Minggu, 08 Januari 2017

Abdullah Bin Umar, Pemuda yang mampu menguasai dirinya


Ibnu Umar adalah putra Umar Ibnul Khattab. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Umar, termasuk golongan shahabat dari angkatan muda, dan dilahirkan tiga tahun sesudah bi’tsah, yaitu sesudah Nabi Muhammad saw. diangkat menjadi nabi dan rasul.
Ibnu Umar masuk Islam bersama-sama ayahnya pada usia yang masih sangat muda, bahkan dapat dikatakan belum baligh. Sekalipun demikian Ibnu Umar sudah pandai mengingat dan menceritakan kembali kejadian-kejadian yang dialaminya pada saat Ia berdua dengan ayahnya masuk Islam.
Ketika Ibnu Umar dan ayahnya masuk Islam, ayahnya berpesan kepada seseorang yang bernama Jamil bin Ma’ mar al-Juhmi untuk mengumumkan bahwa dirinya telah masuk Islam. Ayahnya ingin khalayak ramai mengetahui dirinya telah meninggalkan kemusyrikan. Beliau ingin melihat bagaimana tindakan kaum musyrikin terhadap beliau. Beliau tidak puas dan merasa harga dirinya kurang bila imannya itu tidak diuji terlebih dahulu oleh orang lain. Bukankah Bilal, Khahab, Amar dan yang lainnya mengalami penganiayaan dahulu tatkala masuk Islam sehingga iman mereka teruji? Umar bin Khattah ingin pula mendapatkan ujian itu.
Sesaat setelah ayahnya mengumumkan keyakinannya itu, Ibnu Umar melihat orang berduyun-duyun mendatangi rumahnya Untuk menyatakan kebencian dan ingin merintangi keislaman ayahnya dengan cara aniaya. Akan tetapi, ternyata ayahnya tetap tabah dan menghadapi mereka dengan keteguhan hati dan pendirian yang sukar digoncangkan.
Ketika datang perintah Rasulullah saw. untuk berhijrah ke Madinah, Ibnu Umar yang rnasih remaja itu telah pergi rnendahului ayahnya. Sejak muda remaja Umar telah rnenampakkan kecintaan terhadap agarnanya dengan penuh semangat. Dalam Usia remaja itu ia sangat gemar belajar, turut serta dalarn thalab (mencari) ilmu bersama orang tuanya. Pada waktu Rasulullah saw. menguji kecerdasan dan ketangkasan para shahabat, Ibnu Umar yang masih remaja itu kebetulan hadir pula. Rasulullah saw. rnengajukan pertanyaan yang bersifat teka-teki untuk diterka oleh para shahahat yang hadir itu. “Siapakah di antara kamu yang tahu nama sebuah pohon yang daunnya tidak gugur”? Kemudian beliau menerangkan bahwa sifat-sifat yang terdapat pada pohon itu ialah sebagaimana sifat-sifat yang terdapat pada seorang Muslim.
Mendengar pertanyaan Rasulullah saw. itu para shahahat terdiam, tak Seorangpun yang tahu jawabannya, sehingga Rasulullah saw. kemudian menerangkan bahwa pohon yang dimaksudkan adalah “kurma”. Akan tetapi, sesungguhhya menurut Ibnu Umar yang dikatakannya kepada ayahnya, ia sudah tahu jawabannya. Ia tidak mau menyampaikan jawahannya karena khawatir para sahabat yang lebih tua merasa malu dikalahkan oleh Seorang amk yang masih remaja.
Pohon kurma itu daunnya tidak jatuh, tidak gugur dan tetap melekat kuat pada pelepahnya. Pohon kurma adalah pohon serba guna, tak ada satu bagianpun dari pohon kurma itu terbuang karena kehilangan manfaatnya. Pohon kurma itu tak ubahnya seperti pohon kelapa di negeri kita ini, segala yang ada padanya ada guna dan manfaatnya. Demikian pula sifat yang ada pada seorang Muslim.
Pada masa mudanya Ibnu Umar tidur di Masjid. Ia sering mendengar orang datang rnengisahkan mimpinya kepada Rasulullah saw, yang kernudian dimintakan keterangannya sebagai takwil dan mimpinya itu. Ibnu Umar sungguh ingin pula bermimpi seperti orang-orang tua itu, ia pun ingin mendapatkan takwil dan keterangan dari Rasulullah saw
Pada suatu malam Ibnu Umar bermimpi mendapatkan secarik kain yang melayang di hadapannya, kemudian kain itu jatuh pada suatu tempat yang sañgat indah atau surga. Mimpinya itu dikisahkannya pada saudaranya, yaitu Hafsah, istri Rasulullah saw. Kemudian Hafsah menceritakan mimpinya itu kepada Rasulullah saw.
Rasulullah bersabda kepada Hafsah: “Abdullah itu anak yang baik jika ia suka shalat malam’’. Dan ketika sabda Rasulullah itu disampaikan kepada Ibnu Umar, maka sejak saat itu tak putus-putusnya ia mengerjakan shalat tahajjud setiap malam. Sudah sejak kecil Ibnu Umar ingin berjihad. Berkali-kali ia mendaftarkan diri untuk ikut berperang, tetapi selalu ditolak, sebab ia masih terlalu muda. Pada perang Badar dan perang Uhud, Ibnu Umar belum dapat diterima menjadi mujahid. Baru kemudian dalam perang Khandaq Ia diterima sebagai mujahid, saat itu ia baru berumur 15 tahun.
Ibnu Umar adalah seorang yang mampu “memiliki dirinya”. Ia berkuasa mengendalikan dirinya Sehingga Syaithan dan godaan-dogaan lainnya tidak turut campur dalam persoalan dirinya.
Kawan-kawan Ibnu Umar mengatakan: “Tak ada Seorangpun pemuda dari golongan kami yang lebih kuasa mengusai dirinya Selain Abdullah Ibnu Umar”.
lbnu Umar tidak membenci dunia, tidak pula membenci harta, sebagaimana yang diterangkan oleh kawan-kawannya. ‘Tidak ada seorangpun di antana kami yang mendapatkan dunia kecuali menjadi gangguan untuk memiringkan dia, atau dia miring kepadanya kecuali Ibnu Umar”.
Ibnu Umar adalah salah seorang shahabat yang sangat teliti dalam urusan fatwa, dan dialah orang yang paling teguh dan kuat dalam hal mencontohkan apa-apa yang dilakukan dan disunnahkan Rasulullah saw. lapun sering memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan orang padanya dengan kata-kata “Wallahu a’lamu, Allah yang lebih mengetahui!” Untuk menyatakan “aku tidak tahu”, Ibnu Umar berkata bahwa dirinya tidak suka dijadikan “jembatan ke neraka”, tidak suka orang bertaqlid kepadanya dengan dalih “Ibnu Umar telah memfatwakan kepada’ kami demikian”. Sesungguhnyalah yang ditaati dalam urusan agama bukan Ibnu Umarnya atau ulamanya, tetapi keterangan dan dalil yang dibawa oleh lbnu Umar atau ulama itulah yang menjadi pegangan pokok. Dalam “Hilyatul Auliya” diterangkan: “Bila kamu melihat Ibnu Umar dalam ittaba’ pada sunnah nabi, pasti katakan dia adalah orang gila! “Mengapa demikian?
Tentu saja orang akan mengatakannya gila, sebab keadaannya banyak tidak cocok dengan yang biasa dan lazim dilakukan oleh orang awam. Pada suatu kali Ibnu Umar pernah ditegur orang dengan macam-macam pertanyaan, seperti: Apa sebabnya ia mengenakan terompah yang terbuat dari kulit yang tidak berbulu? Mengapa dalam thawaf hanya menjamah ruknul aswad dan ruknul yamani (yaitu sudut Ka’hah yang padanya terletak Hajar Aswad dan sudut yang bersebelahan dengannya)? Mengapa tidak pergi ke Arafah pada tanggai I Zulhijjah sebagaimana halnya orang lain? Pertanyaan itu diajukan orang kepada Ibnu Umar, dan dengan tegas Ibnu Umar menjawab bahwa Semua itu dilakukannya sesuai dengan contoh yang didapatnya dari Rasulullah saw. sendiri.
Dalam hal shalat jenazah, lbnu Umar mengangkat tangan pada keempat takbirnya. Hal itu dilakukannya di hadapan orang hanyak, diketahui oleh sahabat lainnya tanpa ada suatu teguran. Dan berkaitan dengan itu lbnu Umar pun mengangkat tangan pada tiap kali takbir dalam shalat Ied (shalat hari raya), yaitu tujuh kali takbir pada rakaat pertama dan lima kali takbir pada rakaat kedua.
Sehubungan dengan. hal itu, maka lbnu Qayyim, seorang Ulama yang kukuh dan keras dalam berittiba pada sunnah Nabi saw, berkata: ‘‘Dan keadaan lbnu Umar itu adalah sangat memperhatikan (dan mengutarnakan ittiba’) kepada Rasulullah, ia mengangkat kedua tangan pada tiap—tiap takbir’’. (Zaadul Ma’ad 1:121). Ibnu Umar memfatwakan juga bahwa tidak ada halangan melakukan shalat jenazah sesudah shalat Asar, bila matahari masih terang sesuai dengan hadits shahih dan Ali bin Abi Thalib, riwayat Abu Daud dan an—Nasai, Fathul Bari 2:49-50.
Dalam terikh lbnul Abbas dengan sanad yang sahih dari Assidi diterangkan:
“Aku melihat beberapa orang dan shahabat bahwasanya mereka melihat Sesungguhnya tidak ada seorangpun di antara yang tetap dalam keadaan agarna tepat seperti halnya pada masa Rasulullah saw. kecuali Ibnu Umar”. Di antara kebiasaan Ibnu Umar adalah, bila mempunyai sesuatu yang sangat ia cintai, untuk meningkatkan kegembiraan dan kesenangan dirinya, maka barang itu disedekahkannya, “Qarrabahu lirabbihi”. Ia dijadikan bahan untuk mendekatkan dirinya kepada Allah.
lbnu Umar pernah mempunyai seorang jariah bernama Ramsah. Ramsah sangat disayangi dan dicintainya. Oleh karena itu, lbnu Umar segera memerdekakannya dan mengawinkannya dengan seseorang. Demikian pula yang dilakukannya terhadap seseorang sahaya yang bernama Nafi. Daripada ia memindah tangankan Nafi’ kepada orang lain dengan harga dan keuntungan 10 riba dinar atau dirham, Ibnu Umar lebih memilih yang lebih bernilai dan berharga yaitu memerdekakannya.
Adapun di antara ayat-ayat yang menarik perhatiannya dan sering menyebabkan matanya bergelimang air mata adalah ayat yang artinya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang fasik”. (al-Hadid:16).
Pada suatu ketika tangan lbnu Umar dipegang oleh Rasulullah saw. seraya menasehatinya:” Wahai Abdullah, hiduplah di dunia ini sebagai seorang perantau atau seperti orang yang lewat da lam suatu perjalanan, dan golongkanlah dirimu pada golongan ahli kubur”.
Selanjutnya Rasulullah saw. menyatakan bahwa kelak di akhirat yang diperlukan bukanlah emas dari perak, bukan pula uang dan harta benda. “Di sana bukan dinar dan uang (yang diperhitungkan), tetapi hanyalah kebaikan dan kejahatan”. Ibnu Umar sungguh berani dan perwira dalam menjalankan hak. Ia tidak segan menegur orang yang melakukan kemungkanan. Hal ini antana lain terbukti ketika at-Hajaj, seorang panglima Khalifah Al, Malik bin Mar- wan, datang ke Makkah. Ia ditegur oleh .Ibnu Umar karena telah mengakhirkan shalat Asar hingga hampir Maghrib. Pada waktu menegur al-Hajaj itu lbnu Umar berkata: “Sesungguhnya matahari tidak menantikan engkau’’. Ibnu Umar selalu melakukan ibadah haji mendahului al-Hajaj, padahal orang lain segan dan takut berhuat seperti itu. Ibnu Umar pun selalu bertindak sebagai imam dalam ibadah haji. Akan tetapi rupanya tindakannya ini menyebabkan al-Hajaj tidak suka padanya. Ia merasa iri tidak menjadi orang pertama dalam hal ini Akibatnya, pada waktu lbnu Umar menaiki untanya, ada orang yang seolah-olah tidak sengaja mengamitkan Ujung tombaknya pada kaki lbnu Umar sehingga terluka parah. Dan kemudian ternyata tombak itu beracun, menunjukkan bahwa perbuatan orang itu adalah perbuatan yang disengaja dan telah di rencanakan terlehih dahulu. Setelah terjadinya peristiwa itu, al-Hajaj datang menjenguk Ibnu Umar dan bertanya siapa orang yang melakukan perbuatan keji dan sekejam ini. Al-Hajaj berjanji untuk menangkap orang yang bersalah itu bila ia mengetahuinya. Mendengar ucapan al-Hajaj itu Ibnu Umar menjawab: “Tidak mungkin engkau melakukannya, sebab orang itu adalah serumahmu sendiri untuk membunuhku! Setelah peristiwa itu beberapa hari lamanya Ibnu Umar terbaring sakit, dan akhirnya wafat pada tahun 73 H disebabkan racun yang masuk melalui luka yang semakin parah keadaannya itu. A1—Hajaj terlihat turut menshalatkan jenazah Ibnu Umar. Demikianlah kisah piawai dari seorang shahabat yang teguh dan berani dalam mengemukakan al-Haq yang diingininya. Ibnu Umar seorang perwira yang pernah ikut berperang membela agama Islam di Mesir (Afrika), . Mut’ah, Yarmuk dan lain-lainnya. Ia wafat karena kesumat orang atas dirinya dalam usia 86 tahun setelah menunaikan segala tugasnya dengan sempurna.

Related Posts:

0 komentar: