Sosok ini merupakan icon pembala kaum yang lemah. Dia memilih untuk hidup miskin, namun bergelimang kekayaan hati. Baginya, Ilam dan kitab Rasulullah saw, mutlak diikuti tanpa toleransi. Dia juga menuai banyak pujian dari Rasulullah saw serta memperoleh jaminan surga. Dialah Abu Dzar Al Gifari.
Nama aslinya adalah jundub bin Junada bin zakat, namun dia lebih dikenal dengan panggilan Abu Dzar Al Gifari, karna dia berasal dari suku Gifar. Suku yang bermukim diantara mekah dan madinah ini, amat ditakuti karna kebiasaan masyarakatnya yang uka merampok kafilah dagang yang melintas. Kebiasaan ini pula yang biasa dilakukan Abu Dzar.
Saat masyarakat Qurays mekah dihebohkan oleh kabar seorang pemuda yang bernama Muhammad yang mengikrarkan diri sebagai Rasul utusan Allah, Abu Dzar tergerak untuk mencari kebenaran berita tersebut. Namun informasi yang didapat oleh seorang utuan yang sebelumnya telah diberangkatkan ke Mekah tidak memuaskan hati Abu Dzar, maka iapun memutuskan untuk berangkat ke Mekah mencari sendiri kebenaran tersebut. Sesampainya di mekah bertemulah dia dengan Ali bin Abi Thalib ra. Ali pun bertanya kepada Abu Dzar dan berkata : “Sepertinya anda adalah orang asing dikota mekah”. Pertanyaan itu dibenarkan oleh Abu Dzar. Kemudian Abu Dzar dijamu dengan baik oleh Ali bin Abu Thalib, namun Abu Dzar belum sempat mengatakan tentang keinginannya, hingga esok harinya Abu Dzar menuju kemasjid, namun sesampainya dimasjid, tidak ada seseorang yang bisa dia Tanya. Sampai kemudian Ali bin Abu Thalib bertanya kepada Abu Dzar tentang apa maksud kedatangannya ke Mekah, dan Abu Dzar mengatakan bahwa dia ingin bertemu dengan seseorang yang mengaku Nabi bernama Muhammad. Mendengar keinginan Abu Dzar itu, Ali bin Abu Thalib mengatakan, tepat sekali, kebetulan saya akan berjalan ke sebuah tempat dimana Muhammad saw berada.
Maka berjalanlah Abu Dzar mengikuti Ali bin Abu Thalib. Pada saat dia berjumpa dengan Rasulullah saw, dia bertanya tentang kenabiannya, dan Muhammad saw menjelaskan tentang kerasulan dan ajaran yang dibawahnya. Mendengar penjelasan Rasulullah, seketika itu beryahadatlah Abu Dzar Al Gifari.
Abu Dzar yang telah beriman, seketika itu juga dengan lantang mengatakan akan membela dan menyebarkan agama yang baru dipeluknya, walaupun keinginan tersebut sempat dicegat oleh Rasulullah saw. Namun Abu Dzar yang tak kenal takut, jutru bertindak nekat dengan mengumumkan keislamannya ditengah-tengah kota mekah. Sebuah tindakan yang sangat beresiko dan memancing amarah kaum kafir Qurays, telah membuat Abu Dzar dihajar habis-habisan oleh mereka (Qurays pen). Setelah tragedy pemukulan terebut, Abu Dzar memutuskan untuk kembali ketengah-tengah suku Gifar dan menyampaikan da’wahnya disana. Dengan ketekunan dan kesabarannya, akhirnya ia berhail meng Islamkan seluruh penduduk suku Gifar. Bahkan setelah itu ditambah dengan masyarakat Bani Aslam. Bani Aslam juga memiliki yang memiliki hubungan kekerabatan dengan mereka memeluk Islam. Begitu kedua suku (Gifar dan Aslam) datang kekota Madinah, Rasulullah saw memuji mereka dengan kalimat “Gifar, Ghofarahulloh (semoga Allah swt mengampuninya) dan Aslam, assallamahullah (semoga Allah swt menyelematkan dan mendamaikannya)”.
Perjuangan Abu Dzar tak cukup berhenti sampai disana, bersama Rasulullah dan kaum muslimin, ia selalu ada dalam barisan terdepan garda pembela Islam.
Eksisteninya di Perang Tabuk
Perang tabuk menjadi bukti salah satu kesetiannya kepada Rasulullah saw. Perang ditahun 9 Hijriah ini terjadi ditengah kondisi cuaca yang ganas. Ditambah gangguan dari kaum munafik. Saat kekuatan kaum muslimin menjadi timpang akibat factor alat, Abu Dzar justru tidak mengendurkan determinasinya dimedan perang.
Sepanjang perjalan yang jauh kearah tabuk, para sahabat selalu berkata kepada Rasulullah saw, “ Ya Rasulullah si Fulan tidak ikut” dan selalu menghitung-hitung beberapa orang yang tidak ikut dalam perang tabuk. Namun Rasulullah berkata pada sahabat yang mengadu : “kalaupun mereka yang tidak ikut adalah orang yang baik, Allah pasti susulkan kepada kita, namun jika merka yang tidak ikut adalah orang yang tidak baik, Allah telah mengistirahatkan kita dari keberadaan mereka.
Salah satu yang tidak terlihat dalam rombongan Rasulullah saw adalah Abu Dzar Al-Gifari ra. Kemudian ada salah seorang diantara rombongon yang mengeluarkan kata yang tidak baik terhadap Abu Dzar dengan menuduh bahwa Abu Dzar pemalas karna tidak mau berangkat. Keperang tabuk. Namun tuduhan itu dibantah oleh sahabat lain dengan mengatakan bahwa Abu Dzar itu adalah seseorang yang mulia, beliau adalah orang shaleh, dan pasti dia akan hadir bersama kita.
Masih dalam perjalanan menuju ke Tabuk, terlihatlah dari jauh seseorang yang berjalan sendirian dengan seekor keledai yang lemas tidak berdaya. Kemudian Rasulullah menunjuk kearah bayang-bayang orang itu memastikan bahwa dia adalah Abu Dzar. Dan ketika bayang itu semakin dekat kearah rombongan, terlihat jelaslah sosok yang menampakkan wajah Abu Dzar. Sesampainya Abu Dzar kedalam rombongan, Rasulullah pun mengungkapkan sebuah kalimat untuk Abu Dzar. Rasulullah saw berkata : “Samsyi wahdaq, Wasamuutu wahdaq, Watub’atu Wahdaq” yang artinya : Kamu berjalan sendiri wahai Abu Dzar, kamu akan meninggal sendirian, dan kau juga kelak akan dibangkitkan sendirian.
Zuhudnya terhadap Dunia
Kemenangan demi kemenangan dalam setiap peperangan serta perluasan wilayah pendudukan, semakin membuat kaum muslimin hidup dalam kemapanan dan kemakmuran, namun tidak dengan seorang Abu Dzar. Ia jutru menyumbangkan seluruh kekayaan jihadnya dan memutuskan untuk hidup sederhana. Tak ada esdikitpun harta yang diinginkannya, kecuali makanan secukupnya untuk kehidupan sehari-hari, karna Abu Dzar memegang teguh prinsip untuk tidak menyimpan harta. Abu Dzar berikhtiar seperti itu karna dia sangat memegang teguh hadist nabi yang berbunyi :
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
Artinya : "Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Dia akan memberi rizki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rizki terhadap burung, ia pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang". (HR. Ibnu Majah no. 4154)
Dan Abu Dzar menganggap bahwa siapapun yang suka mengumpul harta kemudian menyimpannya, adalah orang yang kurang bertawakkal kepada Allah swt.
Sepeninggal Rasulullah saw, Abu Dzar memilih hidup dipedalaman selama kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Saat kursi kekhalifaan bergulir kepada Utsman bin Affan, Abu Dzar sempat tinggal di Syam, yang kala itu dipimpin oleh gubernur Muawiah bin Abu Sufyan. Melihat masyarakat syam yang hidup dalam kemewahan, hati nurani Abu Dzar memberontak. Dan pada saat itu sang gubernur Muawiah bin Abu Sufyan merasa tidak nyaman karna Abu Dzar mengajarkan kepada masyarakat untuk tidak boleh menyimpan harta. Oleh karenanya, Muawiah pun mengirim surat kepada Khalifah Utsman bin Affan, yang kemudian direspon oleh sang Khalifah dengan cara memanggil Abu Dzar untuk kembali ke kota Madinah. Namun permohonan Khalifah Utsman bin Affan ditolak mentah-mentah oleh Abu Dzar Al-Gifari. Beliau jutru memilih pindah ke Robazah, sebuah wilayah kosong yang berjarak 200 kilometer dari kota Madinah. Di Robazah inilah Abu Dzar menghabiskan sisa hidup bersama keluarganya dengan segala kesederhanaan. Bahkan hingga ajal datang menjemputnya, Abu Dzar tidak memiliki kain untuk mengkafani jenazahnya. Dipengasingan inilah jenazahnya ditemukan oleh rombongan dagang yang melintas. Hampir saja kuda kafilah dagang itu menginjak jenazah Abu Dzar sebab mereka mengira kalau jenazah itu hanyalah sebuah gundukan. Berteriaklah istri Abu Dzar bahwa jenazah itu adalah suaminya yang merupakan sahabat Rasulullah saw.
Dan diantara kafilah dagang itu terdapat pula seorang sahabat mulia Abdullah bin Mas’ud yang ahli ilmu agama dan juga pedagang. Ia lalu menghentikan rombongan kafilah dagang itu, kemudian turun dari tunggangannya menangisi jenazah Abu Dzar sambil berkata : ” Benar kata Rasulullah ya Abu Dzar, bahwa engkau akan meninggal sendirian dan kelak akan dibangkitkan sendirian”.
0 komentar: