Subuh itu tepatnya tanggal 25 Dzulhijjah tahun 3 Hijriah, saat Umar bin Khattab mengimani shalat shubuh, dan saat dia bertakbir, tiba-tiba seorang lelaki mendekati lalu menikamnya. Umar pun akhirnya ambruk, darahnya bercucuran, sementara sang pembunuh mengamuk sambil menikam kanan kiri dan melukai banyak sahabat Nabi, meski akhirnya berhasil dilumpuhkan. Dalam kondisi terluka amirul mukminin dibawah kekediamannya. Para sahabat mengerumuni amirul mukminin yang terbaring lemah sambil menunggu seorang tabib. Saat itu Ibnu Abbas yang mengabarkan bahwa yang menikamnya adalah Abu Lu’luah. Umar pun berkata : Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan kematianku ditangan seorang yang mengaku muslim.
Siapakah Abu Lu’luah ?
Abu Lu’luah adalah seorang budak Mughiroh bin Syub’ah asal Persia yang beragama majusi atau penyembah berhala. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, kerajaan Kisra/Persia berhasil ditaklukkan dan berada dibawah kekuasaan Islam. Inilah yang menjadi dendam Abu Lu’luah terhadap Umar bin Khattab. Ia berhasil menyusup dikalangan umat Islam Madinah dan mengaku telah memeluk Islam, namun sesungguhnya ia memendam niat busuk untuk membunuh sang khalifah. Disaat umat Islam dunia begitu menghormati jasa besar Umar bin Khattab yang telah menegakkan panji-panji Islam dan memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan menaklukkan Romawi dan Persia, dua kerajaan adidaya pada masa itu, namun pembunuh Umar bin Khattab justru di elu-elukan dan dianggap sebagai pahlawan.
Abu Lu’luah meskipun dieksekusi mati dan dimakamkan di Madinah, makam simboliknya sengaja dibangun di Bandar kashan Iran dan banyak di ziarahi oleh kaum syi’ah, bahkan dianugerahi gelar “Baba Sujaudin” yang artinya bapak sang pemberani. Makam simbolik Abu Lu’luah sudah lama diprotes umat Islam.
Pada tahun 2007, makam ini pernah disegel oleh pemimpin tertinggi Iran Ali Khaemeni karna dijadikan tempat berkumpulnya kelompok syiah radikal yang biasa merayakan hari terbunuhnya Umar bin Khattab. Namun hingga kini makam simbolik Abu Lu’luah tak pernah sepi dari peziarah. Dan mereka pun selalu membaca doa qunut yang berisi kutukan dan hujatan terhadap para sahabat Nabi, mulai Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, hinga Muawiah bin Abu Sufyan, padahal kemuliaan mereka tak diragukan lagi, bahkan sebagian dari mereka sudah dijamin oleh Rasulullah sebagai penghuni surga, Wallahu A’lam.
Fitnah Tehadap Para Sahabat Rasulullah
Berbicara tentang sahabat Nabi seakan berenang dilautan yang tak bertepi. Begitu banyak kemulian yang tertoreh dalam kehidupan mereka, baik ketika berdampingan dengan Rasulullah saw, maupun ketika beliau wafat. Keberadaan dan peran mereka ditengah-tengah umat merupakan bukti nyata kegemilangan da’wah Rasulullah saw untuk membina umat manusia kejalan keselamatan. Merekalah generasi yang tumbuh langung dibawah naungan tarbiyah Rasulullah saw. Mereka menyaksikan dan mendengar segala yang berkaitan dengan agama ini langung dari beliau Sallallahu Alaihi Wasallam. Karenanya mereka ibarat menara yang terang benderang dalam hal pemahaman akan kebenaran, kelurusan akidah, kesungguhan ibadah, kemuliaan akhlak dan kesehajaan hidup. Dan semua itu tergores apik dalam tinta emas sejarah peradaban umat. Sehingga tidak heran kalau kemudian mereka di tahbis sebagai tonggak penegak kelangsungan ajaran Islam. Wajar jika mereka menjadi target makar musuh-musuh agama, sebab dengan merusak kredibilitas dan persepsi umat tentang mereka, akan lebih mudah mengacaukan manhaj yang benar dalam memahami dan merealisasikan syariat Islam. Berbagai pencemaran nama baik yang dilakukan firkah- firkah sesat sejak sepeniggalan Rasulullah saw hingga saat sekarang ini.
Contoh yang paling nyata dalam sejarah adalah munculnya fitnah Khawarij dan Syi’ah yang begitu getol menyudutkan para sahabat. Fitnah dan upaya memecah belah umat Islam melalui jalan merusak citra para sahabat tidak pernah berhenti. Dan Rasulullah saw memberi pesan kepada kita : “Tepapilah sunnahku dan sunnah al Khulafa ar-Rasyidin al Mahdiun setelahku”. Semoga Allah swt membimbing kita dari fitnah yang merusak agama.
Secara bahasa “syahabi” merupakan pecahan dari asy-suhba, yang berarti “muasharo” atau berarti pergaulan atau persahabatan. Disebutkan dalam kitab lisanul arab, kata “syahabahu” bermakna asyarahu yakni menemaninya dan bersamanya. Orang yang pernah berjumpa dengan Nabi saw dalam keadaan beriman dan wafat dalam keadaan Islam termasuk dalam kategori ini. Menurut Ibnu Hajar dalam al-Ishoba, semua mukmin yang pernah berjumpa dengan Rasulullah saw baik dalam waktu lama maupun singkat, meriwayatkan hadist dari beliau maupun tidak, turut berperang beserta beliau maupun tidak, dan orang yang tidak melihat beliau disebabkan sesuatu hal seperti buta. Berdasarkan keterangan dari Jabir bin Abdillah ra, jumlah kami pada saat itu adalah 1400 orang (Riwayat Al-Bukhari).
Kedudukan Para Sahabat Rasulullah saw Menurut Al-Qur’an
Bagaimana kedudukan mereka menurut Al-Qur’an?, Lihatlah surah al fath ayat 18 :
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Ayat diatas merupakan dalil yag jelas akan persaksian Allah Ta’ala atas para sahabat, dan ini merupakan bentuk persaksian terhadap apa yang ada dalam hati mereka, sebab Allah-lah yang Maha mengetahui atas apa yang terkandung didalamnya. Dari lahirlah keridhaan-Nya atas mereka. Dan siapa yang Allah Ta’ala telah ridha padanya, mustahil mati dalam keadaan kufur, sebab ukuran utamanya adalah kematian dalam keadaan Islam, seperti yang ditegaskan oleh hadits Raulullah saw :
“Tidak akan masuk neraka dengan izin Allah seorang pun yang ikut berbai’at dibawah pohon”. (HR. Muslim)
Ibnu Khaldum rahimahullah berkata dalam kitabnya Al Fasl Fil Milal wa al-Aswa wa Anniha ;
“Siapa yang Allah Ta’ala kabarkan kepada kita bahwa Ia mengetahui apa yang ada didalam hati-hati mereka, ridha terhadapnya serta menurunkan sakinah atau ketenangan atanya maka tidak halal bagi siapapun untuk tawakhu untuk tidak mengetahui keutamaan teresbut atau ragu tentang mereka”.
Dalam ayat lain Allah Azza Wajalla berfirman :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dala Injil. Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. al-Fath : 29)
Imam Malik rahimahullah berkata :
Imam Malik rahimahullah berkata :
"Telah sampai padaku berita bahwa kaum Nasrani jika menyaksikan para sahabat yang menaklukkan negeri Syam, merka berujar, demi Allah merka itu lebih baik ketimbang kaum Hawariyun sebagaimana yang kami ketahui tentang mereka".
Perkataan ini merupakan bukti kejujuran, sebab umat ini begitu diagungkan dalam kitab-kitab Samawi. Dan yang paling mulia dan agung adalah para sahabat Rasulullah saw, dimana Allah Ta’ala telah memuliakan penyebutan mereka dalam kitab-kitab samawi yang diturunkan, serta dalam kabar-kabar yang diwariskan secara turun-temurun. Allah Ta’ala sudah menjamin mereka dengan Surga-Nya. Allah Ta’ala berfirman :
Perkataan ini merupakan bukti kejujuran, sebab umat ini begitu diagungkan dalam kitab-kitab Samawi. Dan yang paling mulia dan agung adalah para sahabat Rasulullah saw, dimana Allah Ta’ala telah memuliakan penyebutan mereka dalam kitab-kitab samawi yang diturunkan, serta dalam kabar-kabar yang diwariskan secara turun-temurun. Allah Ta’ala sudah menjamin mereka dengan Surga-Nya. Allah Ta’ala berfirman :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Kemulian para sahabat juga diulas dalam banyak hadist Nabi, misalnya hadist dari Abdullah bin Mas’ud ra, Rasulullah saw bersabda :
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
"Sebaik-baik manusia adalah yang hidup di zamanku, kemudian orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelahnya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Umar bin Khattab :
Apakah engkau mengetahui bahwa Allah Ta’ala telah melihat (kedalam hati) orang-orang ikut dalam perang badar, lalu Ia berfirman : “Lakukanlah apa yang kalian kehendaki, sungguh aku telah mengampuni kalian”.(HR. Bukhari dan Muslim).
Makna sabda Rasulullah saw ini, bahwasanya amal keburukan mereka yang ikut dalam perang Badar telah diampuni, seakan ia tak pernah terjadi, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al imam Asqalani dalam kitab ma’rifatul fishal al muqasirah. Selain itu, begitu banyak hadist sahih yang menjelaskan kedudukan dan kemuliaan para sahabat. Bahkan Rasulullah saw menyebutkan ada sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Diantaranya yaitu : Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurran bin Auf, Saad bin Abi Waqqas, Abu Ubaidah al Jarra. Mereka begitu mencintai Rasulullah dan keluarganya, sebagai bukti bahwa mereka menjalankan wasiat Raulullah saw untuk mencintai para Ahlul Bait. Zubair bin Awwan, Talha bin Ubaidillah dan Said bin Zaid. Namun adapula yang mengatakan sebelas orang dengan memasukkan Bilal bin Rabah.
Abu Bakar pernah berkata : “Sungguh keluarga Rasulullah lebih aku cintai dari keluargaku sendiri”.
Pantaslah kemuliaan disematkan pada mereka. Dalam banyak riwayat sahih, ketika Ali bin Abi Thalib bertanya tentang orang yang paling mulia setelah Rasulullah saw, dengan tegas beliau menjawab, Abu Bakar, lalu Umar, lalu Ustman. Bahkan beliau mengancam akan mencambuk bagi siapa saja yang melebihkan beliau atas Abu Bakar dan Umar ra”. (Riwayat Bukhari dan Ahmad)
Kemulian sahabat Rasulullah juga terjalin dalam ikatan kekeluargaan hingga hubungan mereka dengan Rasulullah begitu erat. Rasulullah menikahi Siti Aiyah putri Abu Bakar dan Hafsah putri Umar bin Khattab. Begitu pula Rasulullah menikahkan putrinya Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Juga menikahkan kedua putrinya Rukhaya dam Ummu Kulsum kepada Ustman bin Affan. Para sahabat Nabi saling mencintai dan saling menghormati. Terbukti Ali bin Abi Thalib menamai beberapa anak keturunannya dengan nama Abu Bakar, Umar dan Ustman.
Dalam berbagai hadist Rasulullah mengharamkan untuk menghina para sahabat. Dari abu Said Ia berkata : Rasulullah saw berabda : “jangan kalian mencela seorangpun dari sahabatku. Sungguh jika salah seorang diantara kalian berinfaq sebesar gunung uhud emas, maka itu belum menyamai segenggam (dari infaq) mereka dan tidak pula setengahnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadist lain dari Uwais bin Sa’ida ra, Rasulullah saw bersabda : “Sungguh Allah Ta’ala telah memilih diriku, lalu memilih untukku para sahabat dan menjadikan mereka sebagai pendamping dan penolong, maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah Ta’ala tidak akan menerima amal darinya pada hari kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah”. (HR. Al-Hakim dalam Mustadrak dengan sanad sahih dan disepakati oleh Az-Dzahabi).
Menghina seseorang yang khusus bagi Rasulullah tidak diragukan lagi dapat menyakiti beliau, bahkan termasuk satu kekafiran sebagaimana ditegaskan para ulama. Para sahabat radiallahu anhu adalah manusia biasa yang bisa saja berbuat kesalahan baik disaat bersama Rasulullah saw ataupun sepeninggal beliau. Tetapi kealahan-kesalahan mereka jika dibandingkan dengan kebaikan-kebaikan mereka yang begitu banyak, serta perjuangan mereka dalam melanjutkan risalah- risalah Rasulullah saw adalah ibarat butir-butir pasir pada padang sahara yang sangat luas, atau tetes-tetes air di samudra membentang.
Imam At-Thohawi berkata dalam matan kitab akidahnya yang merupakan salah satu kitab induk Ahlussunnah. “Kami cinta kepada sahabat-sahabat Rasulullah saw, namun kami tidak tidak berlebih-lebih dalam cinta kepada seorangpun diantara mereka dan juga tidak berlepas diri dari seorangpun diantara mereka. Kami benci kepada yang membenci mereka atau menyebut mereka dengan selain kebaikan, maka kami tidak menyebut-nyebut mereka kecuali dengan kebaikan”.
Cinta kepada mereka adalah bagian dari agama, iman dan ikhsan. Sedangkan benci mereka adalah kekufuran, nifaq dan tindakan berlebih-lebihan.
Ujian besar sepeninggal Rasulullah saw
Sepeninggal Rasulullah saw, keutuhan umat Islam mendapat ujian yang besar. Sebagian kabilah menentang kepemimpinan Abu Bakar ra dengan menolak membayar zakat. Bahkan bermunculan nabi palsu seperti Musailamah Al kahzab. Pasukan Islam berhasil menumpas orang-orang murtad ini. Pada saat kekuaaan Islam dipegang oleh Umar bin Khattab ra selama sepuluh tahun kekuasaan Islam makin meluas, setelah menaklukkan dua kerajaan adidaya yaitu Romawi dan Persia. Setelah Umar bin Khattab wafat, para sahabat menunjuk Ustman bin Affan untuk melanjutkan misi ke khalifahan Islam. 6 tahun pemerintahan Islam berada dalam stabilitas politik. Namun setelah itu huru-hara politik mulai memanas yang memicu pemberontakan yang memicu khalifah Ustman dibunuh. Khalifah Ustman akhirnya diganti oleh Ali bin Abi Thalib ra, namun konflik politik makin memanas. Kelompok Muawiyah menuntut Ali bin Abi Thalib untuk mencari dalang pembunuh Ustman bin Affan. Perpecahan umat Islam saat itu tak lepas dari upaya adu domba yang dilakukan oleh orang-orang yahudi. Merekalah yang bermain merekayasa hingga pecahlah perang Jamal antara paukan Aisyah ra dengan pasukan Ali bin Abi Thalib, begitupula dengan perang Shiffin yaitu antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Muawiyah bin Abu Sufyan. Inilah awal mula kemunculan kelompok yang disebut Syi’ah. Kelompok ini begitu mengagungkan Ali bin Abi Thalib secara berlebihan. Bahkan mulai menyebarkan hadist-hadist palsu untuk mengklaim kebenaran kelompok ini. Begitu juga sebaliknya dari kelompok Muawiyah.
Imam Bukhari dalam kitab shahihnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas.
“Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq yaitu syi’ah yang menuhankan Ali, andaikan aku yang melakukannya aku tidak membakar mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karna Nabi bersabda “Barang siapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah dia”
Kelompok yang mengaku pembela Ali berusaha menyebar fitnah dengan mencela Abu Bakar dan Umar bin Khattab, karna dianggap merebut kekhalifaan yang seharunya menjadi hak Ali bin Abi Thalib sepeninggalan Rasulullah. Kelompok yang disebut “sabbah” atau pencela ini dipimpin oleh Abdullah bin Sabbah, seorang dari keturunan yahudi. Mereka pernah diburu oleh pasukan Ali bin Abi Thalib namun berhasil melarikan diri. Pada saat perpecahan umat Islam ini muncullah khawarij yang tidak berpihak pada Ali bin Abi Thalib maupun Muawiyah bin Abu Sufyan. Mereka mengkafirkan semua yang tidak sefaham dengannya, dan akhirnya mereka berhasil membunuh khalifah Ali bin Abi Thalib. Perpecahan umat Islam terus berlanjut hingga terjadilah perang karbala. Huesin bin Ali, cucu kesayangan Rasulullah beserta keluarganya dibantai dipadang karbala oleh segerombolan pasukan dari penduduk khufa dibawah pimpinan Sinan bin Anas an Naqa’i. Dialah yang memenggal kepala sayyidina Husein hingga syahid seperti ditulis pakar sejarah Dr Usman bin Muhammad al Qanit dalam bukunya “Hikbah Minattariq” dengan mengutip 76 kitab sejarah. Kelompok syiah sesungguhnya telah terpecah belah menjadi banyak sekte. Diantara sekte syi’ah yang radikal adalah sekte syi’ah rafidah yang selalu menghujat para sahabat rasulullah. Tak semua kelompok syi’ah se ekstrem rafidah. Di indonesia misalnya ada juga kelompok syi’ah yang mengaku lebih moderat yang siap berdialog dengan kelompok ahlussunnah waljama’ah. Meski mengaku tak menghujat para sahabat namun mereka tetap memiliki keyakinan yang berbeda tentang fakta sejarah Islam sepeninggal Rasulullah saw. Namun jika saja kaum syi’ah mengaku sebagai muslim, tentu tak akan menghujat apalagi mengkafirkan para sahabat nabi seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab serta Ustman bin Affan. Mereka adalah sahabat utama Nabi yang dijamin masuk surga dan telah berjihad menegakkan panji-panji Islam. Ingatlah dengan firman Allah Azza Wajalla :
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَإِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ ۗ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.(QS. Huud : 118-119)
0 komentar: