Khubaib bin Adi seorang yang cukup dikenal di Madinah dan termasuk sahabat Anshar. Seorang yang berjiwa bersih, bersifat terbuka, beriman, teguh. dan berhati mulia. Hassan bin Tsabit, penyair Islam melukiskan pribadinya, Khubaib bin Adi seorang pahlawan yang kedudukannya sebagai teras orang- orang Anshar. Seorang yang lapang dada namun tegas dan keras tidak dapat ditawar-tawar. Sewaktu bendera Perang Badr dikibarkan orang terdapatlah di sana seorang prajurit berani mati dan seorang pahlaan gagah perkasa, yaitu Khubaib bin Adi. Salah seorang di antara orang-orang musyrik yang berdiri menghadang jalannya di Perang Badr ini dan tewas di ujung pedangnya ialah seorang pemimpin Quraisy, al-Haris bin Amr bin Nauful. Setelah pertempuran selesai, dan Sisa-sisa pasukan Quraisy. yang kalah kembali ke makkah, tahulah Bani Harits siapa yang telah menewaskan bapak mereka, Mereka rnenghafalkan dengan baik nama orang Islam yang telah menewaskan ayah mereka dalam pertempuran itu ialah Khubaib bin Adi.
Sekembalinya dari Perang Badr, orang-.orang Islam meneruskan pembinaan masyarakat yang baru di Madinah. Adapun Khubaib seorang yang taat beribadah dan benar-benar membawakan sifat dan watak seorang abid. Ia beribadah menghadapi Allah dengan sepenuh hatinya. berdiri shalat di waktu malam dan berpuasa di waktu siang serta me-Maha-Sucikan Allah pagi dan petang.
Pada suatu hari Rasulullah bermaksud hendak menyelidiki rahasia orang-orang Quraisy, hingga dapat mengeahui ke mana tujuan gerakan serta langkah persiapan mereka untuk suatu peperangan yang baru. Untuk itu beliau memilih dari para sahabatnya, termasuklah di antaranya Khubaib. Dan sebagai pemimpin mereka, Ashim bin Tsabit diangkat oleh Rasulullah saw.
Pasukan penyelidik itupun berangkat ke tujuannya hingga sampai di suatu tempat antara Osfan dan Makkah. Rupanya gerakan mereka tercium oleh orang-orang dan kampung Hudzail yang didiami oleh suku Bani Haiyan. Mereka segera berangkat dengan seratus orang pemanah mahir, menyusul orang-orang Islam dan mengikuti jejak mereka dari belakang
Pasukan Bani Haiyan hampir saja kehilangan jejak, kalau tidaklah salah seorang dari mereka melihat biji kurma berjatuhan di pasir. Biji-biji itu dipungut oleh sehagian di anrara orang-orang itu, lalu mengamatinya Berdasarkan firasat yang tajam yang biasa dimiliki bangsa Arab, lalu berseru kepada teman-teman mereka, - Biji-biji ini berasal dan Yatsib (Madinah). Mari kita ikuti hingga dapat kita ketahui di mana mereka bcrada.”
Dengan petunjuk biji-biji kurma yang berceceran di pasir, mereka terus berjalan hingga akhirnya melihat dari jauh rombongan kaum Muslimin yang sedang mereka cari-cari. Ashim, pemimpin penyelidik, merasa bahwa mereka sedang dikejar musuh, Diperintahkan kawan-kawannya untuk menaiki suatu.puncak bukit yang tinggi. Para pemanah musuh yang seratus orang itu pun dekatlah sudah. Mereka mengelilingi kaum Muslimin, lalu mengepung mereka dengan ketat. Para pengepung meminta agar kaum Muslimin menyerahkan diri dengan jaminan bahwa mereka tidak akan dianiaya.
Kesepuluh orang itu menoleh kepada pemimpin mereka. Ashim berujar, Adapun aku, demi Allah, aku tidak akan turun mengemis perlindungan orang musyrik, Ya Allah, sampaikanlah keadaan kami ini kepada Nabi-Mu.” Dan segeralah seratus pemanah itu menghujani mereka dengan anak panah. Ashim beserta tujuh orang lainnya menjadi sasaran dan mereka pun gugurlah sebagai syahid. Mereka meminta agar yang lain turun dan tetap akan djamin keselamatannya scbagai yang dijanjikan. Maka turunlahlah ketiga orang itu, yaitu Khubaib beserta dua orang sahabatnya. Para pemanah mendekati Khubaib dan salah seorang temannya, mereka menguraikan tali-temali dan mengikat keduanya. Orang ketiga yang melihat peristiwa itu menganggap sebagai awal pengkhiànatan janji, lalu ia memutuskan mati secara nekad sebagaimana dilakukan Ashim dan teman-temannya, maka gugurlah ía menemui syahid seperti yang diinginkannya. Khubaib dan seorang temannya yang seorang lagi, Zaid, berusaha melepaskan tali ikatan mereka, tetap tidak berhasil karera buhulnya yang sangat erat.
Keduanya dibawa leh para pemanah durhaka ke Makkah. Nama Khubaib menggema dan tersiar ke telinga orang banyak. Keluarga Harits bin Amir yang tewas di Perang Badr cepat mengingat nama itu dengan baik, suatu nama yang menggerakkan dendam kebencian di dada mereka. Mereka pun segera membeli Khubaib sebagai budak Untuk melampiaskan seluruh dendam kebencian mereka kepadanya. Dalam hal ini mereka mendapat saingan dari penduduk Makkah lainnya yang juga kehilangan bapak dan pemimpin mereka di Perang Badr. Terakhir mereka merundingkan semacam siksa yang akan ditimpakan kepada Khubaib untuk memuakan de ndam mereka, bukan saja terhadapnya. tetapi juga terhadap seluruh kaum Muslimin. Dan sementara itu, golongan musyrik lainnya melakukan tindakan kejam pula terhadap teman Khubaib, Zaid bin Ditzmah, yaitu dengan menyula (menusukkannya hingga tembus ke bagian atas badannya).
Orang-orang musyrik menyampaikan berita kepada Khubaib tentang tewasnya serta penderitaan yang dialami sahabat dan saudaranya, Zaid bin Ditsinna. Mereka mengira dengan itu dapat merusakkan urat .syaratnya serta membayangkan dan merasakan derita dan siksa yang membawa kematian kaumnya ini. Mereka tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan sakinah dan rahmat-Nya. Tetapi mereka terus menguji keimanan dan membujuknya dengan janji pembebasan, seandainya mereka mengingkari Muhamnmad dan sebelum itu Rabbnya yang telah diimaninya. Tetapi usaha mereka tetap gagal. Keimanan Khubaib terlalu kuat dan tidak mudah goyah, bahkan kian bercahaya. Dan tatkala mereka telah berputus asa dari apa yang mereka haeapkan, Khuhaib diseret dan dibawa ke suatu tempat yang bernama Tan’im, dan di sanalah ia menerima ajalnya.
Sebelum mereka melaksanakan itu, Khubaib minta ijin kepada mereka untuk melakukan shalat dua rakaat. Mereka mengijinkannya dan menyangka bahwa rupanya sedang berlangsung tawar-menawar dalam dirinya untuk menyerah kalah dan menyatakan keingkarannya kepada Allah, kepada Rasul, dan kepada agamanya. Khubaib pun shalat dua rakaat dengan khusyuk, tenang, dan hati yang pasra.
Setelah selesai mengerjakan shalat, Khubaib memandang ke arah para algojo, lalu katanya kepada mereka, Demi Allah, kalau bukanlah nanti ada sangkaan kalian bahwa aku takut mati, niscaya akan kulanjutkan lagi shalatku,” Kemudian diangkatnya kedua pangkal lengannya ke arah langit, lalu memohon, Ya Allah, susutkanlah bilangan mereka dan musnahkan mereka sampai binasa” Kemudian diamat-amati wajah mereka disertai suatu keteguhan hati, lalu ia bersyair,
Mati .. bagiku tidak menjadi masalah, Asalkan ada dalam ridha dan rahmat-Nya, Dengan jalan apa pun kematian itu terjadi, Asalkan kerinduan kepada-Nya terpenuhi. Aku berserah diri kepada-Nya, Sesuai dengan takdir dan kehendak-Nya, Semoga rahmat dan berkah Allah tercurah, Pada setiap sobekan daging dan tetesan darah.
Selanjulnya mereka menyiapkan pelepah-pelepuh kurma untuk membuat salib besar. Khubaib disandarkan dengan diikat kuat setiap bagian ujung tubuhnya. Orang-orang musyrik itu sungguh-sungguh amat buas. Mereka melakukan segala kekejaman yang mendirikan bulu roma. Para pemanah silih berganti melepaskan anak panahnya ke tubuh Khubaib bin Adi. Kekejaman mereka sampai di luar batas kemanusiaan. Dan dengan perlahan-lahan Khubaib tidak berdaya karena kekejaman itu. Tetapi ini tidak memicingkan mata dan tidak pernah kehilangan ketuguhan hati, Anak-anak panah yang tertancap ke tuhuhnya dan pedang-pedang yang menyayat dagingnya tidak mampu meruntuhkan keteguhan hatinya.
Inilah peristiwa yang pertama dalam sejarah bangsa Arab. Mereka menyalib seorang laki-laki kemudian membunuhnya diatas salib. Di kala itu salah seorang pemimpin Quraisy mendekatinya sambil berkata, ‘Sukakah engkau. Muhammad menggantikanmu dan engkau akan sehat wal afiat bersama keluargamu’ Mendengar pertanyaan itu Khubaib bangkit. sekalipun tidak ada tenaga lagi Namun seolah-olah tenaganya pulih kembali. Laksana angin kencang ia berseru, “Demi Allah, tidak sudi aku selamat bersama istri dan anakku .menikmati kesenangan dunia, sementara Rasulullah tertimpa musibah walau sepotong duri”.
Kalimat dan kata-kata hebat itu sebelumnya juga diucapkan Zaid bin Ditsinnah. Kata-kata yang mempesona itu menyebabkan Abu Sufyan, yang kala itu belum memeluk Islam, mempertepukkan kedua telapak tangannya sembari berkata kepada penganiaya, belum pernah kulihat manusia yang lebih mencintai manusia lain, seperti halnya sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad. Kata-kata Khubaib itu bagaikan aba-aba yang memberi keleluasaan begi anak-anak panah dan mata-mata pedang untuk menancap dan menggores tubuh sang jundullah dengan segala kekejaman dan kebuasan. Orang-orang kafir puas dan riang gembira melihat kematian Khubaib, Ruh sang jundullah ini perlahan-lahan meninggalkan tubuhnya yang tercabik mengerikan. Orang-orang musyrik pun kembali ke Makkah dengan kedengkiannya, setelah meluapkan dendam kesumat kepada Khubaib Dan tinggallah jasad Khubaib yang syahid itu dengan dijaga oleh para algojo yang bersenjatakan tombak dan pedang.
Kematian Khubaib itu pun didengar Rasulullah saw, sebagaimana sebelum dia meninggal pernah berdoa, “Ya Allah, kami telah menyampaikan tugas dari Rasul-Mu, maka sampaikan pula kepadanya esok, tindak orang-orang yang menganiaya kami”. Doanya itu dikabulkan Allah. Sewaktu Rasulullah saw di Madinah, tiba-tiba diliputi suatu perasaan dalam hatinya, kemudian memberitahukan bahwa para sahabatnya dalam bahaya, dan terbayanglah bahaw tubuh salah seorang dari sahabatnya itu ada yang disalib. Dengan secepatnya beliau memerintahkan Miqdad bin Amar dan Zubair bin Awwam untuk mencari sahabatnya yang gugur itu. Keduanya segera menunggang kuda dan memacunya dengan kencang. Dan dengan petunjuk Allah mereka menemukan Khubaib bin Adi yang gugur di atas kayu salib, Mereka menurunkan mayat itu dan menguburnya di bumi Allah yang suci. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan karunia kepadanya.
0 komentar: