Minggu, 05 Februari 2017

Manajemen cinta


Setiap kata “cinta” disebut, dalam benak masing-masing orang akan muncul kesan dan rasa yang mungkin berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Ini tergantung pada pemahamannya tentang makna/hakekat cinta itu sendiri. Hakekat cinta adalah kehidupan spiritual. Ia berasal dari Allah dan hanya untuk Allah. Adapun cinta terhadap selain Allah refleksi dari dalam dimensi cinta kepada Allah. Cinta merupakan fitrah. Ia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Bagi seorang mukmin, cinta memiliki kedudukan dan rasa yang tinggi. Seorang mukmin tidak akan merasakan manisnya iman, sehingga ia merasakan hangatnya cinta. Ia harus memiliki cinta, sebagai syarat kesempurnaan iman. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah saw.

“Tiga perkara, yang apabila terdapat pada seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana Ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka". (HR. Buk hari dan Muslim).

Menurut DR Abdullah Nasih Ulwan, di dalam “Islam wal hub”, dalam pandangan Islam, cinta terdiri dan tiga tingkatan, tingkat tertinggi, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad, tingkat menengah, cinta kepada kerabat/saudara, orang tua, anak, suami/istri, tingkat rendahan, adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta kepada yang lain, dibanding cinta terhadap Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Pembagian ini didasarkan pada firman Allah pada surat at-Taubah ayat 24: “Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta.berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”.

Cinta Kepada Allah, Rasul dan Jihad

Cinta kepada Allah adalah puncak ke imanan. Dengan cinta ini seorang mukmin akan mampu merealisasikan ketaatannya terhadap Allah dalam segala aspek kehidupan, mampu mengorbankan kepentingan dirinya demi kepentirigan Allah (dienullah), mampu menanggung segala bentuk penderitaan dan ancaman. Bilal bin Rabah, mampu bersabar menanggung derita ditimpa batu besar demi cintanya kepada Allah yang Ahad. Ibrahim as mampu merealisasikan ketaatan secara penuh walaupun harus menyembelih anaknya (Ismail as) demi cintanya kepada Allah. Hajar rela ditinggal sendirian di tengah padang pasir yang gersang demi cintanya kepada Allah. Masithah dengan penuh ketabahan menyaksikan suami dan anaknya dimasukkan dalam air mendidih demi cintanya kepada Allah. Ya, cinta kepada Allah menampilkan sosok pribadi yang menakjubkan, yang mungkin tampak tidak rasional. Dan itulah cinta, tidak bisa ditimbang dengan rasio semata.

…….Adapun orang-orang beriman, amat sangat cintanya kepada Allah
(QS. al-Ba qarah: 165).

Mereka yang telah mampu mewujudkan cintanya kepada Allah, secara otomatis harus mampu mewujudkan cintanya kepada kekasih Allah (Rasulullah saw.) Dan belum sempurna iman seseorang hingga ia mencintai Rasulullah melebihi cintanya terhadap diri sendiri. Dalam kondisi penuh luka tusukan panah dan pedang di tiang salib, Khubaib bin Adi didekati oleh seorang pemimpin Quraisy, sambil berkata: “Sukakah engkau, Muhammad menggantikanmu, dan engkau sehat wal afiat bersama keluargamu?”. Dengan spontan dan tegas Khubaib menjawab:
“Demi Allah, tak sudi aku bersama anak istriku selamat menikmati kesenangan dunia, sedang Rasulullah kena musibah walau sepotong duri”. Karena cinta kepada Rasulullah juga, Saad bin Rabi’, menjelang ajalnya di perang Uhud, berpesan kepada orang Anshar yang menemuinya, agar menyampaikan salam dan pesan kepada pasukan Muslim dengan pesan yang menakjubkan “Allah tidak akan memaafkan kalian jika kalian meninggalkan Nabi saw. sedangkan masih ada orang-orang hidup di antara kalian”. Jika cinta yang semacam ini telah ada pada diri kaum Muslimin hari ini maka kaum Muslim akan hadir sebagai generasi baru yang mampu memimpin dunia dengan penuh keberkahan, untuk mencapai cinta yang demikian hanya dapat dilakukan dengan jalan banyak dzikir dan shalawat terhadap Rasulullah, banyak merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah dan nikmatnya yang telah diimpahkan kepada kita, menghayati sirah Rasulullah dan akhlaqnya, yang semuanya dilakukan setelah kemantapan (istiqamah) dalam ibadah secara khusyu dan berkomunikasi kepada Allah setiap saat. Jihad fisabilillah dengan mengorbankan harta dan nyawa merupakan salah satu bukti kebenaran iman seseorang, sebagaimana dinyatakan oleh Allah di dalam surat al hujurat ayat: 15.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu lagi dan mereka betjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”.

Kecintaan terhadap jihad tidak akan muncul pada diri yang mencintai dunia saja, karena orang-orang seperti ini hanya mau mengambil untung dunia saja dalam jihadnya, dan mereka lebih layak dikatakan pengecut, karena takutnya kepada kematian, dan cintanya kepada kesenangan dunia.
Al-Khansa, seorang shahabiah yang pantas kita ambil sebagai contoh dalam kecintaannya terhadap jihad. Dialah Seorang ibu yang mampu mengobarkan semangat keempat puteranya untuk berjihad fisabililah, sampai mendapatkan syahid. Kita lihat bagaimana pernyataan beliau ketika dikhabarkan bahwa keempat putranya telah syahid: “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kematian mereka. Aku mengharap kepada Rabbku agar mengumpulkan aku dengan mereka di tempat tinggal yang penuh rahmat”. Kita juga bisa melihat keberanian shafiyah memukul seorang yahudi sampai tewas.

Cinta Kepada Orang Tua, Anak, Suami/lstri, Kerabat/Saudara

Cinta tingkat menengah ini diwujudkan dengan cara mencintai mereka karena Allah, dan membenci mereka karena Allah. Jika mereka mencintai Allah dan Rasul-Nya serta tetap dalam ketaatan, maka kita harus mencintai mereka dengan setulus hati. Dan jika mereka mengingkari dan berkhianat terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka kita boleh memutuskan persaudaraan. Jika setelah kita memberikan peringatan, mereka tidak mau memperbaiki kelakuannya. Dikisahkan bahwa lbnu Mughafal mempunyai seorang saudara yang suka melemparkan batu kerikil kepada orang lain, setelah diberi peringatan beberapa kali dia tidak juga mau memperbaiki, Ibnu Mughafal kemudian memutuskan hubungan persaudaraan dengannya.
Kecintaan. terhadap suami/istri adalah dalam rangka saling menyempurnakan dan menutup kelemahan yang ada pada masing-masing pihak, untuk mencapai kesempurnaan ibadah kepada Allah swt. Dalam al-Qur’an Allah mengibaratkan suami menjadi pakaian bagi istri dan istri juga menjadi pakaian bagi suami. Berkumpulnya dua jenis manusia dalam lembaga pernikahan adalah untuk tujuan peningkatan, maka ketika terjadi penurunan dalam kualitas ibadah kepada Allah dalam pengertian yang luas, kita harus mampu mengambil sikap tegas. Allah memberikan tuntunan, jika salah satu pihak melakukan kemaksiatan, maka adakan beberapa perbaikan dalam tahapan sebagai berikut: memberikan nasehat, memisahkan tempat tidur, dan jika tetap tidak mau mengadakan perbaikan, boleh dipukul.

Abdullah bin Abu Bakar setelah menikah dengan seorang wanita yang bernama Atikah, ternyata banyak mengalami penurunan kualitas. Maka ayahnya mengatakan kepadanya: Sesungguhnya istrimu telah menjadikan engkau jauh dari Allah, maka ceraikanlah dia. Abdullah bin Abu Bakar kemudian menceraikan istrinya. Kecintaan kepada orang tua atau anak juga jangan sampai menjadikan kita jauh dari Allah. Dalam rangka membela aqidahnya kita ketahui banyak shahabat yang terjun ke medan jihad memerangi musuh, yang di antaranya dari orang tua sendiri, yang waktu itu belum lagi masuk Islam. Juga bisa kita lihat Saad bin Abi Waqqash dalam keteguhannya menghadapi ibunya yang mogok makan dalam rangka menghancur luluhkan keimanan Saad.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, niaka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan pergaulilah mereka di dunia dengan baik". (QS. 31:15).

Cinta Kepada Yang Lain Melebihi Cinta Kepada Allah, Rasul Dan Jihad Adalah Cinta Rendahan/Murahan

Cinta yang bersemayam di dalam jiwa manusia, yang merupakan sesuatu yang fitrah, tidaklah untuk dimatikan/dikebiri, tetapi untuk disalurkan sesuai dengan undang-undang yang telah Allah buat. Ketaatan dan ketundukan terhadap aturan Allah dalam memenej cinta, akan menghadirkan cinta yang murni; agung dan suci, jauh dari hawa nafsu dan emosi yang tak terkendali. Jika seseo rang telah mengumbar nafsu syahwatnya bak seekor binatang, maka ia telah menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan, ke lembah kenistaan. Ia akan menjadi budak syetan. Dan tempatnya yang layak adalah neraka. Sebaliknya orang yang mampu menempatkan kecintaan terhadap yang lainnya di bawah kecintaan terhadap Allah, Rasul dan jihad, maka ia akan mendapatkan kemenangan, kemerdekaan jiwa jauh dari perbudakan syetan dan thaghut, serta akan mendapatkan balasan kesenangan di surga janatunnaim.

Kita bisa mengambil teladan dari Yusuf as, dalam kondisi yang sangat memungkinkan melampiaskan hawa nafsunya terhadap wanita, Ia mampu menahan dan mengendalikan diri, dan hanya mengharap kesenangan dari Allah saja, walaupun harus dipenjara, itu lebih ia sukai daripada menurutkan nafsu syahwatnya, dan mendapatkan kemurkaan Allah. Ia mampu merealisasikan cintanya kepada Allah di atas cinta terhadap selain-Nya, dalam bentuk perkataan, sikap dan perbuatan secara menyeluruh. Ummat kita di hari ini, banyak yang hanya mampu membuktikan kecintaan-Nya terhadap Allah sebatas lisan dan tulisan, sementara dalam sikap dan perbuatan tak ada bekasnya sama sekali. Maka tak heran jika kemudian yang muncul adalah manusia-manusia yang hipokrit, munafiq dan suka bersembunyi di balik kedok kebaikan, kemuliaan, kehormatan dan gelar-gelar lain yang menjadi kebanggaan di tengah masyarakat, sepeti gelar kyai, ulama da’i dan sebagainya. Naudzubillahi mindzalik. Marilah kembali kita simak firman Allah berikut:

Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dan jenis emas, perak, kuda piihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. 3:14). Wallahua’lam bishawab

0 komentar: