Salah satu undang-undang Allah dalam syari’ at-Nya adalah apa yang disebut Sunnatullah fi Nashril Mu’minin, atau Undang-undang Allah Tentang Pertolongan-Nya Terhadap Kaum Mu’min. Sebagaimana sunnatullah yang lain, undang-undang ini adalah pasti dan tidak akan berubah. Dalam sunnah-Nya Allah menjamin akan memberilan pertolongan kepada kaum mu’min. Siapa saja yang mendapat pertolongan Allah pasti akan menang dalam pertarungan menghadapi lawannya.
Beberapa Ayat Qur’an
وَلَوْ قَاتَلَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوَلَّوُا الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًاسُنَّةَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلُ ۖ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا
Artinya : “Dan sekiranya orang-orong kafir itu memerangj kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri kebelakang (kalah) kemudian mereka tidak memperoleh perlindungan dan tidak juga penolong. Sebagai suatu sunnatullah (hukum/ ketetapan Allah) yang berlaku sejak dulu, kamu tidak akan menemukan. sedikitpun perubahan bagi sunnatulloh itu.” (al-Fath, 48:22-23)
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا ۚ وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ
Artinya : “Dan sesungguhnya telah didustakan rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka bersabar terhadap pendustaan dan penganiayaan terhadap mereka, sampai datang pertolongon Kami kepada mereka. Tak seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat Allah,.. (al-An’am, 6:34)
Perkataan La mubaddila li kalimaatullah seperti dikatakan lbnu Katsir maksudnya: Kalimat ketetapan kemenangan di dunia dan akhirat bagi hamba-hamba-Nya yang beriman sebagaimana dijelaskan pada ayat lain:
وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَإِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَوَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ
Artinya : “Dan Sesungguhnya telah tetap kalimat-kalimat Kami kepada hamba-hamba Kami yang diutus, yaitu sesungguhnya mereka itulah yang pasti mtendapat pertolongan, dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (ash Shaffaat, 37: 171-173)
كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
Artinya : “Allah telah menetapkan bahwa Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang, Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.” (al-Mujadilah, 58:21)
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
Artinya : Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tegaknya saksi-saksi (kiamat).” (al-Mu’minin, 40:51)
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya : “... Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (ar-Rum, 30:47)
Kemenangan Tertunda
Terkadang kemenangan bagi kaum mu’min tertunda karena Allah menghendaki kemenangan yang lebih besar, lebih sempurna. lebih agung, lebih banyak, dan lebih langgeng. Seperti yang kita saksikan dalam perjuangan Nabi saw. bersama sahabat, kemenangan diperoleh setelah melalui perjuangan yang panjang serta pengorbanan yang tinggi yang akhirnya mendapatkan kemenangan besar yaitu takluknya Makkah diikuti masuknya penduduk negeri itu kedalam Islam secara berduyun-duyun (Q.S. An-Nashr/1 10:2)
Melalui Proses Penderitaan
Kemenangan biasanya tidak terwujud kecuali setelah melalui perjuangan besar, usaha yang terus-menerus, serta pengorbanan yang tinggi. dan penderitaan yang kadang-kadang berlangsung cukup lama dirasakan para penegak kebenaran dalam melawan kebatilan. Kenyataan seperti ini tidaklah bertentangan dengan sunnatullah dalam memberikan pertolongan kepada kaum mu’min. Kemenangan dan kekalahan diukur di akhirnya bukan di awal atau di pertengahan jalan. Di balik penderitaan terdapat hikmah yang tersembunyi. Allah menjelaskan bahwa luka dan penderitaan yang dirasakan kaum mu’min dalam peperangan, hendaknya tidak membuat mereka menjadi lemah semangat atau berputus asa, karena luka dan penderitaan yang sama juga dirasakan oleh lawan mereka. Kaum mu’min penegak kebenaran seyogyanya lebih mampu menahan penderitaan itu dan tidak seharusnya putus harapan. Allah berfirman yang artinya: "Jika kamu mendapatkan luka, maka (ketahuilah) merekapun mendapatkan luka yang sama..." (Ali ‘Imran 140).
Hikmah yang terkandung di balik pergiliran suka dan duka atau kesenangan dan penderitaan itu antara lain agar dapat dipastikan siapa yang sebenarnya beriman (Liya’lamallahu alladzina amanu). Selanjutnya agar ada di antara Mu’min itu yang mati sebagai syahid (wa yat-takhidza minkum syuhada’), Ketiga, dimaksudkan agar Allah membersihkan barisan kaum Mu’min dari dosa mereka (waliyumah hishallahu alladzina amanu). Dan keempat (wa yamhaqul kafirin) yakni Allah hendak membinasakan kaum kafir. (Baca Ali imran 140-141)
Faktor Penyabab Kemenangan
Sunnatullah ini akan berlaku dalam realita bila kaum mu’min itu sendiri mewujudkan dalam diri mereka factor-faktor penyebab kemenangan seperti diajarkan oleh Islam dan menjauhi faktor penyebab kelemahan dan kekalahannya.
Al-Iman
Sebab pertama bagi berlakunya sunnatullah di atas adalah Al-iman. Allah berfirman:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya : Dan Kami berkewajiban memberikan pertolongan kepada orang-orang beriman.
Menurut al-Alusi bahwa pertolongan yang dimaksud adalah pertolongan di dunia dan berlaku umum untuk Semua orang yang beriman. Dalam Tafsir al-Manar dikatakan bahwa ayat ini merupakan nash yang menerangkan sebab datangnya pertolongan. Di ayat lain (al-Anfal 19) Allah menjelaskan bahwa Dia bersama orang-orang mu’min (wa annallaha ma’al mu’minin). Ma ‘iyatullah bagi orang beriman beranti pertolongan dan dukungan-Nya kepada mereka. Kalau dalam kenyataan sekarang kaum Muslim belum mendapatkan pertolongan-Nya berarti suatu penjeasan bahwa mereka harus memperbaiki dan meningkatkan keimanan. Ada sesuatu yang belum beres dalam keimanan mereka.
Kesiapan Materi
Faktor keimanan yang merupakan jaminan datangnya pertolongan Allah tidaklah berdiri sendiri dan tidak berarti bahwa kaum mumin tidak membutuhkan kesiapan yang bersifat material, Seperti jumlah personil dan kualitasnya, perlengkapan dan persenjataan, dan lain-lain. Itulah sebabnya Allah memerintahkan kaum mu’min untuk memperkuat dirinya dengan hal-hal yang bersifat materi itu. Firman-Nya:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
Artinya : “Siapkanlah dirimu dalam menghadapi mereka dengan segala kekuatan dari kuda-kuda yang ditambat...”
Islam adalah agama yang realistik, karena itu menurut pandangannya, suatu pertarungan atau pertempuran selain membutuhkan kekuatan ma’nawy (immateriil) dibutuhkan juga kekuatan yang bersifat materi (maaddy. Selain itu jumlah personilpun harus menjadi perhitungan. Bagaimanapun tingginya kualitas keimanan kaum mu’min, dalam melakukan peperangan tetap harus diperhitungkan perbandingan jumlah personil antara mereka dan lawan yang dihadapinya. Adalah suatu yang tidak realistis personil yang hanya beberapa orang akan dapat mengalahkan kekuatan lain yang jumlah personilnya berlipat ganda. Allah menegaskan hal ini dalam salah satu ayat-Nya:
“Wahai Nabi, doronglah semangat orang-orang beriman untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang di antara kamu mereka dapat mengalahkan seribu orang, karena arang-orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kêlemahan. Maka jika ada di antara kamu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang, dan jika ada di antaramu seribu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orong dengan idzin Allah. Dan Allah bersama orang-orang yang sabar. (al-Anfaal 65-66)
Berdasar ayat ini dua puluh mu’min yang sabar dapat mengalahkan dua ratus orang kafir atau seratus orang mu’min yang sabar dapat mengalahkan seribu orang kafir. Perbandingan ini berlaku ketika kaum mu’min dalam kondisi cukup kuat. Adapun dalam keadaan lemah, maka perbandingan itu menjadi, seperti disebutkan, seratus mu’min yang sabar mampu berhadapan dengan dua ratus orang kafir, atau seribu mu’min yang sabar berbanding dua ribu orang kafir. Penjelasan ayat-ayat ini memberikan gambaran tentang batas suatu kekuatan. Allah swt. tidak mengatakan, misalnya, dua puluh orang mu’min dapat mengalahkan dua ribu dan seterusnya. Bagaimanapun kekuatan keimanan dan kesabaran mereka,
At-Taqwa
Faktor ketiga yang merupakan sebab berlakunya sunnatullah ini sehingga datangnya kemenangan adalah at-Taqwa. Allah berfirman:
"Ingatlah ketika kamu mengatakan kepada orang mu’min: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan?” Ya, jika kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda." (Ali ‘Imran 124-125)
Nushratud Dien
Faktor lain untuk dapat berlakunya sunnatullah di atas adalah bahwa perjuangan itu dimaksudkan untuk membela agama Allah. Firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". (QS. Muhammad : 7)
Shabr, Mushabarah, Murabathah
Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah karmu dan kuatkan kesabaranmu (berlombalah dalam kesabaranmu), serta bersiap-siagalah, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu menang.” (Ali ‘lmran 200)
Dzikrullah
Sebab datangnya pertolongan Allah yang lain adalah dzikrullah. Allah berfirman: “Wahai arang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan musuh maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-bantyaknya supaya kamu menang.” (Al-Anfaal : 45)
Selalu Waspada
Firman Allah: “... dan hendaklah mereka waspada dan menyandang senjata. Orang-orang kafir menginginkan supayã kamu lengah terhadap senjata dan hartamu lalu mereka menyerbu kamu sekaligus ... dan selalulah berwaspada. Sesungguhnya Allah telah menyediakan adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. (an-Nisa’ 102)
Faktor Penghalang
Di atas telah disebutkan beberapa faktor yang menjadi sebab bagi berlakunya sunnatullah fi nashril mu’minin ini. Di bawah ini adalah beberapa faktor yang menghalangi berlakunya sunnatullah tersebut.
Perselisihan dan Perbantahan (Tanaazu)
Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah yang akan mengakibatkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu,.” (al Anfaal:46)
Sombong dan Riya’
Ayat selanjutnya menjelaskan: “Dan Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan sombong dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi manusia dari jalan Allah..” (al-Anfaal:47).
0 komentar: