Problematika terbesar ummat manusia ketika Islam undur dari peradaban dunia adalah terjadinya berbagai kerusakan di seantero jagat raya. Sebag aimana difirmankan Allah dalam al-Qur’an:
“Telah nampak kerusakan didarat dan di dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dan (akibat) perbualan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (ar-R uum: 41).
Dari ayat ini dapat disarikan sebuah aksiomatika (badihi) bahwa sebuah peradaban dikatakan sukses manakala makin besar peluangnya bagi tertegaknya nilai-nilai Ilahiyah. Bahkan lebih jauh Imam asy-Syahid Hasan al-Banna berkata dalam bukun ya Nadharat Fis-Sirah an-Nabawiyah wat-Tariikhil Islam, bahwa fikrah yang sukses adalah fikrah yang kesuksesannya ditentukan oleh adanya tiga faktor :
· apabila orang-orangnya mempunyai gambaran yang jelas tentang fikrah tersebut.
· Apabila orang-orangnya yakin dengan seyakin-yakinnya akan kebenaran fikrah tersebut.
· Apabila hati mereka bersatu padu di atas fikrah itu.
Jadi jelas sekali bahwa jika telah ada gambaran yang jelas, keyakinan yang dalam dan cinta yang kuat, maka sukseslah fikrah itu. Untuk dapat secara kongkret melihat gambaran peradaban sukses maka prototype Khairu Ummah-lah jawabnya. Mengapa? Karena pada generasi inilah puncak peradaban manusia pernah dipentaskan oleh orang-orang pilihan hasil tarbiyyah seorang Rasul pilihan Allah. Maka tak usah heran ketika Sayyid Quthb menyebut generasi ini sebagai “Generasi Qur’ani Yang Unik”, suatu generasi yang mempunyai ciri tersendiri dalam seluruh sejarah Islam, dalam seluruh sejarah ummat manusia. Lalu da’wah ini tidak pernah menghasilkan jenis yang seperti ini sekali lagi. Memang terdapat orang-orang itu di sepanjang Sejarah. Tetapi belum pernah tertadi sekalipun juga bahworang-orang Seperti itu berkumpul dalam jumlah yang sedemikian banyaknya, pada suatu tempat, sebagaimana yang pernah terjadi pada periode pertama dari kehidupan da’wah ini. Demikian ditulis Sayyid Quthb dalam karya beliau yang spektakuler Ma’alim fit Thariq.
Namun bila kita amati kondisi sekitar kita sekarang bukan saja tidak ada generasi Qur’ani bahkañ manusia Qur’ani-pun jarang kita temukan, kecuali hanya sedikit. Fenomena yang sedemikian mendominasi justru kemajuan teknologi yang mengarah kepada semakin canggihnya tingkat kerusakan. Barat dengan kemajuan IPTEK-nya bisa jadi dapat dikategorikan sebagai bangsa yang sangat primitif karena jauhnya mereka dan nilai Ilahiyyah, banyaknya kerusakan mulai tingkat kejahatan ringan seperti pencurian, perampokan bahkan pembunuhan. Maka apabila kita ingin melihat surga sekaligus nerakanya dunia maka lihatlah Barat. Segala macam keinginan dan hasrat dapat disalurkan. Segala macam kebebesan bisa dengan mudah didapatkan, plus kerusakannya, komplit. Tapi apakah hal itu yang ingin kita raih, kesenangan, materialisme, hedonisme dan lain-lain? Tentu saja bukan.
Aktualisasi Sirah Nabawiah sebagai Alternatif
Kompleksnya permasalahan yang senantiasa berkembang pesat otomatis memerlukan perangkat analisa yang tepat untuk menjawabnya. Dan sirah Nabawiyahlah yang lebih tepat untuk dapat memberikan dukungan analisa, setelah kita pecahkan problem dengan al-Qur’an dan Sunnah serta dalil syar’i yang lain (Ijma’, Qiyas). Mengapa harus sirah? Karena dalam sirah Nabawiyah akan kita dapatkan kejelasan dalam beberapa hal:
1. Sirah Merupakan Materi urgen dalam Membentuk Syakhshiyah islamiyyah (Kepribadian Muslim)
Dan sirah Nabawiyah seorang Muslim akan mendapat gambaran utuh, aplikasi nyata Akhlaq Seorang Figur teladan (Matsalul A’la). Mulai dari kehidupan yang paling Sederhana dalam kehidupan Rasul saw. hingga perkara yang sangat besar dapat dikaji dan digali. Semua celah kehidupan beliau tak ada yang terlewatkan sedikitpun untuk diteladani dan sekaligus dengan ber-ta’assi (meneladani) kepada Rasul saw. akan menambah nikmatnya hidup dalam naungan Qur’an karena prikehidupan beliau merupakan sosok Idola utama manusia yang ditopang dengan wahyu. (QS. 53: 3- 4, 18: 110 dan 28). Ketika seorang Muslim hendak berkomitmen dalam melaksanakan Ajaran Islam (Muslim Kaaffah), maka Sirah akan memberikan dukungan kejelasan tathbiiqisysyari’at al-Islam (aplikasi pengamalan ajaran, syari’at Islam). Karena tidak semua ayat al-Qur’an dituangkan secara rinci, masih ada ayat-ayat Global (Mujmal) yang membutuhkan pemahaman secara mendalam. Sebagaimana disebutkan dalam ayat 59 Surat al-Hasyr tentang Itsar setiap Muslim bisa mengaca bagaimana Rasulullah merefleksikannya dalam kehidupan. Yaitu tatkala mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf denan Sa’d bin Rabi’. inilah bukti ukhuwwah fillah yang diberikan langsung oleh Rasul dengan mengikha-kan (mempersaudarakan) Muhajirin dan Anshar. Atau contoh lain aplikasi QS. 26:214, 2:43, 2:183 akan didapatkan da’ri Sira. Selain itu Sirah Nabawiyah akan memperkaya setiap Muslim dengan tsaqafah lslamiyyah, mulai dan masalah sejarah (tarikh), karakteristik Ummat (shahabat), aqidah, hukum, akhlaq, fiqh da’wah dan lain-lain, yang kesemuanya ini sangat penting di dalam proses mentakwin (membentuk) dan menarbiyyah setiap pribadi Muslim. Lebih dan itu Rasulullah merupakan uswah hasanah bagi siapa saja, bagi guru, da’i, suami, bapak, politikus, pedagang, majikan, pemimpin negara, komandan perang. Namun siapa saja yang ingin dan dapat mencontoh prikehidupan Rasul tidak terlepas dan kriteria yang telah digariskan Allah dalam QS. 33:21:
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap Rahmat Allah dan yakin dengan hari akhir dan banyak menyebut (berdzikir) kepada Allah”.
Tiga kriteria, yarjullah, wal yaumal aakhir, wadzakarallaaha katsiira ini merupakan prasyarat murni bagi para peneladanan kehidupan Rasul saw.
Tiga kriteria, yarjullah, wal yaumal aakhir, wadzakarallaaha katsiira ini merupakan prasyarat murni bagi para peneladanan kehidupan Rasul saw.
2. Sirah Nabawlyah Sebagai Panduan Da’wah
Setiap Muslim yang telah terbina aqidah, ibadah, akhlaq, jasad, ruhiyah, fikriyah dan seluruh aspek kehidupannya secara matang dan tarpelihara secara baik, maka tidak dapat dan tidak mungkin menafi’kan Sirah dalam aktivitas da’wahnya. Terlebih lagi dalam diri dan keluarga serta masyarakatnyapun dicoba untuk di refleksikan dengan nilai nilai Sirah Nabawiyah. Ke sadaran dan komitmen ini melahirkan sebuah sikap nyata bahwa sekecil apa pun yang dilakukan dirinya terkait erat dengarl aktivitas da’wahnya, dan mempertangungjawabkannya di hadapan Allah kelak. Maka mengambil Manhaj Rasul dalam berda’wah sangat tepat; karena secara syar’i dapat dipertanggungjawbkan. Dan setiap yang diucapkan Rasul bukanlah berasal dan hawa nafsu beliau tetapi semuanya dalam bimbingan Wahyu dari Allah:
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan. hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah- wahyu yang diwahyukan (kepadanya) ‘ (QS. 53:3-4).
Dan untuk dapat dijadikannya Sirah Nabawiyah sebagai panduan dalam aktivitas da’wah, hal ini sangat argumentatif. Artinya hujjah (argumen) yang dapat ditampilkan cukup kuat - al-Qur’an dan as-Sunnab - serta fakta sejarah yang memberikan kesaksian atas keberhasilan da’wah Rasul secara gemilang dalam membina ummat untuk menegakkan Risalah Islam dalam Naungan Mulkiyatullah. Apalagi Sirah Nabawiyah, dibandingkan penulisan sejarah yang lain mempunyai karakteristik tersendiri yang menunjukkan kelebihan dan keistimewaan Sirah, yaitu:
Setiap Muslim yang telah terbina aqidah, ibadah, akhlaq, jasad, ruhiyah, fikriyah dan seluruh aspek kehidupannya secara matang dan tarpelihara secara baik, maka tidak dapat dan tidak mungkin menafi’kan Sirah dalam aktivitas da’wahnya. Terlebih lagi dalam diri dan keluarga serta masyarakatnyapun dicoba untuk di refleksikan dengan nilai nilai Sirah Nabawiyah. Ke sadaran dan komitmen ini melahirkan sebuah sikap nyata bahwa sekecil apa pun yang dilakukan dirinya terkait erat dengarl aktivitas da’wahnya, dan mempertangungjawabkannya di hadapan Allah kelak. Maka mengambil Manhaj Rasul dalam berda’wah sangat tepat; karena secara syar’i dapat dipertanggungjawbkan. Dan setiap yang diucapkan Rasul bukanlah berasal dan hawa nafsu beliau tetapi semuanya dalam bimbingan Wahyu dari Allah:
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan. hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah- wahyu yang diwahyukan (kepadanya) ‘ (QS. 53:3-4).
Dan untuk dapat dijadikannya Sirah Nabawiyah sebagai panduan dalam aktivitas da’wah, hal ini sangat argumentatif. Artinya hujjah (argumen) yang dapat ditampilkan cukup kuat - al-Qur’an dan as-Sunnab - serta fakta sejarah yang memberikan kesaksian atas keberhasilan da’wah Rasul secara gemilang dalam membina ummat untuk menegakkan Risalah Islam dalam Naungan Mulkiyatullah. Apalagi Sirah Nabawiyah, dibandingkan penulisan sejarah yang lain mempunyai karakteristik tersendiri yang menunjukkan kelebihan dan keistimewaan Sirah, yaitu:
Pertarna, Al-Ashalah (Orisinil). Orisinalitas Sirah bukanlah merupakan suatu kebetulan, tetapi ketinggian kemurnian Islam merupakan penjagaan Allah akan syari’at-Nya. Dengan hadirnya para ulama, para hafizh (hufazh) atau para rawi hadits dan ulama yang mengodifikasikannya adalah bukti yang cukup kuat. Sebagai contoh ketika Imam Bukhari ingin meletakkan sebuah hadits shalat sunnah dulu dua räka’at (Istikharah). Ini menunjukkan betapa kehati-hatian beliau agar jangan sampai Risa!ah Islam tercemari oleh tangan-tangan kotor manusia, sebagaimana yang terjadi dalam milah lain yang penuh campur tangan. Sirah Nabawiyah yang disusun dari kemurnian sumber tersebut (al Qur‘ anul Karim dan as-Sunnah ash-Shahihah) tentu saja dapat lebih dipertanggungjawabkan. Di antara karya ulama dalam penulisan sirah dapat disebutkan seperti sirah Ibnu Ishak dan sirah lbnu Hisyam (sebagai penerusnya). Atau Thabaqah Ibnu Sa’d dan Bidayah Wa Nihayah lbnu Katsir merupakan referensi handal dalam sirah Nabawiyah. Juga sirah Nabawiyah Shahihah karya Dr. Dhiya Akram merupakan referensi handal dalam era kontemporer karena Secara matan sangat relevan dengan hadits-hadits sirah dalam Shahih Bukhari Muslim.
Kedua, Al-Wudhuh fi Kulli Maraahil (Jelas dalam Tahapannya). Tahapan kehidupan Rasulullah sangat jelas adanya, mulai dari silsilah dan ketinggian pemilihannya, masa kelahiran, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga datangnya bi’tsah (wahyu, diangkat), hingga wafatn ya, semuanya dapat diik’uti secara jelas. Bahkan aktivitas, pergaulan, dan perjalanan keluar kota Makkah sampai menjadi Nabi sampai pekerjaan dan akhlaq beliau-pun digambarkan secara jelas dalam Sirah Nabawiyah. Dan yang lebih jelas lagi adalah sejarah beliau Setelah diangkat sebagai Rasul, yang dapat diketahui kronologisnya dari tahun ke tahun. Apabila dibandingkan dengan sejarah para Nabi sebelumnya, tidak ada yang sedemikian jelasnya dengan tahapan (marhalah) kehidupan Rasul saw. Biografi Musa as. dan isa as., misalnya sedikit sekali yang dapat diketahui. Maka untuk memandu gerak da’wah masa kini, sirah tak dapat diragukan lagi. kehandalannya. Terlebih di dalam mencoba memberi pendekatan antara fiqhul ahkam dengan fiqhud da’wah, sirah terasa sekali kebutuhan kita akan panduannya. Seperti tentang disyari’atkannya hijab, pelarangan khamr, zina memerlukan analisa sirah untuk memberikan pendekatan yang tepat. Hal ini bagi aktivis da’wah merupakan sebuah bekal dan ibrah tersendiri didalam meniti jalan da’wah. (QS. 12: 108).
Ketiga, Syumuliyah fi Jami’il Maraahili (Menyel uruhDalam Tiap Tahapan). Setiap aspek kehidupan Rasul dihadirkan secara menyeluruh dalam tiap tahapan. Artinya tidak sepotong-sepotong, hingga siapapun yang berusaha berta’assi mendapat gambaran yang menyeluruh pula. Sejarah beliau sebelum menjadi Rasul diketahui sebagai pemuda yang lurus, bahkan oleh masyarakat jahiliyah Quraisy digelari al Amin, karena ketinggian akhlaq beliau. Hal-hal semacam inii memiliki ibrah tersendiri agar para aktivis da’wah, dalam masyarakat jahiliyah sekalipun, harus tetap menjaga kemuliaan akhlaqnya. Karena hal ini akan merupakan bukti keistimewaan tarbiyahnya dan kesempurnaan pemeliharaan penjagaannya terhadap nilai-nilai Islam. Dan untuk mendapat gambaran kejelasan sosok pribadi Rasul dalam setiap aspek kehidupan, telah banyak karya ulama yang mencoba menulis sirah baik dari segi Maudhu’ (thema) maupun dan segi penekanan (penonjolannya). Misal karya Munir al Ghadban dari Manhaj Harak, Al-Buthi dari sisi Analisis manhajjiah, At-Tirmidzi mengurnpulkan ciri-ciri dan akhlaqnya, atau karya lain Rasul sebagai Suami, Rasul sebagai Pemimpin Militer, Rasul sebagai politikus dan lain- lain.
Keempat, Insaniyyah Rabbaniyyah(Manusia dalam Bimbingan Wahyu). Merupakan karakteristik tersendiri dan sirah, bahwa bidang kajian yang ditampilkan adalah seorang sosok manusia pilihan Allah yang dibimbing dengan wahyu. ini memberikan sebuah gambaran utuh bahwa beliau adalah manusia yang dapat diteladani oleh siapapun tetapi keistimewaannya adalah Rasul dibimbing oleh wahyu. ini berarti setiap yang mencontoh Rasul saw. otomatis menjadikan dirinya dalam bimbingan Allah. Dan inilah profil manusia yang akan sanggup dan pantas mengemban tugas mulia sebagai da’i, kha!ifah penerus Risalah Nabawiyah. Namun meskipun prikehidupan Rasul dibimbing oleh wahyu Allah nilai kemanusiaannya tidak keluar serta tidak dibumbui atribut-atribut ketuhanan seperti isa as. dan Budha Gautama sehingga sangat dimunginkan bagi setiap manusia untuk meneladaninya (Rasul saw.). Dan ini hanya akan didapat dari sirah Nabi. Dari berbagai karakteristik inilah (khasais) maka sudah selayaknya dan Seharusnya bagi aktivis Muslim untuk menapaki Manhaj Rasulullah saw. Likullin ja’alna minkum Syir’atan Warninhaaja.
Kedua, Al-Wudhuh fi Kulli Maraahil (Jelas dalam Tahapannya). Tahapan kehidupan Rasulullah sangat jelas adanya, mulai dari silsilah dan ketinggian pemilihannya, masa kelahiran, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga datangnya bi’tsah (wahyu, diangkat), hingga wafatn ya, semuanya dapat diik’uti secara jelas. Bahkan aktivitas, pergaulan, dan perjalanan keluar kota Makkah sampai menjadi Nabi sampai pekerjaan dan akhlaq beliau-pun digambarkan secara jelas dalam Sirah Nabawiyah. Dan yang lebih jelas lagi adalah sejarah beliau Setelah diangkat sebagai Rasul, yang dapat diketahui kronologisnya dari tahun ke tahun. Apabila dibandingkan dengan sejarah para Nabi sebelumnya, tidak ada yang sedemikian jelasnya dengan tahapan (marhalah) kehidupan Rasul saw. Biografi Musa as. dan isa as., misalnya sedikit sekali yang dapat diketahui. Maka untuk memandu gerak da’wah masa kini, sirah tak dapat diragukan lagi. kehandalannya. Terlebih di dalam mencoba memberi pendekatan antara fiqhul ahkam dengan fiqhud da’wah, sirah terasa sekali kebutuhan kita akan panduannya. Seperti tentang disyari’atkannya hijab, pelarangan khamr, zina memerlukan analisa sirah untuk memberikan pendekatan yang tepat. Hal ini bagi aktivis da’wah merupakan sebuah bekal dan ibrah tersendiri didalam meniti jalan da’wah. (QS. 12: 108).
Ketiga, Syumuliyah fi Jami’il Maraahili (Menyel uruhDalam Tiap Tahapan). Setiap aspek kehidupan Rasul dihadirkan secara menyeluruh dalam tiap tahapan. Artinya tidak sepotong-sepotong, hingga siapapun yang berusaha berta’assi mendapat gambaran yang menyeluruh pula. Sejarah beliau sebelum menjadi Rasul diketahui sebagai pemuda yang lurus, bahkan oleh masyarakat jahiliyah Quraisy digelari al Amin, karena ketinggian akhlaq beliau. Hal-hal semacam inii memiliki ibrah tersendiri agar para aktivis da’wah, dalam masyarakat jahiliyah sekalipun, harus tetap menjaga kemuliaan akhlaqnya. Karena hal ini akan merupakan bukti keistimewaan tarbiyahnya dan kesempurnaan pemeliharaan penjagaannya terhadap nilai-nilai Islam. Dan untuk mendapat gambaran kejelasan sosok pribadi Rasul dalam setiap aspek kehidupan, telah banyak karya ulama yang mencoba menulis sirah baik dari segi Maudhu’ (thema) maupun dan segi penekanan (penonjolannya). Misal karya Munir al Ghadban dari Manhaj Harak, Al-Buthi dari sisi Analisis manhajjiah, At-Tirmidzi mengurnpulkan ciri-ciri dan akhlaqnya, atau karya lain Rasul sebagai Suami, Rasul sebagai Pemimpin Militer, Rasul sebagai politikus dan lain- lain.
Keempat, Insaniyyah Rabbaniyyah(Manusia dalam Bimbingan Wahyu). Merupakan karakteristik tersendiri dan sirah, bahwa bidang kajian yang ditampilkan adalah seorang sosok manusia pilihan Allah yang dibimbing dengan wahyu. ini memberikan sebuah gambaran utuh bahwa beliau adalah manusia yang dapat diteladani oleh siapapun tetapi keistimewaannya adalah Rasul dibimbing oleh wahyu. ini berarti setiap yang mencontoh Rasul saw. otomatis menjadikan dirinya dalam bimbingan Allah. Dan inilah profil manusia yang akan sanggup dan pantas mengemban tugas mulia sebagai da’i, kha!ifah penerus Risalah Nabawiyah. Namun meskipun prikehidupan Rasul dibimbing oleh wahyu Allah nilai kemanusiaannya tidak keluar serta tidak dibumbui atribut-atribut ketuhanan seperti isa as. dan Budha Gautama sehingga sangat dimunginkan bagi setiap manusia untuk meneladaninya (Rasul saw.). Dan ini hanya akan didapat dari sirah Nabi. Dari berbagai karakteristik inilah (khasais) maka sudah selayaknya dan Seharusnya bagi aktivis Muslim untuk menapaki Manhaj Rasulullah saw. Likullin ja’alna minkum Syir’atan Warninhaaja.
3. Sirah Merupakan Sarana Aktual Dalam Analisa Problematfka
Dalam perjaianan da’wah, permasalahan yang muncul dari waktu ke waktu semakin banyak dan membutuhkan daya analisa untuk memecahkannya. Para dokter berkata, untuk mengetahui suatu obat, harus diketahui penyakit, sebab-sebab, gejala, diagnosis baru penyembuhannya. Maka di dalam memecahkan problem ummat sirah memiliki ketajaman Analisa. Dalam sebuah seminar, ketika ditanyakan bagaimana dalam pandangan sirah dan Syar’i tentang “Bunuh Diri Hamas Intifadhah” yang meledakkan dirinya untuk menghancurkan kekuatan musuh? Kamus fiqh hanya menjawab bahwa hal itu pada dasarnya diharamkan, tetapi dalam keadaan darurat diperbolehkan. Tetapi untuk mendapat kejelasan perlu perangkat kedua yaitu sirah. Dalam sebuah peperangan pernah salah seorang prajurit, shahabat Rasul yang melompati Benteng untuk membuka pintu benteng, ada yang Mengubur setengah Badannya di Tanah (pasir) untuk menghalau musuh, atau yang menerjang ke depan front untuk membuka pintu gerak pasukan Islam. Semua gambaran itu hanya didapatkan dan dikuatkan oleh fakta sirah. Ada juga permasalahan lain, bagaimana kalau Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel? Bukankah Rasul pernah berdamai dengan Yahudi? Dalam analisa Sirah akan kita dapatkan kejelasan Perdamaian di masa Rasulullah. Hakikat dari perdamaian yang ditempuh Rasul adalab bukti Eksistensi kepemimpinan beliau. Artinya ketika beliau mengadakan perjanjian Kaum Muslimin dalam pimpinan Rasul saw memiliki Power, sehingga manakala Yahudi, atau Musyrik Quraisy (dalam Hudaibiyah) melanggar maka para pelanggar diluluh-lantakkan dengan Power yang dimiliki kaum Muslimin. Sebagaimana ketika Bani Nadhir, Bani Quraidhah, Bani Qainuqa’, mereka melanggar perjanjian degan Rasul maka mereka diusir atau dibunuh, bahkan ketika mereka bersekongkol dengan Gathafan, dan Quraisy dalam Perang Khandaq maka mereka dipenggal satu-satu dan dimasukkan Parit (laki-lakinya) dan perempuannya ditawan. Dan perjanjian perdamaian yang ditempuh oleh Rasul saw memiliki visi da’wah yang Jauh ke depan. Dan Rasul tetap tegar meski Umar bin Khattab dan para sahabat Iainnya sempat tidak terima (ghil) dengan Isi Perjanjian Hudaibiyah. Bahkan sikap Umar sendiri dengan kata-katanya sampai “Meragukan Kerasulan Muhammad saw.” pada waktu itu, karena ketidak terimaannya terhadap isi perjanjian, yang secara zhahir merugikan ummat. Namun apa hasilnya? Visi Rasulullah yang benar, bahwa dalam waktu dua tahun jumlah ummat Islam membengkak, dan 1.400 orang ketika perjanjian Hudaibiyah dan menjadi 10.000 orang ketika Fathu Makkah. Karena, dalam masa damai frekuensi peperangan Rasulullah berkurang sehingga dapat dikonsentrasikan untuk nasyrul fikrah secara luas.. Inilah Visi Rasul saw., yang .sangat berbda dengan pandangan sempit Arafat maupun celoteh Gus Dur. Dan masih banyak analisa lain yang perlu sekali diaktualkan melalui kajian sirah. Dan kasus yang sangat perlu perhatian kita pada saat ini adalah kasus Pembantaian Muslim Rohingya, Diskriminasi Muslim Uighur, Genosida Muslim Sunni oleh presiden terlaknat Basyar Assad yang beragama Syiah Alawiah, serta semakin gencarnya Zionisme Israel meng-Aneksasi wilayah palestina, ditambah penistaaan agama islam yang lagi marak di negeri kita sendiri. Sesungguhnya Sirah Nabawiah dapat menumbuhkan tali persaudaraan diantara umat Islam dimanapun ia berada sehingga menumbuhkan rasa empati yang mengikat kata bahwa umat islam itu bagaikan satu tubuh, jika yang lain merasakan sakit, maka bagian tubuh lain pun merasakan pedih dan demam.
Khatimah
Melihat berbagai fakta dan fenomena di atas, sungguh merupakan sebuah keharusan bagi setiap Muslim untuk mengkaji sirah dalam rangka mengkaji pemahaman Islam Secara waqi’i. Dimulai dari menegakkan pribadi-pribadi Muslim yang komit, membentuk usrah Muslimah, merealisasikan masyarakat Islam hingga tertegak syari”at Allah di seluruh bumi, yang di sinari oleh cahaya rahmat lil ‘aalamien. Hatta laa takuuflu fitnah wayakuunu addimu kulluhu lillah, dalam kepemimpinan Khahirul Ummah. lnsya’ Allah. Di dalam aplikasinya Secara waqi’i sirah dapat secara efektif digunakan sebagai Panduan Manhaj Da’wah. Namun harus juga diperhatikan bahwa di dalam berda’wah sirah bukanlah dalil harga mati yang tak bisa ditawar Sehingga kaku (saklek). Tetapi sesungguhnya sirah lebih merupakan pendekatan alternatif yang lebih dimungkinkan keberhasilannya, daripada pendekatan lain yang dicontohkan selain Rasulullah saw.
Dalam perjaianan da’wah, permasalahan yang muncul dari waktu ke waktu semakin banyak dan membutuhkan daya analisa untuk memecahkannya. Para dokter berkata, untuk mengetahui suatu obat, harus diketahui penyakit, sebab-sebab, gejala, diagnosis baru penyembuhannya. Maka di dalam memecahkan problem ummat sirah memiliki ketajaman Analisa. Dalam sebuah seminar, ketika ditanyakan bagaimana dalam pandangan sirah dan Syar’i tentang “Bunuh Diri Hamas Intifadhah” yang meledakkan dirinya untuk menghancurkan kekuatan musuh? Kamus fiqh hanya menjawab bahwa hal itu pada dasarnya diharamkan, tetapi dalam keadaan darurat diperbolehkan. Tetapi untuk mendapat kejelasan perlu perangkat kedua yaitu sirah. Dalam sebuah peperangan pernah salah seorang prajurit, shahabat Rasul yang melompati Benteng untuk membuka pintu benteng, ada yang Mengubur setengah Badannya di Tanah (pasir) untuk menghalau musuh, atau yang menerjang ke depan front untuk membuka pintu gerak pasukan Islam. Semua gambaran itu hanya didapatkan dan dikuatkan oleh fakta sirah. Ada juga permasalahan lain, bagaimana kalau Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel? Bukankah Rasul pernah berdamai dengan Yahudi? Dalam analisa Sirah akan kita dapatkan kejelasan Perdamaian di masa Rasulullah. Hakikat dari perdamaian yang ditempuh Rasul adalab bukti Eksistensi kepemimpinan beliau. Artinya ketika beliau mengadakan perjanjian Kaum Muslimin dalam pimpinan Rasul saw memiliki Power, sehingga manakala Yahudi, atau Musyrik Quraisy (dalam Hudaibiyah) melanggar maka para pelanggar diluluh-lantakkan dengan Power yang dimiliki kaum Muslimin. Sebagaimana ketika Bani Nadhir, Bani Quraidhah, Bani Qainuqa’, mereka melanggar perjanjian degan Rasul maka mereka diusir atau dibunuh, bahkan ketika mereka bersekongkol dengan Gathafan, dan Quraisy dalam Perang Khandaq maka mereka dipenggal satu-satu dan dimasukkan Parit (laki-lakinya) dan perempuannya ditawan. Dan perjanjian perdamaian yang ditempuh oleh Rasul saw memiliki visi da’wah yang Jauh ke depan. Dan Rasul tetap tegar meski Umar bin Khattab dan para sahabat Iainnya sempat tidak terima (ghil) dengan Isi Perjanjian Hudaibiyah. Bahkan sikap Umar sendiri dengan kata-katanya sampai “Meragukan Kerasulan Muhammad saw.” pada waktu itu, karena ketidak terimaannya terhadap isi perjanjian, yang secara zhahir merugikan ummat. Namun apa hasilnya? Visi Rasulullah yang benar, bahwa dalam waktu dua tahun jumlah ummat Islam membengkak, dan 1.400 orang ketika perjanjian Hudaibiyah dan menjadi 10.000 orang ketika Fathu Makkah. Karena, dalam masa damai frekuensi peperangan Rasulullah berkurang sehingga dapat dikonsentrasikan untuk nasyrul fikrah secara luas.. Inilah Visi Rasul saw., yang .sangat berbda dengan pandangan sempit Arafat maupun celoteh Gus Dur. Dan masih banyak analisa lain yang perlu sekali diaktualkan melalui kajian sirah. Dan kasus yang sangat perlu perhatian kita pada saat ini adalah kasus Pembantaian Muslim Rohingya, Diskriminasi Muslim Uighur, Genosida Muslim Sunni oleh presiden terlaknat Basyar Assad yang beragama Syiah Alawiah, serta semakin gencarnya Zionisme Israel meng-Aneksasi wilayah palestina, ditambah penistaaan agama islam yang lagi marak di negeri kita sendiri. Sesungguhnya Sirah Nabawiah dapat menumbuhkan tali persaudaraan diantara umat Islam dimanapun ia berada sehingga menumbuhkan rasa empati yang mengikat kata bahwa umat islam itu bagaikan satu tubuh, jika yang lain merasakan sakit, maka bagian tubuh lain pun merasakan pedih dan demam.
Khatimah
Melihat berbagai fakta dan fenomena di atas, sungguh merupakan sebuah keharusan bagi setiap Muslim untuk mengkaji sirah dalam rangka mengkaji pemahaman Islam Secara waqi’i. Dimulai dari menegakkan pribadi-pribadi Muslim yang komit, membentuk usrah Muslimah, merealisasikan masyarakat Islam hingga tertegak syari”at Allah di seluruh bumi, yang di sinari oleh cahaya rahmat lil ‘aalamien. Hatta laa takuuflu fitnah wayakuunu addimu kulluhu lillah, dalam kepemimpinan Khahirul Ummah. lnsya’ Allah. Di dalam aplikasinya Secara waqi’i sirah dapat secara efektif digunakan sebagai Panduan Manhaj Da’wah. Namun harus juga diperhatikan bahwa di dalam berda’wah sirah bukanlah dalil harga mati yang tak bisa ditawar Sehingga kaku (saklek). Tetapi sesungguhnya sirah lebih merupakan pendekatan alternatif yang lebih dimungkinkan keberhasilannya, daripada pendekatan lain yang dicontohkan selain Rasulullah saw.
Wallahu a’lam bishshawaab.
0 komentar: