Muqaddimah
Politik menurut beberapa ahli berasal dari kata Polis. politea diartikan sebagai negara kota. Asal usul kata ini diambil dari peristilahan bahasa Yunani, yang oleh gerakan Zionis Internasional dljadikan basis perkembangan budaya modern yang paling solid. Anehnya. dalam pembahasan-pembahasan ilmu politik tak satu pun yang merujuk perkembangan peradaban Timur secara detail. Kalaupun ada pembahasan perkembangan peradaban bangsa Timur (Islam),kemurniannya telah sirna dikebiri kaum orientalis. Demikian pula pembahasan-pembahasan Ilmu lainnya tidak sepenuhnya disajikan sebagaimana penulis aslinya. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, pembahasan Ilmu sosial dan filsafat telah hilang makna religiusnya. Padahal dalam bahasa aslinya pembahasan sebagian pakar Barat tidak seluruhnya melepaskan diri dari nilai-nilai agama (kristen).
Hal seperti ini jelas merugikan dunia ilmu pengetahuan sendiri, khususnya kalangan terpelajar dan lntelektual. Mereka jadi jauh dari agama, bahkan tidak jarang yang memusuhi agama. Maka bermunculan para teknokrat dan konseptor sosial yang menolak peranan agama dalam dunia modern.
Andaikata penolakan terhadap agama tersebut memiliki dalil dan bukti yang kuat, barangkali tidak akan mengundang masalah. Kenyataannya tidak demikian, justru anggapan seperti itu (anti agama), telah melahirkan peradaban tanpa arah, selain ikut hancur bersama hancurnya alam bendawi.
Barat sekuler saat ini telah mengalaml krisis yang paling berbahaya, tatanan dunia sosial mereka terancam hancur total setelah melaksanakan prinsip anti agama dalam tatanan kehidupan sosialnya. Tiggal menunggu waktu kapan budaya sekuler itu akan hancur total bersama punahnya sistem kapitalisnya.
Menggugat Arti Politik
Istilah politik hingga saat ini belum ada keseragaman untuk memberikan makna yang tunggal. Seperti istilah ilmu sosial lainnya. ilmu politik belum memiliki arti tunggal. Dengan demikian, pengertian tentang politik masih beragam pula para ahli memberikan pengertiannya. Bahkan ada segolongan pakar yang tidak memberikan arti terhadap istilah politik, pasalnya politik bersifat temporer serta tidak memiliki sistematika ilmiah. Dan keadaan seperti itu kemudian politik tidak digolongkan ke dalam disiplin ilmu sosial. Politik hanyalah seni memerintah, tidak memiliki dasar Ilmu yang sistematik. Yang lainnya memberikan pengertian antara Ilmu politik dan poiltik itu sendiri. Politik boleh jadi tidak memiliki sistematika sendiri, dan bersifat temporer. Tetapi Ilmu politik memiliki sistematika dan dasar berpijak ilmiah.
Maka yang sering diartikan politik itu kotor adalah pengertian politik secara praktis bukan politik secara konsepsional, atau politik secara ilmu. Anggapan ini menunjukkan adanya kesenjangan antara teori dan fakta, antara pernyataan dan kenyataan. Kesenjangan antara pernyataan dan kenyataan menunjukkan adanya ketirnpangan teori kebenaran. Setiap kebenaran tentunya terkait dengan kenyataan, baik langsung maupun tidak. Jika pada kenyataannya ternyata terjadi ketimpangan kebenarannya dapat diragukan.
Seharusnya, jika politik adalah sebuah ilmu yang modern baik secara konsepsional maupun praktis harus ada keseimbangan,, setidaknya secara konsepsioanal terdapat rumusan yang jelas (ilmiah), agar dalam pelaksanaannya dapat dipedomani. Melihat praktiknya di berbagai belahan dunia, arti politik agaknya cenderung megnacu kepada pengertian praktis. Yaitu politik merupakan alat rnendongkrak kekuasaan yang ada untuk kemudian Ia sendiri (politikus, politisi), ambil bagian dalam sistem baru yang diperjuangkannya. Dalam hal ini ambisi kekuasaan merupakan faktor utama dalam dunia politik Dari ambii inilah kemudian muncul keserakahan pribadi, atau kelompok. Sepertinya nafsu berkuasa mendapat jembatan dari dunia politik,, secara psikologis hal ini membahayakan nafsu serakah manusia. Terlebih lagi bila sang politisi sama sekali buta agama dalam praktiknya, yang penting ideologi politiknya dijadikan opini publik.
Tragedi yang paling mengerikan akibat gejolak politik ialah kasus Gerakan 30 S/PKI, mereka memaksakan ideologi Komunis anti agama di Indonesia. Karuan saja, karena idedogi dasarnya anti agama. moral bagi mereka itu tidak pernah ada. Yang penting tujuan tercapai,, soal cara bukan masalah. Jalan apa saja boleh, bi\la perlu taktik adu domba dipergunakan untuk melemahkan ummat. Mungkin pada saat ini gejolak politik yang kentara tak ada lagi, malah sebaliknya yang muncul kepermukaan gerakan politik sosial. Selalu menjanjikan pembelaan terhadap rakyat. itu motif yang muncul. Tetapi dibalik kata dan perbuatan mereka masih terdapat tujuan yang sesungguhnya. Mereka sajalah yang tahu dengan sesarna pepentolnya yang tentu saja tujuan mereka semua jauh sebelum dirancang telah diketahui oleh Allah swt.
Ciri khas gerakan politik adalah soal kepemimpinan, ide kepemimpinan menjadi sangat penting bagi mereka. Seolah-olah manusia hanya dapat dikuasai dengan terbentuknya kepemimpinan, terlepas suka atau tidak sukanya masyarakat yang dipimpinnya. benar atau tidaknya kepemimpinan itu.
Politik bila sudah seburuk ini, kondisinya bisa memperalat agama untuk mendapatkan dukungan masyarakat yang penting buat orang-orang politik, lepas pada soal setuju tidaknya dia pada kebiasaan suatu masyarakat. Asal saja mendapat dukungan maka bisa berbuat apa saja yang disenangi masyarakat.
Dunia politik sering dijadikan tindakan balas dendam, karena satu dari lain hal.
Masih ingat keganasan Komunis Madiun, sekitar tahun 1948-an betapa banyak kaum santri yang jadi korban. Padahal mereka sama sekali tidak berbuat aniaya terhadap barisan komunis. Bila ternyata dalam ideologinya berbeda, itu sebuah kenyataan sosial, tidak mungkin dalam suatu tata kehidupan sosial hanya ada satu keyakinan masyarakat. Terutama yang erat kaitannya dengan sistem pemerintahan.
Namun jalur yang ditempuh dunia politik amoral telah memperburuk wajah mereka sendiri. Setiap lawan ideologi adalah musuh yang harus dibasmi sampai ke akar-akarnya. Faham ini akhirnya memasukkan manusia ke dalam jebakan syetan la’natulla alaih. Syetan yang telah menipu bapak manusia Adam as dan ibu manusia Hawa as. Agaknya dunia politik semakin suram bila tetap dalam kondisinya untuk tidak mau menerima nilai moral sebagai titik optimalisasi dalam memerintah. Pemerintahan yang berwibawa di mata masyarakat bukan pemerintahan yang dipaksakan oleh kekuatan apapun. Karena paksaan akan melahirkan ketidak puasan,. ketidak puasan ini pada akhirnya akan membentuk kekuatan baru untuk menentang kekuasaan yang ada.
Terlalu banyak kasus politik yang harusnya menjadi pelajaran bagi manusia yang berfikir. Sungguh sayang, hanya sedikit manusia yang mau mempergunakan akalnya secara benar. Mereka kebanyakan telah salah mengambil sikap berfikir. Menjadikannya dunia alam yang abadi, tempat asli hidup manusia. Terbukti dari model berfikirnya yang selalu berorientasi kepada soal-soal keduniaan. Mereka lupa. bahwa setinggi apapun rumusan politik yang bakal digelar, di atas itu semua masih tetap ada yang Maha Agung yaitu Allah swt. siapa yang lebih berkuasa di atas bumi ini, manusi.a ataukah Dia?
Dampak psikologis politik menimbulkan kecongkakan diri, merasa berkuasa, dan cenderung berbuat sewenang-wenang. Sekalipun ada aturan hukum yang mengaturnya, karena dalam praktik kekuasaan Yudikatif tetap masih terpengaruh oleh kekuasaan eksekutif.
Kalaulah dunia politik dibiarkan tanpa ada arahan moral, keberadaannya dalam tatanan sosial tidak akan melahirkan sebuah wujud masyarakat yang tertib, dan adil. Setiap saat akan terjadi pertentangan yang hebat, bahkan silih fitnah diantara tokoh politik bukan persoalan baru.
Mungkinkah dunia modern, dengan sama modernnya mampu melahirkan masyarakat beradab andaikata dibangun oleh manusia yang tidak kenal budi pekerti Boleh jadi aturan formal itu ada, namun apa artinya bila sang penggerak pembangunan sudah punya jiwa hipokrit, kemunafikan tersebar dimana-mana, lain di mulut lain di hati, lain pula dalam praktiknya.
Kejahilayahan di masa silam itupun bukan berarti masyarakat, dan para tokoh mereka itu buta akan nilai-nilai kebaikan (moral, etika, kesopanan dll), namun nilai-nilai tersebut tidak bisa dijadikan top model dalam kehidupan masyarakat. Tidak heran apabila kebanyakan orang di zaman Nabi saw. masuk Islam lantaran akhlaq beliau yang mulia. Mereka sendiri tahu prilaku baik, pekerti terpuji, tetapi praktiknya berjauhan dengan perkataannya. Dari sana tumbuh kejemuhan beragama yang tidak berwujud, stagnasi ini dialami oleh ahli Kitab. Masyarakat ahli Kitab terutama tokoh-tokoh mereka tahu persis isi kitab mereka, bahkan berita kedatangan Muhammad saw, sebenarnya telah mereka ketahui. Namun karena nafsu dan tipu daya syetan melalui ambisi kekuasaannya, akhirnya ia memperalat agama sebagai ajang politik praktis. Masyarakat mereka enggan masuk Islam bukan tidak tahu Islam Itu agama paling lengkap, agama paling akhir namun kedengkian mereka yang menutup hati mereka sendiri.
Agama sekalipun jika sudah diartikulasikan dengan arti politik akibatnya akan lain. Makna agamanya hilang yang tersisa adalah arti politiknya. Keadaan seperti itu sangat berbahaya, bisa mengkaburkan nilai-nilai keagamaan setara dengan arti politik. Ada baiknya bila ambisi politik tidak membawa-bawa nama agama, apa pun bentuk agamanya terlebih-lebih Islam. Islam tidak selalu identik dengan politik praktis khususnya. Bila ternyata politik praktis telah merusak sendi-sendi pokok agama.
Kepada ummat, agar berhati-hati dalam menelusuri dunia politik, sekiranya suatu perkara belum jelas. Jangan mau melibatkan diri, akhirnya akan merusak citra agama kita sendiri. padahal tujuan politik paradoksal dengan tujuan agama,
Politik Nakal
Gambaran tentang politik nakal lebih mudah didata pada saat ini ketimbang waktu-waktu sebelumnya. Fenomena ini jelas terlihat dalam kehidupan sosial masyarakat sekuler di manapun berada. Baik pada pribadi, keluarga, maupun masyarakat, dan ummat dalam arti yang lebih luas.
Larasati Pujidewanti dalam bukunya Kenakalan Pada Kalangan Orang Dewasa memberikan sedikit nuansa baru dengan batasan kenakalan yang diartikannya sebagai aksi negatif. Nakal asalnya dari ana dan akal, ana itu ada akal itu cara, sesuatu yang wajar, sesuatu yang umum terjadi, Jadi nakal sebutan bagi mereka yang banyak caranya, banyak aksinya dalam perkara negatif.
Sulit bisa menerima pada saat ini bahwa politik itu bersih, atau setidaknya politik itu ilmu. Di semua belahan dunia politik mengalami nasib malang, secara praktis belum ada saat ini politisi sekuler yang memperlihatkan praktik politik etik. Ada sebagian politisi unggulan dalam hal moral, akan tetapi mereka adalah sosok alim Islam. Jadi bukan politisi pada umumnya (sekuler)., sebagaimana para politisi dunia. Mereka hanya menjadikan agama sebagai pelarian mental, apabila mengalami kegagalan karna politiknya, atau menjadikan agama basis politiknya.
Ketimpangan terjadi di sana-sini, aturan hukum yang ada dan berlaku banyak mengalami penyimpangan. Terjadinya kolusi menjadikan hukum benar-benar tidak dapat berfungsi. Aturan yang ada tidak berdaya manakala kelompok manusia sudah bersepakat menyimpangi undang-undang yang ada. Pernyataan Qur’an dalam surat al An’am sungguh tepat, apabila manusia mengikuti kebanyakan orang niscaya Ia akan tersesat (116), karena terbukti ternyata mayoritas manusia tidak menjadi jaminan adanya suatu kebenaran. Yang terlihat sebaliknya, dan mayoritas kualitas tidak terjamin. alias alhaq tidak tegak.
Kritikan tajam tokob modern pemikiran Islam Pakistan Ali Jinah menjadi bukti bahwa undang-undang buatan manusia mudah sekali disimpangi. Hal itu terjadi karena tidak ada kontrol dari Ilahi yang mengetahui segala sesuatu. Otak manusia sudah dirusak oleh virus empirik, yang segalanya serba nyata (ada). Sesuatu bentuk maya (ghaib), tidaklah diyakini sebagai suatu yang pasti.
Dampak buruknya masyarakat berfaham materialisme, tidak percaya kepada agama dalam arti sempurna (hati. ucapan, dan laku perbuatan), sebab iman tidak bisa dipotong-potong. Hanya hati, atau ucapan saja, sedangkan perbuatan bertolak belakang dengan kenyataan. Politik nakal timbul akibat ambisi nafsu berkuasa. tidak disadari di samping ada dorongan nafsu berkuasa manusia ini harus memenuhi etika dasarnya. yaitu berprilaku sebagai manusia, bukan hewan. Keinginan berkuasa pada diri seseorang adalah sesuatu sifat dasar manusia yang tampaknya sulit dibendung. Mungkin sedikit sekali jiwa manusia yang tidak ingin berkuasa atas sesuatu.
Lemahnya otak dalam memahami kadar kejiwaan pribadi menjadi penyebab hilangnya kendali diri. Dan ketidak beradaan kendali diri itulah lantas orang mengira apa yang datang dari dalam dirinya adalah sesuatu yang benar yang harus ditegakkan dan diakui secara publik. Apapun risikonya, asalkan diri senang, hati riang, tidak ada soal orang lain menderita akibat ulahnya itu.
Politik Akal
Politik akal adalah politik dinamik, perkembangan politik modern yang memperhatikan nilai-nilai moral. Sejarah telah membuktikan adanya perkembangan politik sekuler telah mendatangkan banyak kerugian. Hanya elit politik tertentu saja kelompok manusia pencapai kemakmuran materi.
Dari perjalanan sejarah itu masyarakat dikritik oleh Qur’an, supaya perjalanan sejarah manusia dl masa silam menjadi bahan pelajaran di hari kemudian. Dialektika sejarah bisa terjadi, tapi untuk memberikan muatan moral sejarah tidak bisa hanya mengikuti arus synthese dan antythese historika itu sendiri.
Nilal religius yang murni datang dari langit harus menjadi otak sejarahnya sendiri, sutradara Ilahi harus menjadi titik jalan memperbalki sejarah masa depan. Mayarakat bisa berusaha menentukan garis sejarahnya tetapi tidak dapat dipastikan keberhasilannya. Masyarakat sebatas berusaha (berikhtiar), Allah yang menentukan garis yang sesungguhnya. Jadi tugas masyarakat Ialah harus berikhtiar, sedangkan keberhasilan garis sejarah dalam kekuasaan Khaliq.
Tidak semua tokoh Barat anti agama, dalam dunia politik yang kemudian mereka memahami arti theologika. Tokoh Barat masih ada sebagian kecil yang menjadikan agama sebagai jalan tunggal menempuh kehidupan di alam dunia ini, Sayangnya jumlah mereka kecil, kemudian tidak jelas sistem ke-Tuhanan yang dianutnya. Jika menganut sistem ke-Tuhanan Kristiani jelas tidak sejalan dengan sains modern. Wajar bila mereka masih berorientasi Kristiani karena Islam belum bisa mereka terima dengan baik. Akibat ulah politisi Barat sekuler yang bergandengan tangan dengan Zionis Internasional mereka kaum intelektual Barat dikebiri pengetahuan Islamnya. Tentu kesan pada jiwa mereka akan lain. Islam dilarang masuk sedangkan keyakinan kristiani tidak masuk akal, terlalu banyak dogmatisme padahal masih dalam obyek materia aqliyah, bukan diktum ghaib, yaitu bagian-bagian penting inti agama.
Jadi politik akal adalah sistematika ilmiah politik yang mau memperhatikan antara pernyataan dan kenyataan,. sekalipun antara keduanya tidaklah pasti suatu yang benar. Setidaknya hubungan antara pernyataan dan kenyataan harus terjadi harmonis, tidak sebelah menyebelah.
Nilal-nilai moral dalam masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan kebijaksanaan dalam mengambil suatu keputusan. Bahkan jika ternyata terjadi pertentangan antara kepentingan yang ada dalam lingkup dunia politik harus mengutamakan nilai moral suatu masyarakat ketimbang kepentingan politik yang temporer dan sepintas.
Seperti putusan politik tentang undang-undang pers, pers adalah alat pembangun bangsa. Sekalipun nilal pornografi ternyata lebih menguntungkan pihak pers (insan pers), akan tetapi kepentingan.moral suatu bangsa harus diutamakan. Jika nyatanya orang-orang pers tidak segera bertumpuk kekayaan, harus difikirkan dalam-dalam, keuntungan dunia material hanya sepintas. Tetapi generasi penerus bangsa ini akan hancur bersama hancurnya otak kebudayaan bangsa yaitu moralitas yang jelas.
Pertimbangan moral harus di atas segala-galanya dalam dunia politik akal, dan hal itu akan memaksa kaum politisi untuk memahami dan melaksanakan nilai-nilai agama. Karena mustahil seorang politisi mampu mengutamakan nilai moralitas apabila tidak memiliki pemahaman ke-Agamaan yang benar.
Jujurlah pada diri! tidak pernah akan ada politisi berbudi pekerti luhur Sementara ia anti agama. Setiap tokoh yang anti agama dalam hidupnya tidak pernah akan melahirkan ketenangan bagi masyarakatnya. Buat dirinya sendiri dia masih dalam alam yang gelap, manalah mungkin ía mampu menjadi lentera orang lain jika diririya sendiri kegelapan.
Diakui oleh para ahli bahwa kemampuan ratio manusia sekalipun dipadukan dengan hati untuk menghasilkan budi pekerti namun hasilnya tetap saja relatif. Memang manusia diciptakan itu bukan untuk menciptakan kebenaran hidup, tugasnya hanya selaku Khalifah fil ardhi. Bawahan Allah langsung, logis kalau ternyata kemampuan rationya terbatas.
Emmanuel Kant tokoh pemikir Jerman yang juga filosof mengakui keterbatasan ratio manusia. Katanya akal budi manusia memang benar menghasilkan sesuatu yang benar, akan tetapi tak bisa memastikannya, kebenaran akal budi hanyalah kebetulan hasil menyimpang dari eksperimental. Pada penghujung pemikiran Kant berkata, “Terpaksa harus berhenti berfikir, untuk memberikan pintu bagi keimanan di hati”, dengan tulus Kant berkata demiklan. Sayangnya sifat dasar hati tokoh Kant tidak mendapatkan cahaya Islam, ía tetap sebagai tokoh Kristiani. Setidaknya bentuk pemikiran Kant telah memberikan gambaran jelas bahwa kemampuan akal manusia itu terbatas.
Francis Bacon pelopor filosof baru berkebangsaan Inggris, menyebutkan filsafat yang picik membawa manusia bersikap atheisme, sedangkan filsafat yang mendalam membawa manusia pada sebuah agama. Jadi titik optimal ilmu pengetahuan maupun filsafat penghujungnya membawa kepada agama.
Sayang dalam referensi terjemahan bahasa Indonesia banyak yang tidak autentik sebagaimana bahasa aslinya. Tampaknya ada pihak ketiga yang mengemban misi tertentu yang belum dapat diketahui di mana sumber pokoknya. Secara ilmiah memang terjemahan-terjemahan sebuah karya tulis diakui memiliki kelemahan. Tetapi kelemahan dimaksud bukan dalam perkara yang sudah jelas dan umum. Persoalanagama adalah persoalan yang umum dan baku, bila dihilangkan dalam karya terjemahan padahal aslinya memuat merupakan tindakan ceroboh. Dan sudah menyalahi prilaku akademis (berfikir), ilmiah sebagaimana yang logis terjadi dalam dunia akademika (ilmiah).
Jelas sudah bahwa politik akal mengarahkan pemikiran para politisi ke dalam gagasan politik etik, politik moral, atau politik budi pekerti. Namun adalah janggal dan mustahil bisa terjadi politik moral apabila dalam praktiknya para politisi menjauhi agama. Dari situ timbul dorongan bahwa politik akal harus merujuk ke dalam nilai-nilai agama yang pada suatu saat arti politik bisa digantikan oleh makna agama. Hanya agama wahyu (Islam), yang akan menggiring masyarakat supaya dapat mengembangkan akal budinya. Hidup dalam kemoderenan tetapi lekat dengan nilai-nilai agama. bukan sebaliknya malah mengobankan kepentingan agama.
Politik Dalam Renungan
Politik nakal jelas bertentangan dengan fitrah manusia, maka keberadaannya selalu akan mendatangkan berbagai macam persoalan tidak pernah akan melahirkan sebuah masyarakat yang aman, damai, tertib, dan adil. Para praktisi poiltik nakal sudah banyak dipentaskan perjalanan panggung sejarah. Bagaimana mereka akhirnya harus terkubur untuk selama-lamanya. Kalaupun harus dibuka dalam lembaran sejarah bangsa-bangsa stempel mereka adalah stempel buruk, jika bukan sosok otoritrr mereka adalah sosok pemimpin sekuler.
Konsep politik dalam Islam lebih akrab dengan Istilah siyasah. namun hemat penulis istilah siyasah tidak sama dengan peristilahan politik. Betapapun diusahakan mencangkok Istilah politik kedalam istilah siyasah tidak pernah akan berhasil. Sama dengan peristilahan demokrasi dan syura dalam Islam, keduanya mirip akan tetapi tidak sama.
Dalam praktiknya poiltlk bagi Muslimin tidak selamanya bisa dilaksanakan, bila suasana politik sudah tidak lagi menguntungkan untuk menegakkan agama, lebih-lebih pada negara anti agama berpolitik dengan penguasa seperti itu jelas hanya akan merugikan ummat saja. Pada keadaan seperti itu kehati-hatian seorang Muslim harus semakin ditingkatkan. Salah dalam memilih langkah terjebak dalam lingkaran syetan.
Jikalau kita renungkan maslahat dan madaharatnya terjun ke dunia politik baik konsepsional maupun praktis harus betul-betul memiliki modal keimanan yang kuat. Mereka yang berniat aktif di dalamnya semestinya telah memiiki modal pemahaman dan amal shaleh yang lengkap. Setidak-tidaknya loyalitas kepada nilai agama telah kentara, tidak sebaliknya loyal kepada pangkat.
Sebagai sempelnya bisa lihat bagaimana sikap Buya Hamka, Dr. Moh.Natsir, dan lain-lainnya. Mereka aktif di dunia politik tetapi keaktifannya itu bukan untuk jabatan atau dirinya sendiri namun guna ketinggian kalimah Ilahi. mereka sukarela melepaskan jabatan, bila ternyata tuntutan keadaan demikian, tidak mengorbankan kepentingan agama. Sikap politisi seperti mereka memang jarang sekali, yang ada scbaliknya. Agama hanya dijadikan identitas diri, nilal-nilainya sama sekali tidak diperjuangkannya, bila perlu malah dikorbankan bagi ambisi karirnya sendiri. Tidak heran apabila sebagian Muslimin tidak menyetujui adanya ulama terjun ke dalam dunia politik praktis.
Memang harus bisa melihat keadaan, bila aktifnya dalam dunia politik karena tuntutan ambisi sebalknya menata ummat itu jauh lebih utama. Jadi sosok alim yang ingin terjun ke dalam kancah dunia politik tidak untuk semua alim. Harus ada pembagian tugas mana alim yang cocok untuk terjun ke dunia politik, mana alim pengemban amanah Ilahi. Dengan tetap menjaga hubungan baik antara alim dibagian dalam (aktif di dunia politik), dan alim yang berada di bagian luar, (tetap menata ummat).
Kelemahan dalam managemen pembagian tugas ini akan melemahkan kondisi kaum Muslimin secara keseluruhan. Yang memang sudah lama tertidur dalam kepulasan. itu akibat tidak taat kepada garis ilahi Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. serta para shahabat beliau. Sesungguhnya manusia selalu dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh. Saling menasehati ke dalam kebaikan dan taqwa, saling mengingatkan dalam kemuliaan dan kesabaran, itutah sebaik-baik kepribadian hamba yang beriman.
Beramal shaleh, selalu memikirkan bagaimana kaum Muslimin itu supaya kembali sadar dan menyadari bahwa langkahnya selama ini telah keluar dari garis agama yang telah ditentukan oleh Allah swt. Seruan kembali kejalan Islam tidaklah cukup hanya melalui lisan, bentuk nyatanya melalui perbuatan sangat diperlukan bahkan inilah sebaik-baik bentuk da’wah yang riil dibutuhkan ummat Islam dewasa ini. Harus dan mesti disadari oleh setiap insan beeiman, agama adalah jalan hidup tunggal, bukan ideologi tandingan, bukan faham tandingan atas faham-faham yang telah ada. Akan tetapi agama mrupakan jalan keluar untuk mengatasi segala macam persoalan ummat manusia.
Menempuh jalan lain. hanya menghabiskan energi sementara hasilnya tidak pernah akan ada. Kenyataan yang menunjukkan demikian sejak dan zaman keruntuharmya ke-Khalifahan Muslimin sampai dengan hari ini. Makin jauh ummat dari Islam, keruntuhan peradaban makin dekat. Isyarat peradaban menunjukkan bahwa bumi hanyalah mau diatur dengan syari’at agama Islam, tidak bisa digantikan dengan aturan Lain. terlebih-lebih aturan buatan manusia itu sendiri.
Sebagai penutup uraian ini perhatikan firman Allah di bawah ini sebagai bahan renungan. adakah kekurangan dalam agama Allah :
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Daftar Pustaka
Al-Utsmain bin Muhammad, Syikh. Al-lbdaa Fi Kamaal Asy.Syar Wa Khathar Al-lbtidaa’, Darul Wathan. Riyadh, Cet. II, 1310 H.
Yusuf Harun, Muhammad, MA, Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid’ah Al-Sofwa, Jakarta. 1993 (terj.).
Al-Qardhawi. Yusuf, Prof. Dr. Al-Islam Khadharatul Ghad, Maktabah Wahba, Kairo, tt.
Maufur, Musthalah, MA, Islam Peradaban masa Depan, Terj. Pustaka Al-Kautsar, jakarta, 1996
Pujidewanti, Larasati. Kenakalan Pada Kalangan Orang Dewasa, PT. Golden Terayon Press, Jakarta, 1995.
Verkuyl. Fragmenta Apologetika, Jakarta. 1966.
Soedewo, P.K. Islam dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta. tt.
0 komentar: