Latar Belakang
Pihak Quraisy telah melanggar perjanjian gencatan senjata yang tertuang dalam kesepakatan Hudaibiyah. Rasulullah saw. segera memutuskan untuk menyerang
kota Makkah. Beberapa orang sahabat terkemuka, salah seorang diantaranya adalah Hathib bin Abi Balta’ah,
dipanggil untuk merundingkan
rencana ini. Nabi saw. mengharapkan
agar rencana besar ini tidak sampai terdengar oleh musuh. supaya
kaum Muslim dapat menaklukkan kota Makkah
dengan tiba-tiba sehingga tidak akan terlalu banyak menumpahkan darah. Beliaupun berdoa:
“Ya Allah. rahasiakanlah kabar
(rencana kami) ini dari mereka”.
Selanjutnya Rasulullah saw.
mengutus satuan pasukan dibawah pimpinan Abu Qatadah bin Rab’y ke perkampungan
yang terletak antara Dzu Khasyab dan Dzul Marwah. Satuan ini dikirim dengan maksud mengalihkan perhatian orang agar tidak
tertuju ke Makkah. Anggota-anggota pasukanpun mendapat tugas untuk menyobarluaskan berita itu kemudian setelah sampai
di tempat yang dimaksud mereka diminta untuk menyusul Nabi saw. bersama kaum
Muslim meriuju ke Makkah.
Menggagalkan Pembocoran Rahasia
Segala sesuatunya dipersiapkan. Para sahabat menyambut
gembira rencana serangan ini. Dalam pada itu, tiba-tiba Nabi saw. memerintahkan Ali bin Abi Thalib, Abu
Murtsid, dan Zubair bin ‘Awwam mengejar seorang perempuan Musyrik
yang baru saja meninggalkan Madinah
untuk suatu keperluan, pulang menuju Makkah. Berdasar ilham yang diterimanya perempuan itu membawa sepucuk surat rahasia yang ditujukan
kepada tokoh-tokoh Quraisy. Kepada mereka beliau memerintahkan:
“Berangkatlah kalian menuju ke Raudhah Khakh. karena di sana ada seorang wanita dari
kaum Musyrik yang membawa surat Hathib bin Abi Balta’ah yang ditujukan kepada
kaum Musyrk”.
Perintah dilaksanakan dengan baik dan mereka berhasil menangkap perempuan
tersebut tepat di tempat yang ditunjuk Nabi saw. Semula ketika ditemui dan
ditanya tentang surat Hathib perempuan itu berusaha menyangkal, tetapi setelah
sedikit dipaksa akhirnya mengaku dan menyerahkan surat tersebut. Para utusan kembali
dan menyarahkan surat itu kepada Nabi saw. Ternyata benar bahwa surat itu
memang dari Hathib untuk pemimpin Quraisy. Dalam surat itu tartulis:
Dari Hathib bin Abi Balta’ah, untuk penduduk Makkah: Ketahuilah bahwa
Rasulullah saw. bermaksud
(menyerang) kamu. maka
waspadalah.
Kemarahan Umar bin Khath-thab
Umar bin Khath-thab yang
sedang berada di tempat itu tak
dapat menahan marahnya. Dorongan keimnanan yang dalam
dan keyakinan terhadap misi perjuangan yang dipikulnya menjadikannya hampir-hampir
kehilangan kesabaran mendengar kabar yang di luar dugaan itu. Dengan nada
tinggi Umar mengatakan.:
Wahai Rasulullah. sungguh dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya.
dan kaum Mukmin. Serahkan kepadaku, biar aku penggal lehernya.
Kemarahan Umar cukup beralasan.
Menurut penilaiannya seseorang yang
membocorkan rahasia negara
adalah pengkhianat dan seorang pangkhianat boleh dibunuh. Dari sudut pandang
ini tindakan Umar memang benar.
Klarifikasi Oleh Rasulullah saw
Rasulullah berusaha mangklarifikasi. Dipanggilnya Hathib dan
ditanyanya:
Apa yang kau maksudkan dengan tindakanmu itu. wahai Hathib?
“Demi Allah.” jawab Hathib. ‘Aku benar-benar orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku hanya ingin
mendapatkan dukungan dari kaum (Quraisy) yang dengan dukungan itu Allah akan
menyelamatkan keluarga dan hartaku. Tidak ada seorangpun dari sahabatmu yang
tidak memiliki keluarga di sana yang dengannya Allah akan menyelamatkan keluarga dan hartanya”.
Mendengar penjelasan sahabatnya itu, sebagai sorang pendidik. Rasulullah sepenuhnya dapat memahami. Hathib adalah seorang muhajir, dia hijrah ke Madinah dengan meninggalkan beberapa orang anak dan harta bendanya di Makkah. Sebelumnya dia berada dalam asuhan Utsman, dan kini di Makkah tak ada seorangpun dari kalangan Quraisy yang memberikan lindungan terhadap anak-anaknya. Rasulullah saw.membenarkan penjelasan yang diberikan Hathib:
“Dia telah berlaku jujur. Jangan kalian katakan (lakuk\an) apapun kecuali kebaikan”.
Rasulullah Sebagai Pendidik
Penjelasan
Hathib agaknya belum membuat
Umar puas. Iapun mengulang permintaannya kepada Nabi agar Hathib diserahkan kepadanya untuk dipenggal
leherya. Nabi saw. berusaha
mendinginkan hati Umar yang masih saja melihat kesalahan Hathib hanya dari satu sudut pandang. Sebagai seorang murobbi
beliau harus berbuat bijaksana, beliau juga nnginginkan anak didiknya
bersikap seperti beliau. Dari sudut pandang
pendidikan manusia harus dilihat secara utuh. Manusia. siapapun dia, bisa berbuat salah Dia bukan malaikat. Dalam kasus Hathib beliau
memandang tidak hanya dari sudut kesalahannya semata. Kepada Umar diajukan alasan lain:
“Bukankah dia tergolong pejuang (dalam peperangan) Badr?” Rasulullah meneruskan argumentasinya: “Allah telah menempatkan para pejuang Badr sebagai orang pilihan-Nya, sampai-sampai dikatakan kepada mereka ‘Berbuatlah menurut kehendak kalian. Aku telah mewajibkan surga untuk kalian (Aku telah mengampuni dosa-dosa kalian)”.
“Bukankah dia tergolong pejuang (dalam peperangan) Badr?” Rasulullah meneruskan argumentasinya: “Allah telah menempatkan para pejuang Badr sebagai orang pilihan-Nya, sampai-sampai dikatakan kepada mereka ‘Berbuatlah menurut kehendak kalian. Aku telah mewajibkan surga untuk kalian (Aku telah mengampuni dosa-dosa kalian)”.
Mendengar
argumantasi yang dikemukakan Rasulullah itu hati Umarpun luluh, kedua pipinya basah oleh tetesan air mata yang tak dapat ditahannya. Ia selanjutnya mengatakan: “Allahu wa Rasuluhu A’lam.
Kesalahan
Yang Manusiawi
Hathib memang
bersalah, namun kesalahan yang dilakukan adalah manusiawi
sifatnya. Hathib memang bersalah tapi dia bukan orang yang berkhianat kepada
Allah, Rasul-Nya. atau kepada kaum Mukmin.. Dan pengakuan yang disampaikannya
dapat dimengerti bahwa dia tetap dalam kaimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Persepsinya
tentang aqidah juga masih tetap lurus. Dia tidak mengatakan bahwa orang-orang Quraisy itulah yang akan menyelamatkan
harta dan keluarganya, dia hanya mengatakan perlu sandaran yang dengan sandaran
itu Allah akan menyelamatkan keluarga dan hartanya. Allah yang menyelmatkan dan
bukan sandaran atau dukungan-dukungan itu. Karena itulah agaknya Rasulullah membenarkan alasan yang dikemukakan Hathib.
Hathib
Sahabat Pilihan
Hathib bin
Abi Balta’ah adalah seorang Muslim Muhajir, dia juga turut dalam peperangan
Badr, dan dalam perundingan penyerangan ke kota Makkah dia termasuk salah
seorang yang dipilih oleh Nabi saw. untuk menjadi peserta dalam musyawarah
tersebut. Dia tergolong sahabat pilihan. Tapi Allah mentakdirkan kesalahan justru
dilakukan oleh orang pilihan seperti dia, untuk menunjukkan bahwa manusia
memang memiliki kelemahan-kelemahan. Kesalahan dan ketergelinciran bisa dilakukan
oleh siapa saja. Tak ada orang yang bebas dari kesalahan kecuali diri-Nya saja. Menurut
Bukhari dalam Kitab Maghazi, turunnya ayat-ayat dipermulaan surah ini adalah
karena peristiwa Hathib di atas.
Bara’
Terhadap Kuffar
Hai orang-orang
yong beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia-rahasia), karena rasa kasih sayang(mu); padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu. mereka mengusir Rasul dan (juga) kamu karena kamu beriman kepada
Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari ridho-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahu secara rahasia kepada
mereka karena arasa kasih sayang. Aku lebih mengatahui apa
yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa diantara kamu yang
melakukannya. maka sesungguhnya
dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (1)
Allah
melarang kaum Muslim menjadikan orang kafir sebagai teman, penolong, atau pelindung
dan kemudian karena hubungan kasih
yang terjalin di antara mereka,
lalu bersedia membongkar rahasia gerakannya. Orang-orang kafir ifu membenci dan mengingkari kebenaran Islam, merka mengusir Nabi saw. dan kaum Muslim dari Makkah hanya karena satu sebab,
keimanan Muslim kepada Allah sebagai Rabb, bukan karena sebab-sehab lainnya.
Selanjutnya,
semangat kaum Muslim dibangkitkan: Jika benar kalian berjuang di jalan-Nya dan
hanya karena ingin mendapatkan ridha-Nya maka tidak seharusnya menjadikan musuh
sebagai teman atau pelindung. dan penolong yang untuk itu rahasia-rahasia
gerakan terpaksa diungkap.
Seterusnya, untuk lebih membrikan pengaruh dalam hati kaum Muslim Allah mengingatkan bahwa Dia mengetahui apa saja yang tersembunyi dalam hati dan yang terungkap melalui kata dan atau perbuatan. Ancaman diperjelas sebagai menutup ayat pertama ini: Barangsiapa memberikan kecintaan kepada musuh Allah, maka sesungguhnya dia telah mengambil jalan kesesatan.
Seterusnya, untuk lebih membrikan pengaruh dalam hati kaum Muslim Allah mengingatkan bahwa Dia mengetahui apa saja yang tersembunyi dalam hati dan yang terungkap melalui kata dan atau perbuatan. Ancaman diperjelas sebagai menutup ayat pertama ini: Barangsiapa memberikan kecintaan kepada musuh Allah, maka sesungguhnya dia telah mengambil jalan kesesatan.
Pengertian
al-Wala’ dan al-Bara’
Ayat di atas merupakan penjelasan pengertian al-wata’
wal-bara’. Al-Bara’ dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti: menjauhi, membersihkan diri, melepaskan diri, dan memusuhi.
Menurut istilah syar’i, A1-
Bara berarti: pelepasan diri saorang hamba terhadap
apa yang dibenci dan dimurkai Allah baik berupa perkataan, perbuatan, atau orang tertentu, serta
kepercayaan. Ciri utama al-bara’
adalah membenci apa dan siapa saja yang dibenci Allah secara terus menerus dan penuh komitmen. Sadang lawan katanya adalah Al-wala’. Al-Wala’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa saja yang disukai dan
diridhai Allah, baik berupa perkataan, perbuatan, kepercayaan, atau orang tententu.
Maka ciri utama al-wara’ adalah kecintaan, yakni menyintai apa dan siapa saja yang dicintai Allah.
Kecintaan
seseorang kepada musuh akan menjadikan dia loyal terhadap musuh, yang berarti merusak loyalitasnya (al-wala’)
kepada Allah. Cinta kepada musuh akan menjadikan yang barsangkutan memiliki
loyalilas ganda; loyalitas ganda akan melahirkan sifat kemunafikan. Musuh Allah
seyogyanya menjadi musuh orang beriman. Menjadikan musuh Allah sebagai sahabat
bertentangan dangan logika kebenaran.
Perlunya Wala’
dan Bara’
Ketegasan
sikap tentang al-wala’ dan al-bara’ sangat
diperlukan dalam membangun kehidupan. Ciri kehidupan adalah gerak dan perubahan. Setiap yang bergerak memerlukan pegangan
yang tetap. Manakala pegangan atau tempat berpijak yang tetap itu tidak ada atau menjadi kabur maka kehidupan akan menjadi tidak menentu. Al-Wala’ dan Al-Bara’ memberikan tempat berpijak
yang tetap itu.
Masyarakat
Madinah yang sedang mendapat amanat untuk membangun kehidupan kala itu sudah seharusnya memiliki pandangan atau visi yang jelas kepada siapa
loyalitas diberikan dan terhadap siapa pula dia harus berlepas diri. Garis
pemisah antara kawan dan lawan harus tegas dan Misi yang dibawa masyarakat
Madinah pimpinan Rasulullah adalah
kebenaran (al-haq). Kebenaran
al-Islam didasarkan pada keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dasar keimanan adalah kecintaan kaum Muslim kepada keduanya. Sedang kaum Musyrik menolak kebenaran, mengingkari
Allah dan Rasul-Nya, dan membenci kaum Muslim. Dengan demikian tidaklah
pantas menjadikan mereka sebagai
teman atau pelindung.
Hakikat
Orang Kafir
Jika mereka
menangkap kamu niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan
dan lidah mereka kepadamu
dengan menyakitimu; dan mereka ingin supaya kamu kembali kufur, (2)
Allah mengungkapkan hakikat orang-orang kafir yang sesungguhnya. Mereka
adalah musuh bagi Muslim. Begitu melihat ada peluang pasti mereka menampakkan
kekejaman melalui kekuasaan yang sedang mereka pegang. Mereka akan menyiksa,
mengusir, atau bahkan meculik dan membunuh orang-orang Islam. Dan lewat lidah-lidah
mereka yang tajam menusuk hati, mereka akan mencaci, menghina, memprovokasi,
mengadu domba atau mengeluarkan kata-kata keji dan jorok yang ditujukan kepada
Islam dan kaum Muslim. Tidak cukup dengan itu semua, mereka adalah
orang-orang yang amat berambisi untuk membawa orang-orang Islam ke lembah kekufuran,
mendorong Muslim meninggalkan agamanya, murtad dan menjadi kafir seperti
mereka. Segala cara mereka tempuh untuk tujuan ini.
Aqidah Satu-satunya Ikatan
Karib kerobat dan anak-anakmu sama sekali tidak bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 3)
Karib kerobat dan anak-anakmu sama sekali tidak bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 3)
Amalan apa saja yang dilakukan Mukmin di dunia ini adalah dalam rangka meraih kehidupan akhirat yang kekal dan bahagia.
Dia menanam di sini untuk menuai di sana. Demi meraih kehidupan akhirat yang
bahagia dibutuhkan hanya satu ikatan, yakni ikatan aqidah. Dan dengan ikatan itulah
Mukmin akan mempertanggungjawabkannya di hadapan pengadilan Allah swt.
Dalam hal ini seluruh ikatan selain ikatan aqidah sama
sekali tidak berarti. Ikatan kekeluargaan, hubungan darah, dan tali kekarabatan
tidak akan menyelamatkan seseorang dari siksa Allah di akhirat.. Maka kecintaan
dan kasih sayang Mslim kepada kerabatnya tidak boleh melewati batas-batas aqidah.
Aqidah sebagai pembeda. Hubungan kerabat terputus oleh ikatan aqidah. Anak Nabi
Nuh as. dinyatakan oleh Allah sebagai bukan keluarga beliau. Orang tua yang
kafir tidak menurunkan harta warisan kapada anaknya yang Muslim dan begitu
sebaliknya. Hanya dengan keyakinan seperti inilah keadilan dapat ditegakkan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hanya dengan kayakinan seperti ini pula kita dapat menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam
kahidupan.
0 komentar: