk memenuhi keperluanku. Ketika saya pulang ternyata ía masih shalat sebagaimana tadi dan menangis. Dan inilah kebiasaannya”.

‘Urwah juga meriwayatkan: Bahwa Aisyah pernah bershadaqah 70.000 dirham, padahal bajunya penuh tambalan. Wanita manakah di zaman sekarang ini yang dapat menandingi Shiddiqah Binti Shiddiq (Aisyah)? Bagaimana keadaan pakaiannya? Sementara banyak Muslimah sekarang ini yang menghamburkan uang puluhan bahkan ratusan ribu sekedar untuk membeli aksesori dan pakaian yang hanya dipakai satu atau dua kali, lalu disimpan di lemari dan tak pernah disentuh lagi.

Inilah kisah Fathimah az-Zahra’ putri makhluk Allah yang terbaik dan pemimpin wanita ahli surga. Ia tidak punya pakaian kecuali sehelai, dan tidak mempunyai pembantu. Ketika ia mengadu kepada Rasulullah saw. tentang kesulitan yang ia hadapi, yaitu menggiling gandum hingga kelihatan bekas-bekasnya di tangannya, mengambil air dengan geriba (tempat air dari kulit) hingga membekas pada pundaknya, menyalakan kayu bakar untuk masak hingga mengotori pakaiannya atau terkadang memercik padanya. Nabi saw. lalu menasehati Fathimah dan Ali,.suaminya, yaitu jika mereka hendak tidur agar bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali dan bertakhir 33 kali. Lalu beliau katakan kepada keduanya bahwa hal itu lebih baik dari pembantu. Juga kita dapati Ummul Mu’minin Zainab. ra. bekerja dengan tangannya sendiri dan hasilnya Ia shadaqahkan di jalan Allah swt. )

Aisyah ra. berkomentar tentang beliau (Zainab): “Saya belum pernah melihat wanita yang lebih baik dalarn urusan dunia selain Zainab”. Ia lalu rnenyebutkan sifat-sifat Zainab dan kemudian berkata: “Sungguh dia menyaingi kedudukanku di sisi Rasul saw. ia wanita yang sangat bertaqwa, sangat bijak ucapannya, suka bersilaturrahmi, banyak bershadaqah serta ulet dalam bekerja hingga Ia dapat bershadaqah dari hasil kerjanya. Dengan itu ia mendekatkan diri kepada Allah swt. )

Demikianlah hendaknya sifat Mu’minah sejati. Saudaraku kaum Mu’minah Berapa banyak wanita-wanita kita yang terpedaya dalam kehidupannya. Mereka begitu getol melengkapi perabot rumahnya dengan dengan barang-barang terbaru, terbagus dan termahal, Sedangkan Ummahatul Mu’minin sebagaimana yang kíta ketahui Sungguh sangat jauh perbedaan diantara keduanya.

Adapun Ummahatul Mu’minin ra, mereka tinggal bersama Rasul saw. Dibilik-bilik kecil yang terbuaat dari pelepah kurma, pintu-pintunya ditutup dengan kain kasar. Kamar-kamar itu berderat di sebelah timur masjid, di sebelah utara dan di sebelah selatan. Pintu-pintu kecil yang berjumlah 9 buah itu berada di pinggiran masjid.

Hasan al-Bashri berkata: “Saya pernah masuk ke rumah istri-istri Nabi saw. pada zaman Khalifah Utsman, maka saya dapat menjangkau atapnya dengan tangan saya”.

Ketika al-Walid, khalilah Bani Umayyah memerintahkan untuk menghancurkan bilik-bilik itu guna digabung dengan masjid, berkomentarlah Said bin Musayyab:

“Alangkah baiknya kalau bilik-bilik itu dibiarkan dan tidak dihancurkan, hingga orang puas dengan bentuk bangunannya dan memperhatikan bagairnana Allah meridhai Nabi-Nya, padahal saat itu kunci-kunci kekayaan dunia berada di tangan beliau”.

Adapun perabot yang ada di bilik-bilik tersehut, sebagaimana yang diceritakan Aisyah ra. kepada kita tentang kasur Nabi saw. ia berkata: “Sesungguhnya kasur yang digunakan oleh Nabi saw. untuk tidur terbuat dari kulit binatang yang diisi rumput kering”. ) Merekalah Mu’minin sejati, yang merasa puas dengan apa-apa yang Allah berikan kepada mereka. Rela terhadap rejeki yang telah ditetapkan untuk mereka. Lalu mengapa kita tidak meneladani mereka?

Sedangkan ma ‘isyah (penghidupan) mereka bagaimana? Kembali Ummul Mu’minin, Aisyah ra. menceritakan kepada keponakannya, ‘Urwah, dia berkata: “Anak saudaraku, kami biasa menunggu dari awal bulan sampai akhir bulan dan kembali ke awal lagi, selama tiga kali peruhahan bulan itu di rumah Rasulullah saw. tidak ada yang menyalakan api (untuk memasak makanan)”. ‘Urwah bertanya: “Wahai bibi, lalu apakah sumber penghidupan kalian? Jawabnya: Dua yang hitam, (kurma dan air), kecuali jika tetangga Rasul saw. dari kalangan Anshar yang punya unta menyusui, mereka memberi susu kepada Rasul saw. maka kami pun minum susu”.

Kebanyakan para ‘abidah (wanita yang banyak beribadah) dan mereka yang shalih lagi zuhud mengikuti jalan seperti ini. Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw. datang kepada para wanita sesudah shalat ‘Ia. Lalu beliau berbicara tentang shadaqah. Maka mulailah mereka melepas cincin, anting-anting, kalung dan gelang lalu melemparkannya ke dalarn baju Bilal, yang ketika itu Bilal membentangkan bajunya agar para wanita itu melemparkan shadaqahnya padanya”. Perhatikanlah halusnya perasaan mereka, dengan cepatnya menyambut perintah Allah dan Rasul-Nya, bersegera dalam kebaikan dan keinginan mereka yang kuat menuju keridhaan Allah swt.

Demikian pula kisah Manshur bin Ammar, ia berkhutbah di hadapan orang hanyak menganjurkan untuk turut berperang. Di antara pendengar ada seorang wanita, maka ia melemparkan kertas yang bertulisan lalu berkata: “Aku melihatmu wahai lbnu Ammar menganjurkan untuk berjihad. Maka inilah kuberikan kumpulan syair-syairku. Demi Allah, aku tidak punya apa-apa selain itu. Maka demi Allah, jadikanlah Ia sebagai pengikat kuda-kuda para pejuang di jalan Allah. Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku. Maka penuh Sesaklah masjid sesudah dibacakannya sya‘ ir tersebut dan banyak yang menangis karena terkesan dengan apa yang wanita itu bacakan.

Maka milik Allahlah mutiara mitsal, mereka adalah wanita-wanita yang gemar Ibadah, zuhud lagi shalih. Semoga Allah mengampuni mereka dan kita. Dan ini kisah Fathimah Binti Amirul Mu’minin Abdul Malik bin Marwan, ia bukan saja putri seorang khalifah, tapi ia juga saudara dari .4 khalifah Islam yang terkemuka, yaitu: al-Walid bin Abdul Malik, Sulaiman, Yazid dan Hisyam, Dan lebih dari itu dialah istri khalifah kenamaan yang dikenal oleh Islam sesudah para khalifah periode awal, yaitu Amirul Mu’minin Umar bin Abdul Aziz.  Pada hari pernikahannya, dia keluar meninggalkan rumah orang tuanya menuju rumah suaminya dengan membawa barang-barang yang sangat berat, yang biasa dimiliki oleh umumnya wanita di muka bumi ini. Di antaranya adalah batu-batu permata dan beraneka perhiasan. Disebutkan bahwa dari sekian banyak perhiasan dan batu permata terdapat Sepasang anting-anting yang terkenal dalam sejarah. Nilai sebelah pasangnya menyamai segudang harta benda.

Sesungguhnya Fathimah dibesarkan di rumah orang tuanya dengan bergelimang kenikmatan. Tak ada wanita lain yang melebihi kemewahan hidup yang ia rasakan. Seandainya saja ia mau meneruskan gaya hidupnya itu di rumah suaminya sebagaimana yang ia rasakan sebelumnya, tentu Ia sanggup untuk itu.

Namun ternyata Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah menetapkan bahwa belanja rumah tangganya tidak lebih dari sekian dirham setiap hari. Dan hebatnya istri khalifah tersebut rela dengan hal itu. Dia tidak protes, walaupun Ia seorang putri dari saudara 4 khalifah terkemuka. Dia tetap senang dalam keadaan demikian, sebab ia telah merasakan kenikmatan qana’ah dan hidup sederhana. Kelezatan dan kemanisan ini lebih baik baginya. Ia merelakan dirinya dari Segala yang telah ia ketahui sebelumnya berupa macam-macam kemewahan dan aneka kesenangan. Memang suaminyalah yang menyarankan kepadanya untuk meninggalkan kesenangan yang ia rasakan di masa kanak-kanaknya. ia tinggalkan semua permainan itu, yang .dulunya menghiasi Rambutnya, tangannya dan Sebagainya, perhiasan yang tidak membuatnya gemuk dan kenyang. Seandainya perhiasan itu dijual, tentu dapat mengenyangkan perut-perut orang yang kelaparan. Dia patuh kepada suaminya. Ia serahkan semua batu permata, mutiara yang ia bawa dari rumahnya ke Baitul Mal. Umar terus menerus menasehati istrinya. Istrinya mengambil keteladanan dan kewara’annya dan kezuhudannya. Semoga Allah meridhai keduanya. Maka bagaimanakah pendapat wanita-wanita Islam tentang hal itu?

Demikian pula kita dapati Fakhriyah Binti Utsman al-Bashariyah. Dia dan keluarga bangawan, punya kedudukan dan bergelimang dengan kekayaan. Namun kesemuanya itu ia tinggalkan untuk beribadah kepada Allah. Dia kurangi istirahat dan tidurnya untuk shalat. Dia merasa cukup dengan roti dan air sebagai santapannya setiap hari. Demikianlah hendaknya Mu’minah sejati.

(Dari buku shifat Mu’minah Shadiqah, dialih bahasakan oleh: Ummu Zunairah)
 
Ustadzah Nawal Binti Abdillah
Referensi :

Audatul Hijab 3:296, dinukil dari al-Ijabahnya Zarkayi: 67, Audatul Hijab 3:296, dinukil dari as-Samthuts-Tsamin: 90, Hilyatul Auha’ 2:47.Muttafaq alaih, Riwayat Muslim, an-Nabi wa azwajuh fi suratil Ahzab: 69 Riwiyat Bukhari

0 komentar: