Minggu, 26 Februari 2017

Potret Dunia Islam Kontemporer


Tidak dinafikan, jumlah ummat Islam di dunia adalah mayoritas. Hingga tahun 1990, jumlah kaum Muslimin tidak kurang dan 974.6 juta jiwa. Hanya saja, ketika disinggung peran mereka, terutama dalam percaturan dunia internasional, ummat Islam persis seperti yang pernah digambarkan dalam sebuah hadits Nabi. Di mana, ia telah menjelma menjadi buih. Tak berdaya, tak punya visi, dan cenderung diperankan, atau bahkan dipermainkan. Fakta tentang ketakberdayaan ummat Islam, sungguh sangat menumpuk. Bahkan tampak telanjang di depan mata kaum Muslimin, dan agaknya, mustahil bila kaum Muslimin tidak mengetahuinya. Hanya saja, seperti yang biasa terjadi, ummat Islam seakan kehilangan energi untuk berontak. Sekedar menunjukkan citra, jati diri dan kemandiriannya pun agaknya terlalu berat. Mungkin kaum Muslimin perlu merenung kembali.

Perlu melihat kekuatan yang sesungguhnya mereka pun juga. mestinva mereka sadar dengan potensi yang cukup hebat, yang dikandung dalam jasad negeri-negeri Islam beserta potensi ummatnya. Tudrus Nadzir Ahmad Khan, seorang sarjana Pakistan, adalah sekian dan sarjana Muslim yang merasa perlu menunjukkan kenyataan akan potensi yang dimiliki ummat Islam. Dan segi jumlah, ummat Islam tergolong mayoritas. Dan segi geografis, negeri-negeri Islam menempati dan menjadi tulang punggung bulatan bumi. Negeri-negeri Islam yang tergabung dalam lembaga internasional pun tak sedikit. Dari segi ekonomi, negeri-negeri islam boleh dibilang sawah ladangnya. Ahmad Khan masih juga memasukkan unsur humanisme berupa nor romantisme sejarah perjuangan kaum Muslimin dalam mencapai kejayaan, sebagai potensi yang tak kalah hebatnya. Yusuf Qardhawi masih pula menambahkan, katanya, kaum Muslimin punya warisan spiritual dan kultural yang tidak dimiliki Barat.Yang mereka sampaikan tidak salah. Dengan jumlah tak kurang dan 974,6 juta jiwa, berarti, sekitar 18,41% dari penghuni bumi adalah kaum Muslimin. Mereka bertebar di sabuk dunia yang memanjang dari Afrika Baratdaya hingga Asia Tenggara dengan menempati 1/4 dan luas daratan bumi. Sebuah kawasan yang cukup strategis dalam lintas dan jalur hubungan internasional.

Sementara itu, kekterlibatan negeri-negeri Islam dalam organisasi internasional pun cukup bisa diandalkan, Dan sekitar 54 negara yang kini tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), hampir semuanya masuk pula dalam organisasi dunia PBB. Kalau mereka diikat dengan aqidah dan visi yang sama, idealnya ummat Islam punya nilai tawar yang tidak rendah dalam mengambil berbagai keputusan penting di dunia ini. Bahkan dalam OKI sendiri dibentuk beberapa lembaga independen. Ada IDB (Islamic Development Bank), IRTI (Islamic Reseach and Training Institute), ICJ (Islamic Court of Justice) serta ISSF (Islamic Solidarity Sport Federation). Di antara empat lembaga independen yang besar itu, OKI masih memiliki 22 organisasi lani.

Dari sisi ekonoini, negeri-negeri Islam punya potensi yang luar biasa pula. Sekedar contoh, walau belum dikelolah dengan baik, sekitar tahun 80-an beberapa basil pertanian menunjukkan catatan yang cukup bagus. Karet alam yang dihasilkan negeri Islam, adalah sebanyak 80% dari total hasil dunia. Kapas 43%, coklat 48%, gandum 15%, kelapa 35%, buah zaitun 30%, minyak goreng 80%, dan gula sekitar 10%, bahkan 99% basil kurma dunia dihasilkan dari negeri Islam.
Begitu halnya dengan hasil tambang. Dan seluruh presentase hasil dunia 56% timah yang ada dihasilkan dari tambang negeri-negeri Islam. Chroom 45%, phosphat 25%, bauksit aluminium 23% dan minyak bumi sebesar 60%. Dari sekian hasil tambang ini, minyak yang dihasilkan negeri-negeri Islam di kawasan Timur Tengah punya peran yang cukup strategis dalam industri internasional. Dan tidak dipungkiri pula, industri di Barat (amat) sangat tergantung pada produksi minyak Timur Tengah. Dengan potensi ekonomi yang luar biasa seperti ini, ternyata negeri-negeri Islam bukanlah negeri-negeri yang utama dan masuk dalam kategori maju. Penelitian yang dilakukan oleh OKI yang kemudian dibukukan dalam “Science and Technology Issues for Development in The Muslim World” (1991), menunjukkan fakta itu.

Pada talun 1988, total GNP dari 45 negeri Islam dengan jumhah penduduk lebih kurang 926 juta adalah US $ 784,3 milliar. Ini sama dengan Prancis, padahal jumlah penduduknya hanya 55,9 juta. Yang berarti, hanya sekitar 4,4% dari GNP dunia. Bandingkan dengan negara industri yang telah menghasilkan 84% dari total GNP dunia. Sungguh sangat jauh. Bahkan GNP 12 negara Islam penghasil minyak pun masih kalah dengan GNP-nya Belanda dan Belgia. Dengan jumlah penduduk sekitar 135 juta jiwa, GNP ke 12 negara penghasil minyak adalah US $347 miliar. Sementara GNP Belanda dan Belgia adalah US $ 358 miliar.

Tidak hanya dari sisi ekonomi. Di bidang ilmu pengetahuanan teknologi, informasi, terlebih dalam menentukan kebijakan dunia, ummat Islam masih berada di garis belakang. Kalau Indonesia danTurki termasuk negeri Islam yang lumayan dalam kemampuan baca tulisnya, yakni sekitar 74%, tidak halnya dengan negeri-negeri Islam lainnya. Kalau negeri-negeri Islam di kawasan Arab ada sekitar 56%, maka di negeri-negeri Islam Afrika, jauh lebih memprihatinkan lagi. Yakni berkisar antara 22-32%. Bila pada abad pertengahan, pada saat Islam jaya banyak intelektual bahkan pendeta-pendeta Barat belajar ke dunia Islam, maka yang seperli itu kini berbalik. Kalau dulu ada Pierrele Aenere (1092-1156), Gerard de Gremane (1114-1187) serta Jerbert (yang kemudian menjadi Paus Roma tahun 999 M) harus menuntut ilmu di negeri Islam, kini tak terhitung lagi sarjana Muslim yang belajar ke Barat.

Sementara, kalau sekarang ada kecenderungan menyamakan terorisme, fundamentalis dan ekstremisme dengan Islam, ini pun sesungguhnya hanyalah sebuah dampak bahwa informasi dunia kini cenderung dipegang oleh orang-orang selain Islam. Celakanya, tidak sedikit dari kaum Muslimin yang termakan informasi (negatif) Barat. Dalam KTT OKI di Casablanca akhir 1994, peserta sepakat menuding “ekstremisme” Islam saudara mereka sendiri sebagai kelompok yang menjadikan Timur Tengah kacau. Tentu ini tak beda dengan KTT internasional Anti Teronisme di Sharam El Sekh Mesir (13 Ma ret 1996) yang disponsori Amerika dan Israel. Di mana, peserta konferensi lagi-lagi mendiskreditkan kaum Muslimin (yang “serius) sebagai “teronis”. Kondisi demikian, adalah gambaran sederhana akan kekalahan ummat Islam sekarang.
Bahkan, ketidakberdayaan ummat Islam semakin lengkap tampak dalam kebijakan internasional.

Keterlibatan mereka dalam PBB, atau yang (mestinya) lebih independen misalnya dalam OKI, ternyata tidak banyak mendatangkan manfaat bagi negeri-negeri Islam. Pada faktanya, mereka sama sekali tak punya peran. Dan agaknya memang betul-betul sudah tak berdaya. Kalau mereka punya peran dan berdaya, adalah satu hal yang aneh bila mereka merelakan Amerika memveto tak kurang dari 30 resolusi yang mengritik Israel. Inilah yang kini terjadi. Bagaimana mungkin ummat islam tetap tersubordinasi oleh kekuatan lain dengan potensi yang mestinya luar biasa seperti itu? Entahlah. Yang pasti, peta kekuatan ummat Islam cenderung, bahkan semakin menurun pasca tumbangnya kepemimpinan ummat Islam di Turki (1924). Mungkin untuk sementara, kita lupakan sejenak revolusi 1924 yang tragis dan pahit itu. Lantas kita alihkan perhatian pada kondisi ummat masa kini dalam konteks kehidupan bermasyarakat.

Ternyata, keprihatinan kita belum berakhir. Islam tak juga tampil sebagai kepemimpinan ideologis dalam masyarakat. Dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, politik dan hukum, tak banyak di antaranya yang merujuk pada Islam. Kalaupun masih ada yang menonjol, ini hanya dalam aspek ritual atau ibadah semata. Kalau dalam dunia internasional ummat Islam cenderung tak berdaya. Sementara dalam masyarakat kepemimpinan ummat juga tidak mampu direbut sepenuhnya oleh Islam. Agaknya bagi yang sadar, air mata kesedihan itu pasti tak hendak terbendung manakala melihat kualitas individu kaum Muslimin saat ini. Iman Sebagai benteng terakhir kaum Muslimin, pada faktanya banyak yang tumbang. Untuk mencari kaum Muslimin yang betul-betul kaffah, untuk mendapatkan kaum Muslimin yang rindu dan gelisah ketika tidak diatur dengan hukum-hukum Islam, agaknya sangat sulit. Karenanya,, jangankan merebut kepemimpinan ummat. Pada aspek individu sekalipun, ajaran-ajaran islam belum terintegrasi secara benar dalam kehidupan sehari-hari. Alhasil, di antara kemajuan-kemajuan yang digapai ummat Islam dalam masa yang terlanjur disebut sebagai era kebangkitan Islam ini, kaum Muslimin tetap harus prihatin.

Inilah sesungguhnya potret nyata dunia Islam saat ini. Di antara sekian potensi yang dimiliki, sungguh, ummat islam kini masih terlelap dan terbuai. Persis, seperti yang disampaikan Arnold Toynbee (sejarawan-orientahis Barat), bumi Muslimin saat ini sedang tertidur, sebagai ahlul kahfi”.
Namun demikian, Toynbee sendiri percaya bahwa saatnya nanti kaum Muslimin akan terbangun dari tidurnya, dan menjadi ancaman bagi Barat. Tonybee bisa jadi betul. Cepat atau lambat, atas idzin Allah ummat Islam pasti akan kembali menggapai kejayaan dan kemenangannya diantara ag ama yang lain. Allah swt. berfirman: 

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Artinya: Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai (QS. at -Taubah 33).

Atau dalam surat an Nur: 55: 
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. an-Nur: 55)

Hanya saja, semuanya kembali kepada keseriusan kaum Muslimin. Dan ini, setidaknya harus diawali dengan sebuah revolusi kesadaran. Sebuah revolusi yang mampu menggelorakan pemikiran dan jiwa, serta semangat Islam dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana dulu Rasulullah pernah membina dan membangun ummatnya.

Karenanya, pemikiran ummat harus diubah berdasarkan aqidah Islam, Sehingga Islam betul-betul menjadi darah dan daging dalam nafas hidup keseharian. Cinta materi (dunia) dan ketakutan terhadap maut yang dibangun di atas fundamen kapitalisme, harus segera ditumbangkan. Selanjutnya ummat Islam harus melebur di tengah komunitas dalam mengemban misi dakwah, untuk selanjutnya mengarahkan dan merebut kepemimpinan berfikir masyarakat berdasarkan Islam. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah, pada fase terakhir, ummat Islam harus pula membangun masyarakat ini dengan mengembalikan semua permasalahan pada hukum syara’. Secara singkat, inilah yang mestinya dilakukan oleh ummat Islam saat ini.
Alhasil, kebekuan dan kejumudan ummat dewasa ini harus segera berakhir. Ummat Islam harus betul-betul mayoritas dalam jumlah dan kualitas. Kalau tidak, ummat Islam pasti akan, dan senantiasa menjadi buih nan langgeng dalam ketidakberdayaan.

0 komentar: