Dan bersegerahlah kamu kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik ketika lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-Orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan akan dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, itulah sebaik-baiknya pahala orang orang yang beramal
Muqaddimah
Sejenak kita merenung, tentang kehidupan manusia menjalani kenyataan serta guratan nasibnya sebagai makhluq di alam fana ini. Sejak ia membuka mata menyaksikan hingar bingarnya dunia sampai akhirnya menutup mata, semuanya dilewati dengan harapan-harapan dan suka cita. Karena itulah, tidak sedikit yang melakukan perbuatan yang tidak masuk akal bahkan menyimpang, asalkan dapat tercapai Semua impian dan harapanya tersebut.
Adalah atas kerahiman Allah swt manusia diberinya pedoman hidup dan pemandu jalan menuju kebahagian yang hakiki dengan cara yang benar dan lurus. Maka harapan-harapan itupun tidak semata bergantung pada harapan yang sifatnya sementara, tetapi lebih dari itu adalah harapan yang abadi dan menjadi puncaknya segala harapan, yaitu perjumpaannya dengan Rabb yang telah dan akan mengurusnya. Sehingga segala upaya yang dilakukannya semata berangkat dari kebaikan dan kebenaran. Firman Allah Ta’ala:
"Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh dan janganlah ia menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya". (QS. al-Kahfi: 110).
Namun harus diingat, perjumpaan dengan Rabb tidak semudah mengucapkannya. Jalan yang dilalui membutuhkan kesiapan yang sempuma dan perbekalan yang cukup. Rasulullah saw, pun mengingatkan dengan sabdanya: "Surga selalu dilingkari oleh hal-hal yang tidak disenangi, dan neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan".
Jalan yang tidak disenangi kecuali oleh mereka yang sabar dan tetap bertahan menggapai harapannya. Cobaan-cobaan itu tiada lain agar kemurnian pengakuan dan kesaksian manusia benar-benar terbukti di hadapan Allah swt. sebagaimana firman-Nya:
"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan baik-buruknya hal ihwal keadaanmu". (QS. 4 7:31).
Dengan berbagai cobaan ini, tidak sedikit manusia yang terhempas dan terseret hembusan kenikmatan sementara dan akhirnya terjerumus ke dalam pelukan syetan La’natullah. Memang, setiap diri kita pernah merasakan terjatuh dalam kekotoran dan dosa tersebut, namun Allah swt. selalu membuka lebar-lebar pintu ampunan-Nya bagi hamba-Nya yang sadar dan mau kembali ke pangkuan-Nya. Firman Allah swt: "Katakanlah, Wahai hamba-hamba-Ku yang telah berlebih-lebihan merugikan diri sendiri. Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni Segala dosa, karena Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS.39:53).
Rasulullah saw. bersabda: "Setiap anak cucu Adam pernah melakukan dosa kesalahan dan sebaik-baik manusia yang bersalah ialah mereka yang bertaubat". (HR. Tirmidzi dan lbnu Hibban dan Anas ra).
Dalam keadaan seperti ini, selayaknya manusia berusaha meraih maghfirah (ampunan) serta tetap melaksanakan taubat yaitu selalu mendekatkan diri kepada Allah swt.
Makna Taubat dan Kedudukun Maghfirah
Jika melihat dari makna lafzhiyah, taubat berarti Raja’a (kembali). Maksudnya kembali dan ma’siat kepada ta’at, dari sifat tercela kepada sifat terpuji. Makna yang lebih mendekati pengertian Sebenarnya ialah kembali dari yang asalnya jauh dari maghfirah Allah menjadi lebih dekat kepadanya, demikian menurut al-ljiy. Sedangkan menurut al-Qurthubi mengutip pendapat para muhaqqiqien: “Taubat ialah menjauhi perbuatan dosa yang biasanya mendahuluimu secara sungguh-sungguh atau sesuai kemampuannya”. (Dalilul Falihin 1:78).
Adapun Maghfirah berasal dari akar kata Ghafara yang berarti menutup atau memperbaiki. Ampunan Allah disebut maghfirah karena Dia menutup segala dosa dan kesalahannya. Keterkaitan antara taubat dan maghfirah sangatlah dekat. Kalimat al-Qur’an yang berasal dan Ghafara cukup banyak, ada lebih kurang 210 kata dengan berbagai bentuknya. Hal ini menjadi isyarat akan sangat pentingnya masalah maghfirah dalam kehidupan seorang Muslim.
Dalam banyak ayat dan hadits pun kedua istilah ini seringkali bergandengan, misalnya pada QS. 11:52, YAA QAUMI ISTAGHFIRU RABBAKUM TSUMMA TUUBU ILAIH, (lihat juga QS. 11:3, QS. 11:90, QS. 5:74 dll).
Kedudukan taubat dan maghfirah sangat tinggi nilainya sebagai amaliyah yang tidak boleh terlewatkan oleh setiap Muslim. Rasulullah saw. bersabda:
Wallahi, sungguh aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya tidak kurang dari tujuh puluh kali dalam sehari (HR. Bukhari dan Abu Hurairah).
Dalam riwayat lain disebutkan, sabdanya:
"Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat seratus kali dalam sehari". (HR. Muslim dan al-Aghari Ibn Yasar al-Muzanni).
Kedua hadits di atas menunjukkan bagaimana perhatian Rasulullah saw. dalam melaksanakan taubat istighfar. Hal ini menunjukkan bahwa taubat dan istighfar bukan hanya sebagaiama manusia yang telah berbuat dosa dari kesalahan tetapi juga diwajibkan bagi setiap Muslim sebagai amal shalih. Allah swt. menyatakan dalam firman-Nya:
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung". (QS. 24:31).
Ayat ini merupakan perintah akan wajibnya bertaubat. Bahkan ayat lainnya menegaskan: "Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka adalah orang-orang yang zhalim". (QS. 49:11).
Maka amaliah taubat dan istighfar (mohon maghfirah) tidak saja berfungsi sebagai penyuci diri dari kezhaliman tetapi juga merupakan tanda dan bukti keimanan seseorang.
Bersegera Menuju Maghfirah
Ayat yang dijadikan topik tulisan ini berkenaan dengan kedudukan maghfirah dan amaliah yang mengantarkan kita dapat meraihnya. firman Allah:
"Dan bersegerahlah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa". (‘QS. 3:133).
Muqaddimah
Sejenak kita merenung, tentang kehidupan manusia menjalani kenyataan serta guratan nasibnya sebagai makhluq di alam fana ini. Sejak ia membuka mata menyaksikan hingar bingarnya dunia sampai akhirnya menutup mata, semuanya dilewati dengan harapan-harapan dan suka cita. Karena itulah, tidak sedikit yang melakukan perbuatan yang tidak masuk akal bahkan menyimpang, asalkan dapat tercapai Semua impian dan harapanya tersebut.
Adalah atas kerahiman Allah swt manusia diberinya pedoman hidup dan pemandu jalan menuju kebahagian yang hakiki dengan cara yang benar dan lurus. Maka harapan-harapan itupun tidak semata bergantung pada harapan yang sifatnya sementara, tetapi lebih dari itu adalah harapan yang abadi dan menjadi puncaknya segala harapan, yaitu perjumpaannya dengan Rabb yang telah dan akan mengurusnya. Sehingga segala upaya yang dilakukannya semata berangkat dari kebaikan dan kebenaran. Firman Allah Ta’ala:
"Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh dan janganlah ia menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya". (QS. al-Kahfi: 110).
Namun harus diingat, perjumpaan dengan Rabb tidak semudah mengucapkannya. Jalan yang dilalui membutuhkan kesiapan yang sempuma dan perbekalan yang cukup. Rasulullah saw, pun mengingatkan dengan sabdanya: "Surga selalu dilingkari oleh hal-hal yang tidak disenangi, dan neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan".
Jalan yang tidak disenangi kecuali oleh mereka yang sabar dan tetap bertahan menggapai harapannya. Cobaan-cobaan itu tiada lain agar kemurnian pengakuan dan kesaksian manusia benar-benar terbukti di hadapan Allah swt. sebagaimana firman-Nya:
"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan baik-buruknya hal ihwal keadaanmu". (QS. 4 7:31).
Dengan berbagai cobaan ini, tidak sedikit manusia yang terhempas dan terseret hembusan kenikmatan sementara dan akhirnya terjerumus ke dalam pelukan syetan La’natullah. Memang, setiap diri kita pernah merasakan terjatuh dalam kekotoran dan dosa tersebut, namun Allah swt. selalu membuka lebar-lebar pintu ampunan-Nya bagi hamba-Nya yang sadar dan mau kembali ke pangkuan-Nya. Firman Allah swt: "Katakanlah, Wahai hamba-hamba-Ku yang telah berlebih-lebihan merugikan diri sendiri. Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni Segala dosa, karena Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS.39:53).
Rasulullah saw. bersabda: "Setiap anak cucu Adam pernah melakukan dosa kesalahan dan sebaik-baik manusia yang bersalah ialah mereka yang bertaubat". (HR. Tirmidzi dan lbnu Hibban dan Anas ra).
Dalam keadaan seperti ini, selayaknya manusia berusaha meraih maghfirah (ampunan) serta tetap melaksanakan taubat yaitu selalu mendekatkan diri kepada Allah swt.
Makna Taubat dan Kedudukun Maghfirah
Jika melihat dari makna lafzhiyah, taubat berarti Raja’a (kembali). Maksudnya kembali dan ma’siat kepada ta’at, dari sifat tercela kepada sifat terpuji. Makna yang lebih mendekati pengertian Sebenarnya ialah kembali dari yang asalnya jauh dari maghfirah Allah menjadi lebih dekat kepadanya, demikian menurut al-ljiy. Sedangkan menurut al-Qurthubi mengutip pendapat para muhaqqiqien: “Taubat ialah menjauhi perbuatan dosa yang biasanya mendahuluimu secara sungguh-sungguh atau sesuai kemampuannya”. (Dalilul Falihin 1:78).
Adapun Maghfirah berasal dari akar kata Ghafara yang berarti menutup atau memperbaiki. Ampunan Allah disebut maghfirah karena Dia menutup segala dosa dan kesalahannya. Keterkaitan antara taubat dan maghfirah sangatlah dekat. Kalimat al-Qur’an yang berasal dan Ghafara cukup banyak, ada lebih kurang 210 kata dengan berbagai bentuknya. Hal ini menjadi isyarat akan sangat pentingnya masalah maghfirah dalam kehidupan seorang Muslim.
Dalam banyak ayat dan hadits pun kedua istilah ini seringkali bergandengan, misalnya pada QS. 11:52, YAA QAUMI ISTAGHFIRU RABBAKUM TSUMMA TUUBU ILAIH, (lihat juga QS. 11:3, QS. 11:90, QS. 5:74 dll).
Kedudukan taubat dan maghfirah sangat tinggi nilainya sebagai amaliyah yang tidak boleh terlewatkan oleh setiap Muslim. Rasulullah saw. bersabda:
Wallahi, sungguh aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya tidak kurang dari tujuh puluh kali dalam sehari (HR. Bukhari dan Abu Hurairah).
Dalam riwayat lain disebutkan, sabdanya:
"Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat seratus kali dalam sehari". (HR. Muslim dan al-Aghari Ibn Yasar al-Muzanni).
Kedua hadits di atas menunjukkan bagaimana perhatian Rasulullah saw. dalam melaksanakan taubat istighfar. Hal ini menunjukkan bahwa taubat dan istighfar bukan hanya sebagaiama manusia yang telah berbuat dosa dari kesalahan tetapi juga diwajibkan bagi setiap Muslim sebagai amal shalih. Allah swt. menyatakan dalam firman-Nya:
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung". (QS. 24:31).
Ayat ini merupakan perintah akan wajibnya bertaubat. Bahkan ayat lainnya menegaskan: "Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka adalah orang-orang yang zhalim". (QS. 49:11).
Maka amaliah taubat dan istighfar (mohon maghfirah) tidak saja berfungsi sebagai penyuci diri dari kezhaliman tetapi juga merupakan tanda dan bukti keimanan seseorang.
Bersegera Menuju Maghfirah
Ayat yang dijadikan topik tulisan ini berkenaan dengan kedudukan maghfirah dan amaliah yang mengantarkan kita dapat meraihnya. firman Allah:
"Dan bersegerahlah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa". (‘QS. 3:133).
Al-Musara ‘ah ilal maghfirah (bersegera menuju ampunan) adalah perintah Allah kepada orang-orang yang beriman. Menyegerakan amal shalih dan tidak menunda-nunda walau beberapa waktu sangatlah dianjurkan. Banyak ayat yang menyatak an hal itu dipertegas lagi oleh beberapa hadits diantaranya, apa yang diungkapkan oleh Ibnu Umar ra:
"Apabila kamu berada di waktu sore maka jangan tunggu waktu pagi, dan bila kamu berada diwaktu pagi maka jangan tunggu waktu sore,jadikanlah waktu sehatmu sebelum datang sakit, dan waktu hidupmnu sebelum matimu". (HR. Bukhari).
Hadits di atas sungguh membuat kita harus lebih memperhatikan masalah waktu dalam kebaikan, firman-Nya:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa". (QS. 3:133).
Demikianlah tanda orang yang bertaqwa, setiap waktu selalu tidak dilewatkan untuk beramal shalih guna meraih maghfirah Allah. Makna ayat di atas sejalan dengan sebuah hadits dari Anas bin Malik ra. katanya:
“Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah swt. berfirman. Wahai Bani Adam, sungguh jika engkau memohon kepada-Ku dan mengharapkan (pertemuan) dengan-Ku pasti Aku ampuni segala yang ada padamu tanpa peduli. Wahai Bani Adam, sekalipun dosa-dosamu bertumpuk sampai memenuhi langit, tapi kemudian engkau metnohon ampun kepada-Ku, niscaya Ku-amnpuni seluruh dosamu. Wahai Bani Adam, sekiranya engkau datang dengan dosa sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku (mati) dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan Sesuatupun, niscaya Aku akan berikan ampunan Setimbang dengan dosa tersebut". (HR. Tirmidzi).
Maka untuk mencapai maghfIrah Allah yang luas tadi, dijelaskan oleh lanjutan ayat yang sekaligus merupakan sifat dan karakteristik orang yang bertaqwa.
Pertama, Orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik ketika lapang maupun sempit. Infaq atau shadaqah merupakan bukti kebenaran taqwa yang terhunjam kuat dalam hati seorang Muslim. Yang dinilai bukanlah jumlah harta atau benda yang diinfaqk an tetapi landasan yang menjadi motivasi untuk mengeluarkan sebagian hartanya. Ayat tentang infaq ini berkaitan erat dengan ayat sebelumnya yang mengharamkan riba. Artinya infaq merupakan sebuab alternatif menghentikan riba. Sebagaimana perbandingan yang difirmankan Allah:
"Dan Sesuatu riba yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat, yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya". (QS. 30:39).
Keutamaan infaq dan shadaqah cukup banyak dijelaskan dalam al-Qur‘ an. Beberapa hadits juga menjelaskan: Takutlah kalian terhadap neraka, sekãlipun hanya dengan sepotong buah kurma, dan berikanlah kepada orang-orang yang minta sekalipun itu adalah dengki yang dibakar.
Makna shadaqah secara luas dipaparkan dalam sebuah sabda Rasulullah saw.: "Setiap Muslim atasnya (harus) shadaqah. Mereka (shahabat) bertanya, Ya Nabiyullah, bagaimana jika tidak punya?, sabdanya bekerjalah dengan kemampuannva maka Ia mendatangk manfaat bagi dirinya dan Ia dapat bersedekah, mereka berkata lagi, bagaimana jika tidak mampu? Sabdanya, dia (sedekah) dengan menolong orang yang membutuhkan dari yang kesusahan, mereka bertanya lagi, bagaimana jika tidak mampu, sabdanya, kerjakanlah yang baik dan cegahlah dirinya dan perbuatan jahat maka sesungguhnya itu adalah shadaqah baginya". (HR. Bukhari dan Abi Musa al-Asy ‘ary).
Shadaqah adalah isyarat turunnya ampunan Allah. Karena Ia menjadi penyuci harta benda yang kita gunakan. Sedangkan, bersihnya harta kekayaan merupakan syarat terkabulnya do’a kita.
Kedua, Orang-orang yang menahan amarahn ya dan memaafkan kesalahan orang serta berbuat baik terhadap sesamanya. Marah adalah sifat yang manusiawi. Namun jika nafsu amarah yang bergejolak itu tidak dapat tenkendali tentu akan merugikan diri sendiri. Maka Rasulullah saw. menyatakan:
Orang yang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat, tetapi (orang yang kuat,) adalah onang yang mampu menahan diri ketika marah. Orang yang selalu emosi ketika menghadapi masalah akan menjerumuskan dirinya pada penyesalan yang tiada akhir. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Haritsah bin Abdurrahman, bahwa Seseorang dari shahabat datang kepada Rasulullah saw. dan meminta nasihat. Maka beliau bersabda: “Janganlah marah”. Maka berpikirlah aku (kata orang itu) tentang sabda Rasulullah saw, tersebut dan ternyata sifat marah itu menghimpun segala kejahatan. (Mukht ashar 11:200).
Maka jika kita sudah mencapai titik kemarahan yang sangat, Rasulullah saw. menganjurkan agar cepat-cepat mengambil air wudhu’. ini langkah untuk mengendalikan kemarahan tadi. Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya sifat marah itu dari syetan dan syetan itu diciptakan dari api, dan api hanya dapat dipadamkan dengan air. Maka jika seseorang marah hendaklah Segera berwudhu’. (HR. Ahmad dari Urwah bin Muhammad).
Demikian utamanya orang yang mampu mengendalikan amarahnya sehingga Rasulullah saw. bersabda:
"Barang siapa yang menahan rasa marahnya sedang ia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan nasa ketenangan dan keimanan". (HR. Abdu Dawud).
Selanjutnya tanda orang taqwa yang mendapat maghfirah Allah adalah mereka yang dapat memaafkan kesalahan orang lain seberapapun kesalahan mereka. Sangat berat menjadi seorang pemaaf. Karenanya Rasulullah saw. amat memuji orang yang mampu memaafkan di saat mereka berkuasa membalas dendam. Sabdanya:
"Barang siapa suka bangunan. rumahnya (di surga) didirikan dan diangkat derajatnya, hendaklah ia memaafkan orang yang berbuat aniaya terhadap dirinya, ,memberi kepada orang miskin dan menyambung silaturrahmi dengan orang yang memutuskannya". (HR. Ath-Thabrani).
Kemudian, Allah sangat mencintai orang yang menolong sesamanya, menyantuni hambanya yang menderita sebagai tanda rasa syukur terhadap-Nya. Imam Baihaqy mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa ada seorang hamba sahaya wanita milik Ali bin Husain ra. Ketika sahaya itu mengucurkan air wudhu’ padanya, tiba-tiba kendi airnya terlepas dan melukai Ali. Alangkah marahnya dia dan ia mengangkat tangannya hendak memukul sahaya. Namun sahaya tadi berkata:
“Sesungguhnya Allah berfirman WAL KADZIMINA GHAIDHA, (ialah orang yang menahan amarahnya)”, sadarlah Ali dan berkata: “Aku telah menahan amarahku”, sang sahaya berkata: “Dan orang-orang yang suka memaafkan orang lain”. Beliau menyahut: “Allah telah memaafkanmu”, Sahaya itu berkata lagi: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik”. Ali pun menjawab: “Pergilah engkau, mulai sekarang aku merdekakan karena Allah”. (Almaraghi, IV:120). Perubahan sikap yang dilakukan seorang ulama Salaf ini sungguh mengagumkan. lnilah sebuah illustrasi Musara’ah Ila Maghfirah. (bersegera menuju ampunan Allah swt.).
Ketiga, Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan akan dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Tanda ketaqwaan terakhir adalah selalu menjaga kesucian batinnya dengan tidak segan bertaubat jika melakukan kesalahan dan dosa. Karena bagaimanapun besarnya dosa, jika dengan ikhlash kita bertaubat, pasti Allah Maha Pengampun, asalkan Ia tidak mengulangi perbuatan kejinya. Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada dosa besar yang disertai istighfar, dan tidak ada dosa kecil yang selalu dibarengi dengan terus menerus.
Jika setiap muslim menghayati ketiga tanda orang bertaqwa pada ayat di atas, maka jaminannya adalah maghfirah Allah serta cita-cita bertemu dengan Rabb-nya akan terkabul, firman-Nya:
"Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baikn ya pahala orang-orang yang beramal". (QS. ali Imran/3: 133-136).
SUBHANAKALLAHUMMA WA BI HAMDIKA ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLAA ANTA ASTAGHFIRUUKA WAATUUBU ILAIKA ALLAHUMMAGHFIRLANAA WA TUB ‘ALAINAA INNAKA ANTAL ‘AZIZUL GHAFFAR.
(Maha suci Engkau dan dengan puji syukur kepadaM u kami bersaksi tiada Tuhan kecuali Engkau, kami memohon ampunan Mu dan bertaubat kepadaM u Ya Allah ampunilah kami dan berilah kami taubat sesungguhnya Engkau Maha Perkasa dan Maha Pengampun). Amien....
Subhan Nurdin
Hadits di atas sungguh membuat kita harus lebih memperhatikan masalah waktu dalam kebaikan, firman-Nya:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa". (QS. 3:133).
Demikianlah tanda orang yang bertaqwa, setiap waktu selalu tidak dilewatkan untuk beramal shalih guna meraih maghfirah Allah. Makna ayat di atas sejalan dengan sebuah hadits dari Anas bin Malik ra. katanya:
“Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah swt. berfirman. Wahai Bani Adam, sungguh jika engkau memohon kepada-Ku dan mengharapkan (pertemuan) dengan-Ku pasti Aku ampuni segala yang ada padamu tanpa peduli. Wahai Bani Adam, sekalipun dosa-dosamu bertumpuk sampai memenuhi langit, tapi kemudian engkau metnohon ampun kepada-Ku, niscaya Ku-amnpuni seluruh dosamu. Wahai Bani Adam, sekiranya engkau datang dengan dosa sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku (mati) dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan Sesuatupun, niscaya Aku akan berikan ampunan Setimbang dengan dosa tersebut". (HR. Tirmidzi).
Maka untuk mencapai maghfIrah Allah yang luas tadi, dijelaskan oleh lanjutan ayat yang sekaligus merupakan sifat dan karakteristik orang yang bertaqwa.
Pertama, Orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik ketika lapang maupun sempit. Infaq atau shadaqah merupakan bukti kebenaran taqwa yang terhunjam kuat dalam hati seorang Muslim. Yang dinilai bukanlah jumlah harta atau benda yang diinfaqk an tetapi landasan yang menjadi motivasi untuk mengeluarkan sebagian hartanya. Ayat tentang infaq ini berkaitan erat dengan ayat sebelumnya yang mengharamkan riba. Artinya infaq merupakan sebuab alternatif menghentikan riba. Sebagaimana perbandingan yang difirmankan Allah:
"Dan Sesuatu riba yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat, yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya". (QS. 30:39).
Keutamaan infaq dan shadaqah cukup banyak dijelaskan dalam al-Qur‘ an. Beberapa hadits juga menjelaskan: Takutlah kalian terhadap neraka, sekãlipun hanya dengan sepotong buah kurma, dan berikanlah kepada orang-orang yang minta sekalipun itu adalah dengki yang dibakar.
Makna shadaqah secara luas dipaparkan dalam sebuah sabda Rasulullah saw.: "Setiap Muslim atasnya (harus) shadaqah. Mereka (shahabat) bertanya, Ya Nabiyullah, bagaimana jika tidak punya?, sabdanya bekerjalah dengan kemampuannva maka Ia mendatangk manfaat bagi dirinya dan Ia dapat bersedekah, mereka berkata lagi, bagaimana jika tidak mampu? Sabdanya, dia (sedekah) dengan menolong orang yang membutuhkan dari yang kesusahan, mereka bertanya lagi, bagaimana jika tidak mampu, sabdanya, kerjakanlah yang baik dan cegahlah dirinya dan perbuatan jahat maka sesungguhnya itu adalah shadaqah baginya". (HR. Bukhari dan Abi Musa al-Asy ‘ary).
Shadaqah adalah isyarat turunnya ampunan Allah. Karena Ia menjadi penyuci harta benda yang kita gunakan. Sedangkan, bersihnya harta kekayaan merupakan syarat terkabulnya do’a kita.
Kedua, Orang-orang yang menahan amarahn ya dan memaafkan kesalahan orang serta berbuat baik terhadap sesamanya. Marah adalah sifat yang manusiawi. Namun jika nafsu amarah yang bergejolak itu tidak dapat tenkendali tentu akan merugikan diri sendiri. Maka Rasulullah saw. menyatakan:
Orang yang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat, tetapi (orang yang kuat,) adalah onang yang mampu menahan diri ketika marah. Orang yang selalu emosi ketika menghadapi masalah akan menjerumuskan dirinya pada penyesalan yang tiada akhir. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Haritsah bin Abdurrahman, bahwa Seseorang dari shahabat datang kepada Rasulullah saw. dan meminta nasihat. Maka beliau bersabda: “Janganlah marah”. Maka berpikirlah aku (kata orang itu) tentang sabda Rasulullah saw, tersebut dan ternyata sifat marah itu menghimpun segala kejahatan. (Mukht ashar 11:200).
Maka jika kita sudah mencapai titik kemarahan yang sangat, Rasulullah saw. menganjurkan agar cepat-cepat mengambil air wudhu’. ini langkah untuk mengendalikan kemarahan tadi. Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya sifat marah itu dari syetan dan syetan itu diciptakan dari api, dan api hanya dapat dipadamkan dengan air. Maka jika seseorang marah hendaklah Segera berwudhu’. (HR. Ahmad dari Urwah bin Muhammad).
Demikian utamanya orang yang mampu mengendalikan amarahnya sehingga Rasulullah saw. bersabda:
"Barang siapa yang menahan rasa marahnya sedang ia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan nasa ketenangan dan keimanan". (HR. Abdu Dawud).
Selanjutnya tanda orang taqwa yang mendapat maghfirah Allah adalah mereka yang dapat memaafkan kesalahan orang lain seberapapun kesalahan mereka. Sangat berat menjadi seorang pemaaf. Karenanya Rasulullah saw. amat memuji orang yang mampu memaafkan di saat mereka berkuasa membalas dendam. Sabdanya:
"Barang siapa suka bangunan. rumahnya (di surga) didirikan dan diangkat derajatnya, hendaklah ia memaafkan orang yang berbuat aniaya terhadap dirinya, ,memberi kepada orang miskin dan menyambung silaturrahmi dengan orang yang memutuskannya". (HR. Ath-Thabrani).
Kemudian, Allah sangat mencintai orang yang menolong sesamanya, menyantuni hambanya yang menderita sebagai tanda rasa syukur terhadap-Nya. Imam Baihaqy mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa ada seorang hamba sahaya wanita milik Ali bin Husain ra. Ketika sahaya itu mengucurkan air wudhu’ padanya, tiba-tiba kendi airnya terlepas dan melukai Ali. Alangkah marahnya dia dan ia mengangkat tangannya hendak memukul sahaya. Namun sahaya tadi berkata:
“Sesungguhnya Allah berfirman WAL KADZIMINA GHAIDHA, (ialah orang yang menahan amarahnya)”, sadarlah Ali dan berkata: “Aku telah menahan amarahku”, sang sahaya berkata: “Dan orang-orang yang suka memaafkan orang lain”. Beliau menyahut: “Allah telah memaafkanmu”, Sahaya itu berkata lagi: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik”. Ali pun menjawab: “Pergilah engkau, mulai sekarang aku merdekakan karena Allah”. (Almaraghi, IV:120). Perubahan sikap yang dilakukan seorang ulama Salaf ini sungguh mengagumkan. lnilah sebuah illustrasi Musara’ah Ila Maghfirah. (bersegera menuju ampunan Allah swt.).
Ketiga, Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan akan dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Tanda ketaqwaan terakhir adalah selalu menjaga kesucian batinnya dengan tidak segan bertaubat jika melakukan kesalahan dan dosa. Karena bagaimanapun besarnya dosa, jika dengan ikhlash kita bertaubat, pasti Allah Maha Pengampun, asalkan Ia tidak mengulangi perbuatan kejinya. Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada dosa besar yang disertai istighfar, dan tidak ada dosa kecil yang selalu dibarengi dengan terus menerus.
Jika setiap muslim menghayati ketiga tanda orang bertaqwa pada ayat di atas, maka jaminannya adalah maghfirah Allah serta cita-cita bertemu dengan Rabb-nya akan terkabul, firman-Nya:
"Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baikn ya pahala orang-orang yang beramal". (QS. ali Imran/3: 133-136).
SUBHANAKALLAHUMMA WA BI HAMDIKA ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLAA ANTA ASTAGHFIRUUKA WAATUUBU ILAIKA ALLAHUMMAGHFIRLANAA WA TUB ‘ALAINAA INNAKA ANTAL ‘AZIZUL GHAFFAR.
(Maha suci Engkau dan dengan puji syukur kepadaM u kami bersaksi tiada Tuhan kecuali Engkau, kami memohon ampunan Mu dan bertaubat kepadaM u Ya Allah ampunilah kami dan berilah kami taubat sesungguhnya Engkau Maha Perkasa dan Maha Pengampun). Amien....
Subhan Nurdin
0 komentar: