Sabtu, 15 April 2017

Loyalitas Ganda Merusak Kehidupan


Latar Belakang
Pihak Quraisy telah melanggar perjanjian gencatan senjata yang tertuang dalam kesepakatan Hudaibiyah. Rasulullah saw. segera memutuskan untuk menyerang kota Makkah. Beberapa orang sahabat terkemuka, salah seorang diantaranya adalah Hathib bin Abi Balta’ah, dipanggil untuk merundingkan rencana ini. Nabi saw. mengharapkan agar rencana besar ini tidak sampai terdengar oleh musuh. supaya kaum Muslim dapat menaklukkan kota Makkah dengan tiba-tiba sehingga tidak akan terlalu banyak menumpahkan darah. Beliaupun berdoa:

“Ya Allah. rahasiakanlah kabar (rencana kami) ini dari mereka”.
Selanjutnya Rasulullah saw. mengutus satuan pasukan dibawah pimpinan Abu Qatadah bin Rab’y ke perkampungan yang terletak antara Dzu Khasyab dan Dzul Marwah. Satuan ini dikirim dengan maksud mengalihkan perhatian orang agar tidak tertuju ke Makkah. Anggota-anggota pasukanpun mendapat tugas untuk menyobarluaskan berita itu kemudian setelah sampai di tempat yang dimaksud mereka diminta untuk menyusul Nabi saw. bersama kaum Muslim meriuju ke Makkah.
Menggagalkan Pembocoran Rahasia
Segala sesuatunya dipersiapkan. Para sahabat menyambut gembira rencana serangan ini. Dalam pada itu, tiba-tiba Nabi saw. memerintahkan Ali bin Abi Thalib, Abu Murtsid, dan Zubair bin ‘Awwam mengejar seorang perempuan Musyrik yang baru saja meninggalkan Madinah untuk suatu keperluan, pulang menuju Makkah. Berdasar ilham yang diterimanya perempuan itu membawa sepucuk surat rahasia yang ditujukan kepada tokoh-tokoh Quraisy. Kepada mereka beliau memerintahkan:
“Berangkatlah kalian menuju ke Raudhah Khakh. karena di sana ada seorang wanita dari kaum Musyrik yang membawa surat Hathib bin Abi Balta’ah yang ditujukan kepada kaum Musyrk”.
Perintah dilaksanakan dengan baik dan mereka berhasil menangkap perempuan tersebut tepat di tempat yang ditunjuk Nabi saw. Semula ketika ditemui dan ditanya tentang surat Hathib perempuan itu berusaha menyangkal, tetapi setelah sedikit dipaksa akhirnya mengaku dan menyerahkan surat tersebut. Para utusan kembali dan menyarahkan surat itu kepada Nabi saw. Ternyata benar bahwa surat itu memang dari Hathib untuk pemimpin Quraisy. Dalam surat itu tartulis:

Dari Hathib bin Abi Balta’ah, untuk penduduk Makkah: Ketahuilah bahwa Rasulullah saw. bermaksud (menyerang) kamu. maka waspadalah.
Kemarahan Umar bin Khath-thab
Umar bin Khath-thab yang sedang berada di tempat itu tak dapat menahan marahnya. Dorongan keimnanan yang dalam dan keyakinan terhadap misi perjuangan yang dipikulnya menjadikannya hampir-hampir kehilangan kesabaran mendengar kabar yang di luar dugaan itu. Dengan nada tinggi Umar mengatakan.:
Wahai Rasulullah. sungguh dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya. dan kaum Mukmin. Serahkan kepadaku, biar aku penggal lehernya.
Kemarahan Umar cukup beralasan. Menurut penilaiannya seseorang yang membocorkan rahasia negara adalah pengkhianat dan seorang pangkhianat boleh dibunuh. Dari sudut pandang ini tindakan Umar memang benar.
Klarifikasi Oleh Rasulullah saw
Rasulullah berusaha mangklarifikasi. Dipanggilnya Hathib dan ditanyanya:
Apa yang kau maksudkan dengan tindakanmu itu. wahai Hathib?
 “Demi Allah.” jawab Hathib. Aku benar-benar orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku hanya ingin mendapatkan dukungan dari kaum (Quraisy) yang dengan dukungan itu Allah akan menyelamatkan keluarga dan hartaku. Tidak ada seorangpun dari sahabatmu yang tidak memiliki keluarga di sana yang dengannya Allah akan menyelamatkan keluarga dan hartanya”.
 
Mendengar penjelasan sahabatnya itu, sebagai sorang pendidik. Rasulullah sepenuhnya dapat memahami. Hathib adalah seorang muhajir, dia hijrah ke Madinah dengan meninggalkan beberapa orang anak dan harta bendanya di Makkah. Sebelumnya dia berada dalam asuhan Utsman, dan kini di Makkah tak ada seorangpun dari kalangan Quraisy yang memberikan lindungan terhadap anak-anaknya. Rasulullah saw.membenarkan penjelasan yang diberikan Hathib:

“Dia telah berlaku jujur. Jangan kalian katakan (lakuk\an) apapun kecuali kebaikan”.
 
Rasulullah Sebagai Pendidik 
Penjelasan Hathib agaknya belum membuat Umar puas. Iapun mengulang permintaannya kepada Nabi agar Hathib diserahkan kepadanya untuk dipenggal leherya. Nabi saw. berusaha mendinginkan hati Umar yang masih saja melihat kesalahan Hathib hanya dari satu sudut pandang. Sebagai seorang murobbi beliau harus berbuat bijaksana, beliau juga nnginginkan anak didiknya bersikap seperti beliau. Dari sudut pandang pendidikan manusia harus dilihat secara utuh. Manusia. siapapun dia, bisa berbuat salah Dia bukan malaikat. Dalam kasus Hathib beliau memandang tidak hanya dari sudut kesalahannya semata. Kepada Umar diajukan alasan lain:

“Bukankah dia tergolong pejuang (dalam peperangan) Badr?” Rasulullah meneruskan argumentasinya: “Allah telah menempatkan para pejuang Badr sebagai orang pilihan-Nya, sampai-sampai dikatakan kepada mereka ‘Berbuatlah menurut kehendak kalian. Aku telah mewajibkan surga untuk kalian (Aku telah mengampuni dosa-dosa kalian)”.
Mendengar argumantasi yang dikemukakan Rasulullah itu hati Umarpun luluh, kedua pipinya basah oleh tetesan air mata yang tak dapat ditahannya. Ia selanjutnya mengatakan: “Allahu wa Rasuluhu A’lam.
Kesalahan Yang Manusiawi
Hathib memang bersalah, namun kesalahan yang dilakukan adalah manusiawi sifatnya. Hathib memang bersalah tapi dia bukan orang yang berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya. atau kepada kaum Mukmin.. Dan pengakuan yang disampaikannya dapat dimengerti bahwa dia tetap dalam kaimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Persepsinya tentang aqidah juga masih tetap lurus. Dia tidak mengatakan bahwa orang-orang Quraisy itulah yang akan menyelamatkan harta dan keluarganya, dia hanya mengatakan perlu sandaran yang dengan sandaran itu Allah akan menyelamatkan keluarga dan hartanya. Allah yang menyelmatkan dan bukan sandaran atau dukungan-dukungan itu. Karena itulah agaknya Rasulullah membenarkan alasan yang dikemukakan Hathib. 
Hathib Sahabat Pilihan 
Hathib bin Abi Balta’ah adalah seorang Muslim Muhajir, dia juga turut dalam peperangan Badr, dan dalam perundingan penyerangan ke kota Makkah dia termasuk salah seorang yang dipilih oleh Nabi saw. untuk menjadi peserta dalam musyawarah tersebut. Dia tergolong sahabat pilihan. Tapi Allah mentakdirkan kesalahan justru dilakukan oleh orang pilihan seperti dia, untuk menunjukkan bahwa manusia memang memiliki kelemahan-kelemahan. Kesalahan dan ketergelinciran bisa dilakukan oleh siapa saja. Tak ada orang yang bebas dari kesalahan kecuali diri-Nya saja. Menurut Bukhari dalam Kitab Maghazi, turunnya ayat-ayat dipermulaan surah ini adalah karena peristiwa Hathib di atas. 
Bara’ Terhadap Kuffar 
Hai orang-orang yong beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia-rahasia), karena rasa kasih sayang(mu); padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu. mereka mengusir Rasul dan (juga) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari ridho-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahu secara rahasia kepada mereka karena arasa kasih sayang. Aku lebih mengatahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa diantara kamu yang melakukannya. maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (1)
Allah melarang kaum Muslim menjadikan orang kafir sebagai teman, penolong, atau pelindung dan kemudian karena hubungan kasih yang terjalin di antara mereka, lalu bersedia membongkar rahasia gerakannya. Orang-orang kafir ifu membenci dan mengingkari kebenaran Islam, merka mengusir Nabi saw. dan kaum Muslim dari Makkah hanya karena satu sebab, keimanan Muslim kepada Allah sebagai Rabb, bukan karena sebab-sehab lainnya.
Selanjutnya, semangat kaum Muslim dibangkitkan: Jika benar kalian berjuang di jalan-Nya dan hanya karena ingin mendapatkan ridha-Nya maka tidak seharusnya menjadikan musuh sebagai teman atau pelindung. dan penolong yang untuk itu rahasia-rahasia gerakan terpaksa diungkap.
Seterusnya, untuk lebih membrikan pengaruh dalam hati kaum Muslim Allah mengingatkan bahwa Dia mengetahui apa saja yang tersembunyi dalam hati dan yang terungkap melalui kata dan atau perbuatan. Ancaman diperjelas sebagai menutup ayat pertama
ini: Barangsiapa memberikan kecintaan kepada musuh Allah, maka sesungguhnya dia telah mengambil jalan kesesatan.

Pengertian al-Wala’ dan al-Bara’ 
Ayat di atas merupakan penjelasan pengertian al-wata’ wal-bara’. Al-Bara’ dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti: menjauhi, membersihkan diri, melepaskan diri, dan memusuhi. Menurut istilah syar’i, A1- Bara berarti: pelepasan diri saorang hamba terhadap apa yang dibenci dan dimurkai Allah baik berupa perkataan, perbuatan, atau orang tertentu, serta kepercayaan. Ciri utama al-bara’ adalah membenci apa dan siapa saja yang dibenci Allah secara terus menerus dan penuh komitmen. Sadang lawan katanya adalah Al-wala’. Al-Wala’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa saja yang disukai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan, perbuatan, kepercayaan, atau orang tententu. Maka ciri utama al-wara’ adalah kecintaan, yakni menyintai apa dan siapa saja yang dicintai Allah.
Kecintaan seseorang kepada musuh akan menjadikan dia loyal terhadap musuh, yang berarti merusak loyalitasnya (al-wala’) kepada Allah. Cinta kepada musuh akan menjadikan yang barsangkutan memiliki loyalilas ganda; loyalitas ganda akan melahirkan sifat kemunafikan. Musuh Allah seyogyanya menjadi musuh orang beriman. Menjadikan musuh Allah sebagai sahabat bertentangan dangan logika kebenaran. 
Perlunya Wala’ dan Bara’ 
Ketegasan sikap tentang al-wala’ dan al-bara’ sangat diperlukan dalam membangun kehidupan. Ciri kehidupan adalah gerak dan perubahan. Setiap yang bergerak memerlukan pegangan yang tetap. Manakala pegangan atau tempat berpijak yang tetap itu tidak ada atau menjadi kabur maka kehidupan akan menjadi tidak menentu. Al-Wala’ dan Al-Bara’ memberikan tempat berpijak yang tetap itu.
Masyarakat Madinah yang sedang mendapat amanat untuk membangun kehidupan kala itu sudah seharusnya memiliki pandangan atau visi yang jelas kepada siapa loyalitas diberikan dan terhadap siapa pula dia harus berlepas diri. Garis pemisah antara kawan dan lawan harus tegas dan Misi yang dibawa masyarakat Madinah pimpinan Rasulullah adalah kebenaran (al-haq). Kebenaran al-Islam didasarkan pada keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dasar keimanan adalah kecintaan kaum Muslim kepada keduanya. Sedang kaum Musyrik menolak kebenaran, mengingkari Allah dan Rasul-Nya, dan membenci kaum Muslim. Dengan demikian tidaklah pantas menjadikan mereka sebagai teman atau pelindung. 
Hakikat Orang Kafir 
Jika mereka menangkap kamu niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakitimu; dan mereka ingin supaya kamu kembali kufur, (2)
Allah mengungkapkan hakikat orang-orang kafir yang sesungguhnya. Mereka adalah musuh bagi Muslim. Begitu melihat ada peluang pasti mereka menampakkan kekejaman melalui kekuasaan yang sedang mereka pegang. Mereka akan menyiksa, mengusir, atau bahkan meculik dan membunuh orang-orang Islam. Dan lewat lidah-lidah mereka yang tajam menusuk hati, mereka akan mencaci, menghina, memprovokasi, mengadu domba atau mengeluarkan kata-kata keji dan jorok yang ditujukan kepada Islam dan kaum Muslim. Tidak cukup dengan itu semua, mereka adalah orang-orang yang amat berambisi untuk membawa orang-orang Islam ke lembah kekufuran, mendorong Muslim meninggalkan agamanya, murtad dan menjadi kafir seperti mereka. Segala cara mereka tempuh untuk tujuan ini.
Aqidah Satu-satunya Ikatan

Karib kerobat dan anak-anakmu sama sekali tidak bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 3)
Amalan apa saja yang dilakukan Mukmin di dunia ini adalah dalam rangka meraih kehidupan akhirat yang kekal dan bahagia. Dia menanam di sini untuk menuai di sana. Demi meraih kehidupan akhirat yang bahagia dibutuhkan hanya satu ikatan, yakni ikatan aqidah. Dan dengan ikatan itulah Mukmin akan mempertanggungjawabkannya di hadapan pengadilan Allah swt.
Dalam hal ini seluruh ikatan selain ikatan aqidah sama sekali tidak berarti. Ikatan kekeluargaan, hubungan darah, dan tali kekarabatan tidak akan menyelamatkan seseorang dari siksa Allah di akhirat.. Maka kecintaan dan kasih sayang Mslim kepada kerabatnya tidak boleh melewati batas-batas aqidah. Aqidah sebagai pembeda. Hubungan kerabat terputus oleh ikatan aqidah. Anak Nabi Nuh as. dinyatakan oleh Allah sebagai bukan keluarga beliau. Orang tua yang kafir tidak menurunkan harta warisan kapada anaknya yang Muslim dan begitu sebaliknya. Hanya dengan keyakinan seperti inilah keadilan dapat ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hanya dengan kayakinan seperti ini pula kita dapat menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam kahidupan.

Related Posts:

0 komentar: