(Muharram.Shafar 7 H/Mei-Juni 628 M)
Muqaddimah
Yahudi adalah bangsa yang cukup banyak disebutkan kisah-kisahnya di dalam al-Qur’an. Setidak-tidaknya kata Yahudi disebutkan 9 kali dan Bani Israil lebih dari 40 kali, tersebar di 9 juz Al-Qur’an. Tentu saja penyebutan berulang-ulang bukan karena kelaikannya untuk diteladani, tetapi justru sebaliknya, agar kaum Muslimin dapat berusah a menjauhi karakter mereka yang sangat buruk itu. Dan secara tegas Al-Qur ’an sendiri menyebutkan bahwa permusuhan Yahudi terhadap kaum Muslimin adalah merupakan permusuhan yang paling sengit. Firman-Nya:
Yahudi adalah bangsa yang cukup banyak disebutkan kisah-kisahnya di dalam al-Qur’an. Setidak-tidaknya kata Yahudi disebutkan 9 kali dan Bani Israil lebih dari 40 kali, tersebar di 9 juz Al-Qur’an. Tentu saja penyebutan berulang-ulang bukan karena kelaikannya untuk diteladani, tetapi justru sebaliknya, agar kaum Muslimin dapat berusah a menjauhi karakter mereka yang sangat buruk itu. Dan secara tegas Al-Qur ’an sendiri menyebutkan bahwa permusuhan Yahudi terhadap kaum Muslimin adalah merupakan permusuhan yang paling sengit. Firman-Nya:
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُو
Artinya: Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik (QS. al-Maidah: 82).
Itulah sebabnya, baru sebulan Nabi saw. dan para sahabatnya pulang dari Hudaibiyah, beliau memobilisasi kaum Muslimin untuk bersiap-siap menghadapi orang-orang Yahudi di markas mereka yang terakhir di Jazirah Arab, yaitu di Khaibar. Karena memang ketika itu kaum Muslimin sudah merasa aman dari gangguan kaum Musyrikin Makkah dengan adanya Perjanjian Hudaibiyah, namun belum aman dan kemungkinan besar gangguan Yahudi yang memang menyimpan dendam yang sangat besar kepada kaum Muslimin.
Berangkat Ke Khaibar
Meskipun yang akan dihadapi di Khaibar adalah bangsa yang mempunyai kebencian dan permusuhan yang besar terhadap kaum Muslimin, dan mereka mempunyai pasukan tempur sebanyak sepuluh ribu personal dengan peralatan yang lengkap namun Nabi saw. hanya mengajak para shahabat yang ikut serta pada Perjanjian Hudaibiyah untuk ke Khaibar. Khaibar yang merupakan benteng pertahanan terakhir Yahudi itu terletak di selatan Madinah ke arah Syam berjarak lebih kurang seratus mil. Pada perjalanan tersebut juga ikut serta dua puluh istri para shahabat (shahabiyat) untuk merawat yang terluka dan menyediakan serta mempersiapkan konsumsi untuk pasukan Muslim. Kepemimpinan diMadinah diamanahkan kepada Siba’ bin Urfathah al-Ghaffan.
Pengepungan Dan Penaklukan
Memang sudah menjadi karakter bangsa Yahudi, bahwa mereka sebenarnya sangat pengecut. Sehingga kalaupun berperang biasanya hanya berani bergerilya di balik benteng. Allah swt. menyebutkan hal itu dalam firman-Nya:
Artinya: Mereka (orang-orang Yahudi) tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok (QS. al-Hasyr: 14).
Oleh karena itu di Khaibar banyak sekali benteng-benteng yang tangguh dan kokoh untuk dijadikan tempat berlindung dan menyimpan harta benda mereka. Di antara benteng-bentengnya ialah: Benteng Na’im, benteng Qal’ah Zubair, benteng Nizar, benteng Sha’ab bin Mu’adz, benteng Ubai, benteng Qamush, benteng Wathih dan benteng Salalim. Benteng yang pertama kali dapat ditaklukkan adalah benteng Na’im dan yang cukup berat ditaklukkan adalah benteng Qamush. Di malam sebelum peyerangan benteng Qamush itu Nabi saw. bersabda:
Artinya: Sungguh saya akan serahkan bendera ini besok kepada seseorang yang Allah akan memberikan kemenangan melalui (kepemimpinannya) yang Ia mencintai Allah dan Rosul-Nya dan dicintai Allah dan Rasul-Nya (HR. Bukhari).
Para shahabat malam itu mengharapkan agar dirinya mendapatkan tugas mulia itu besok. Sampai-sampai Umar bin Khatthab mengatakan bahwa ia tidak pernah berambisi untuk suatu jabatan kecuali pada saat itu. Namun ternyata di pagi harinya Rasulullah saw. menanyakan di mana Ali bin Abi Thalib. Dan kebetulan ketika itu Ali sedang sakit mata. Lalu Nabi saw. mendo’akannya dan dengan idzin Allah sembuh. Kemudian beliau menyampaikan pesan-pesannya:
Artinya: Teruskan perjalananmu sampai kamu tiba diperkampungan mereka. Kemudian ajaklah mereka ke dalam Islam dan ajarkan apa yang diwajibkan kepada mereka dan perintah (kewajiban kepada) Allah. Demi Allah, jika ada seorang yang mendengarkan petunjuk dengan perantaraan kamu, maka hal itu akan lebih baik bagimu daripada binatang ternak yang baik. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada pesan Nabi saw. kepada Ali bin Abi Thalib di atas jelaslah bahwa sebelum melakukan penyerangan diawali dengan da’wah dan ajakan kepada Islam. Dan sudah menjadi kebiasaan Rasulullah saw. bila hendak menyerang suatu kaum, beliau dan para shahabat datang di malam hari menunggu shubuh, kalau terdengar suara adzan diurungkan penyerangan, karena berarti di wilayah tersebut terdapat kaum Muslimin. Tetapi kalau tidák terdengar suara adzan seperti di Khaibar pada awal kedatangan Nabi saw. dan para shahabat, barulah dilakuk an pengepungan dan penyerangan. Sesampai di benteng al-Qainush, Ali bin Abi Thalib disambut oleh seorang ksatria Yahudi yang bernama Murahib. yang menantangnya untuk berperang tanding. Pada perang tanding tersebut Ali bin Abi Thalib dapat memberikan pukulan yang mengakibatkan terbelahnya kepala sang Yahudi dan kemudian tersungkur bersimbah darah. Pertempuran diantara dua pasukan pun tak terhindarkan. Dan akhirnya dengan idzin Allah swt. yang dibarengi dengan kegigihan pasukan Muslim peperangan dimenangkan oleh kaum Muslimin.
Pada pertempuran tersebut 73 orang Yahudi terbunuh dan 15 orang dan kaum Muslimin mendapatkan kesyahidan. Di antara shahabat yang banyak membunuh para ksatria Yahudi. adalah Muhammad bin Maslamah.
Memang sebagaimana lazimnya pada peperangan kaum Muslimin, disamping pertolongan Allah swt. yang menyertai mereka juga adanya upaya yang sungguh-sungguh dan penerapan strategi perang sesuai dengan ilmunya. Hal ini tampak pada saat menjelang penyerangan terhadap benteng-benteng Khaibar ini. Yaitu ketikaNabi saw. memilih tempat untuk memasang kemah, Habbab bin Mundzir bertanya: Apakah ini ketetapan dari Allah atau sekedar pertimbangan pemikiran? Nabi saw. menjawab: “Sekedar pertimbangan pemikiran”. Kalau begitu menurut saya (Habbab) lebih baik kita cari tempat yang lebih aman. Sebab kita terlalu dekat dengan benteng mereka yang disana berkumpul para ahli perang. Mereka dapat mcmantau kita, sedang kita tidak dapat memantau mereka. Panah-pânah mereka dapat menjangkau kita dengan mudah sedang panah-panah kita tidak dapat menjangkau mereka. Nabi saw. menjawab:
Artinya: Pendapat (yang kita pakai) adalah apa yang engkau tunjukkan.
Nabi saw. Diracun Setelah kaum Muslimin mampu menundukkan orang-orang Yahudi dengan takluknya benteng mereka satu persatu, maka bcrakhirlah kekuatan Yahudi di seluruh jarizah Arab. Tentu saja hal tersebut terpaksa mereka terima secara Lahiriyah, meskipun di dalam hati mereka tersimpan dendam kesumat. Di antara perwujudan dendam tersebut adalah apa yang dilakukan oleh Zainab binti Harits, istri Salain bin Misykarn. Wanita Yahudi ini mengundang Nabi saw. dan beberapa shahabat untuk dijamu. Lalu kambing yang dihidangkan dibubuhi racun. Allah swt. menyelamatkan Nabi-Nya dengan tidak meneruskan makan daging kambing beracun tersebut, meskipun salah seorang shahabat yang bemama Bisyr bin Bara’ bin Ma’rur meninggal karenanya. Kemudian Yahudi Khaibar mengusulkan agar mereka tetap di idzinkan bertempat tinggal di situ dan mengelola pertaniannya.
Artinya: Ya Muhammad, biarkanlah kami tetap di wilayah ini untuk merawat dan mengelolanya, sebab kami lebih mengerti tentang tanah disini dari pada kalian. (HR. Bukhari dan Muslim).
Setelah dipertimbangkan, Nabi saw. mengidzinkan dengan pengawasan Abdullah bin Rawahah. Lalu Yahudi Khaibar berteriak: “Hanya dengan cara demikian langit dan bumi dapat ditegakkan”.
Keberadaan Yahudi Khaibar hanya sampai masa kepemimpinan Umar bin Khaththab. Sebab ketika itu mereka barulah sampai melukai anak beliau Abdullah bin Umar dan sebelumnya pernah menyerang seorang shahabat Anshar. Akhirnya Khalifah Umar bin Khaththab memutuskan untuk mengusir mereka.
Kembalinya Muhajirin Dan Habasyah
Menjelang akhir peperangan Khaibar, kaum Muslimin yang ketika masih di Makkah (sebelum hijrah ke Madinah) yang berhijrah ke Habasyah di bawah pimpinan Ja’far bin Abi Thalib, kembali dan bergabung dengan kaum Muslimin. Tentu saja kehadiran mereka sangat menyenangkan Nabi saw. dan para sahabat. Sampai-sampai beliau bersabda:
Artinya: Saya tidak tahu yang mana diantara keduanya yang menjadikan saya gembira; kemenangan atas Khaibar atau kembalinya Jaj’ar (HR. Bukhari).
Sesudah meminta persetujuan para shahabat, Nabi saw. memberikan bagian ghanimah (harta rampasan) kepada mereka. Di antara rombongan dari Yaman itu adalah Abu Musa al-Asya’ri, beliau berkata: Ketika kami masih di Yaman, sampai berita bahwa Rasulullah saw. dan para shahabat telah mengalami perubahan yang lebih baik. Lalu saya dan dua saudara saya beserta lima puluhan kaum Muslimin yang ada naik perahu untuk kembali. Ketika kami pamit ke Najasyi, kami bertemu Ja’far dan kawan-kawannya. Setelah beberapa waktu, ketika kemenangan di Khaibar diraih oleh kaum Muslimin kami tiba dan bergabung dengan saudara-saudara kami. Lalu kami pun diberi bagian ghanimah.
Toleransi Yang Tinggi
Di antara ghanimah yang didapati dari benteng-benteng Yahudi Khaibar adalah lembaran-Iembaran Taurat yang kemudian diminta kembali oleh mereka kepada Nabi saw. Maka Nabi saw. pun mengembalikannya. ini menunjukkan betapa luhurnya toleransi kaum Muslimin. Sehubungan dengan kejadian di atas DR. Israel Velavonson dalam bukunya “Sejarah Yahudi di Jazirah Arab” berkomentar: “Kejadiannya di atas menunjukkan bahwa Nabi saw. sangat meng hormati lembaran-lembaran suci terse but. Hal itu menyebabkan kaum Yahudi pun menunjukkan rasa hormatnya kepad a beliau. Karena beliau tidak menodai kitab suci mereka. Sebaliknya mereka teringat pada perlakuan kasar yang dilakukan oleh tentara Romawi ketika berhasil merebut kota suci Yerussalem di tahun 70 M. Di saat itu mereka membakar seluruh kitab suci bangsa Yahudi dan menginjak-injaknya dengan kaki mereka. Demikian pula bangsa Yahudi tidak dapat melupakan perlakuan kejam dan penindasan yang dilancarkan oleh ummat Nashara di Spanyol. Mereka membakar seluruh kitab suci agama Yahudi. Sungguh perlakuan bangsa penakluk yang kami sebutkan di atas sangat berbeda jauh dengan perlakuan Rasulullah saw. terhadap mereka, ketika berhasil menaklukkan kota Khaibar”.
Pelajaran Dari Perang Khaibar
1. Yahudi adalah bangsa yang memiliki permusuhan sengit kepada kaum Muslimin, yang hal itu tidak akan pernah berubah. Oleh karena itu sikap kaum Muslimin juga seyogyanya demikian. Maka untuk menghadapinya tidak ada jalan lain kecuali memeranginya. Dan di akhir zaman, sebelum kiamat kaum Muslimin akan memenangkan peperangarn tersebut. Nabi saw. bersabda:
Artinya: Tidak terjadi kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, maka orang-orang Muslim memerangi mereka, sehingga orang Yahudi bersembunyi di belakang batu dan pohon, berkata batu dan pohon tersebut: “Hai Muslim, hai hamba Allah, ini Yahudi bersembunyi di belakangku, kemarilah, bunuhlah dia’ Kecuali (yang tidak memberi tahukan persembunyian yahudi) pohon Ghorqod karena sesungguhnya Ia pohon Yahudi (HR. Bukhari dan Muslim).
Karena itu sangat aneh bin ajaib bin nyleneh kalau ada seorang tokoh dan lembaga Islam yang berambisi ingin menjadi pahlawan kesiangan mendamaikan kaum Muslimin dengan bangsa perampok Yahudi diPalestina dengan bergabung pada wadah mereka. Padahal 61 tokoh dan ulama terkemuka di dunia Islam telah menyatakan sikap tegasnya bahwa haram hukumnya berdamai dengan Yahudi
2. Kemenangan kaum Muslimin di Khaibar merupakan perwujudan dan firman Allah di surah al-Fat-h ayat 18, 19:
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orangMukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya,). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Syu’bah berkata dari Hakim dari Abd urrahman bin Abi Laila tentang firman Allah (dan memberi kepada mereka balasan dengan kemenangan yang dekat) yaitu (katanya): kemenangan di Khaibar Dan kalau kaum Muslimin serius berjuang sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi saw. dan para shahabat, pasti kemenangan akan diraih oleh kaum Muslimin di Palestina dalam waktu yang dekat. Kaum Muslimin yang dimaksud tentu saja secara keseluruhan atau mayoritasnya, bukan hanya segelintirnya Seperti sekarang ini.
3. Ketika Nabi saw. hendak mengepung Khaibar, terlebih dahulu berhenti di Raji’ (antara Ghathafan dengan Khaibar) agar Ghathafan tidak dapat memberikan bantuannya kepada Khaibar. Hal ini penting untuk memutus hubungan dan jaringan mereka. Namun sayangnya strategi tersebut justru digunakan oleh mereka (non Muslim) dalam menghadapi kaum Muslimin. Sebagai contoh Sudan yang kini dikepung oleh konspirasi Yahudi-Nashrani dengan memutuskan hubungan Sudan-Mesir dan memanfaatkan kekuasaan Nashara atas Ethiopia, Eriteria dan Uganda. Tampaknya kaum Muslimin perlu banyak mengkaji sejarah, dan khususnya Sirah Nabawiyah, guna menumbuh suburkan semangat perjuangan yang merujuk kepada petunjuk dan keteladanan dari Nabi Muhammad saw.
4. Yang diajak untuk menyerang Khaibar adalah para shahabat yang ikut pada perjanjian Hudaibiyali. ini menunjukkan bahwa perjuangan mengahadapi Yahudi itu memang perlu penyelesaian peserta. Jadi bukan hanya menyandarkan pada semangat saja. Perlu penanaman ruhul jihad yang kokoh dan pelatihan yang baik. Itu sebabnya aktifitas intifadhah cukup menggoyahkan kecongkakan Yahudi karena sistem pengaderannya yang demikian baiknya
Khatimah
Kalau dulu, sebelum Islam masuk ke Yatsrib (Madinah) bangsa Yahudi yang terdiri dari bani Nadhir, Bani Qainuqa’ dan Bani Quraizhah mendominasi ekonomi dan sosial serta mengadu domba suku Arab yang terdiri dan Aus dan Khazraj di negeri mereka sendiri, maka begitu Islam datang keongkakan dan dominasi tersebut terpojok dan akhirnya sirna. Kini PBB dikuasai oleh lobbi-lobbi Yahudi demi dominasi mereka terhadap berbagai kebijakan yang diarahkan untuk menguntungkan mereka. Maka kapankah Islam akan bangkit mematahkannya? Kita tunggu dan kita mulai.
MN.Abdul Mu’iz
Itulah sebabnya, baru sebulan Nabi saw. dan para sahabatnya pulang dari Hudaibiyah, beliau memobilisasi kaum Muslimin untuk bersiap-siap menghadapi orang-orang Yahudi di markas mereka yang terakhir di Jazirah Arab, yaitu di Khaibar. Karena memang ketika itu kaum Muslimin sudah merasa aman dari gangguan kaum Musyrikin Makkah dengan adanya Perjanjian Hudaibiyah, namun belum aman dan kemungkinan besar gangguan Yahudi yang memang menyimpan dendam yang sangat besar kepada kaum Muslimin.
Berangkat Ke Khaibar
Meskipun yang akan dihadapi di Khaibar adalah bangsa yang mempunyai kebencian dan permusuhan yang besar terhadap kaum Muslimin, dan mereka mempunyai pasukan tempur sebanyak sepuluh ribu personal dengan peralatan yang lengkap namun Nabi saw. hanya mengajak para shahabat yang ikut serta pada Perjanjian Hudaibiyah untuk ke Khaibar. Khaibar yang merupakan benteng pertahanan terakhir Yahudi itu terletak di selatan Madinah ke arah Syam berjarak lebih kurang seratus mil. Pada perjalanan tersebut juga ikut serta dua puluh istri para shahabat (shahabiyat) untuk merawat yang terluka dan menyediakan serta mempersiapkan konsumsi untuk pasukan Muslim. Kepemimpinan diMadinah diamanahkan kepada Siba’ bin Urfathah al-Ghaffan.
Pengepungan Dan Penaklukan
Memang sudah menjadi karakter bangsa Yahudi, bahwa mereka sebenarnya sangat pengecut. Sehingga kalaupun berperang biasanya hanya berani bergerilya di balik benteng. Allah swt. menyebutkan hal itu dalam firman-Nya:
Artinya: Mereka (orang-orang Yahudi) tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok (QS. al-Hasyr: 14).
Oleh karena itu di Khaibar banyak sekali benteng-benteng yang tangguh dan kokoh untuk dijadikan tempat berlindung dan menyimpan harta benda mereka. Di antara benteng-bentengnya ialah: Benteng Na’im, benteng Qal’ah Zubair, benteng Nizar, benteng Sha’ab bin Mu’adz, benteng Ubai, benteng Qamush, benteng Wathih dan benteng Salalim. Benteng yang pertama kali dapat ditaklukkan adalah benteng Na’im dan yang cukup berat ditaklukkan adalah benteng Qamush. Di malam sebelum peyerangan benteng Qamush itu Nabi saw. bersabda:
Artinya: Sungguh saya akan serahkan bendera ini besok kepada seseorang yang Allah akan memberikan kemenangan melalui (kepemimpinannya) yang Ia mencintai Allah dan Rosul-Nya dan dicintai Allah dan Rasul-Nya (HR. Bukhari).
Para shahabat malam itu mengharapkan agar dirinya mendapatkan tugas mulia itu besok. Sampai-sampai Umar bin Khatthab mengatakan bahwa ia tidak pernah berambisi untuk suatu jabatan kecuali pada saat itu. Namun ternyata di pagi harinya Rasulullah saw. menanyakan di mana Ali bin Abi Thalib. Dan kebetulan ketika itu Ali sedang sakit mata. Lalu Nabi saw. mendo’akannya dan dengan idzin Allah sembuh. Kemudian beliau menyampaikan pesan-pesannya:
Artinya: Teruskan perjalananmu sampai kamu tiba diperkampungan mereka. Kemudian ajaklah mereka ke dalam Islam dan ajarkan apa yang diwajibkan kepada mereka dan perintah (kewajiban kepada) Allah. Demi Allah, jika ada seorang yang mendengarkan petunjuk dengan perantaraan kamu, maka hal itu akan lebih baik bagimu daripada binatang ternak yang baik. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada pesan Nabi saw. kepada Ali bin Abi Thalib di atas jelaslah bahwa sebelum melakukan penyerangan diawali dengan da’wah dan ajakan kepada Islam. Dan sudah menjadi kebiasaan Rasulullah saw. bila hendak menyerang suatu kaum, beliau dan para shahabat datang di malam hari menunggu shubuh, kalau terdengar suara adzan diurungkan penyerangan, karena berarti di wilayah tersebut terdapat kaum Muslimin. Tetapi kalau tidák terdengar suara adzan seperti di Khaibar pada awal kedatangan Nabi saw. dan para shahabat, barulah dilakuk an pengepungan dan penyerangan. Sesampai di benteng al-Qainush, Ali bin Abi Thalib disambut oleh seorang ksatria Yahudi yang bernama Murahib. yang menantangnya untuk berperang tanding. Pada perang tanding tersebut Ali bin Abi Thalib dapat memberikan pukulan yang mengakibatkan terbelahnya kepala sang Yahudi dan kemudian tersungkur bersimbah darah. Pertempuran diantara dua pasukan pun tak terhindarkan. Dan akhirnya dengan idzin Allah swt. yang dibarengi dengan kegigihan pasukan Muslim peperangan dimenangkan oleh kaum Muslimin.
Pada pertempuran tersebut 73 orang Yahudi terbunuh dan 15 orang dan kaum Muslimin mendapatkan kesyahidan. Di antara shahabat yang banyak membunuh para ksatria Yahudi. adalah Muhammad bin Maslamah.
Memang sebagaimana lazimnya pada peperangan kaum Muslimin, disamping pertolongan Allah swt. yang menyertai mereka juga adanya upaya yang sungguh-sungguh dan penerapan strategi perang sesuai dengan ilmunya. Hal ini tampak pada saat menjelang penyerangan terhadap benteng-benteng Khaibar ini. Yaitu ketikaNabi saw. memilih tempat untuk memasang kemah, Habbab bin Mundzir bertanya: Apakah ini ketetapan dari Allah atau sekedar pertimbangan pemikiran? Nabi saw. menjawab: “Sekedar pertimbangan pemikiran”. Kalau begitu menurut saya (Habbab) lebih baik kita cari tempat yang lebih aman. Sebab kita terlalu dekat dengan benteng mereka yang disana berkumpul para ahli perang. Mereka dapat mcmantau kita, sedang kita tidak dapat memantau mereka. Panah-pânah mereka dapat menjangkau kita dengan mudah sedang panah-panah kita tidak dapat menjangkau mereka. Nabi saw. menjawab:
Artinya: Pendapat (yang kita pakai) adalah apa yang engkau tunjukkan.
Nabi saw. Diracun Setelah kaum Muslimin mampu menundukkan orang-orang Yahudi dengan takluknya benteng mereka satu persatu, maka bcrakhirlah kekuatan Yahudi di seluruh jarizah Arab. Tentu saja hal tersebut terpaksa mereka terima secara Lahiriyah, meskipun di dalam hati mereka tersimpan dendam kesumat. Di antara perwujudan dendam tersebut adalah apa yang dilakukan oleh Zainab binti Harits, istri Salain bin Misykarn. Wanita Yahudi ini mengundang Nabi saw. dan beberapa shahabat untuk dijamu. Lalu kambing yang dihidangkan dibubuhi racun. Allah swt. menyelamatkan Nabi-Nya dengan tidak meneruskan makan daging kambing beracun tersebut, meskipun salah seorang shahabat yang bemama Bisyr bin Bara’ bin Ma’rur meninggal karenanya. Kemudian Yahudi Khaibar mengusulkan agar mereka tetap di idzinkan bertempat tinggal di situ dan mengelola pertaniannya.
Artinya: Ya Muhammad, biarkanlah kami tetap di wilayah ini untuk merawat dan mengelolanya, sebab kami lebih mengerti tentang tanah disini dari pada kalian. (HR. Bukhari dan Muslim).
Setelah dipertimbangkan, Nabi saw. mengidzinkan dengan pengawasan Abdullah bin Rawahah. Lalu Yahudi Khaibar berteriak: “Hanya dengan cara demikian langit dan bumi dapat ditegakkan”.
Keberadaan Yahudi Khaibar hanya sampai masa kepemimpinan Umar bin Khaththab. Sebab ketika itu mereka barulah sampai melukai anak beliau Abdullah bin Umar dan sebelumnya pernah menyerang seorang shahabat Anshar. Akhirnya Khalifah Umar bin Khaththab memutuskan untuk mengusir mereka.
Kembalinya Muhajirin Dan Habasyah
Menjelang akhir peperangan Khaibar, kaum Muslimin yang ketika masih di Makkah (sebelum hijrah ke Madinah) yang berhijrah ke Habasyah di bawah pimpinan Ja’far bin Abi Thalib, kembali dan bergabung dengan kaum Muslimin. Tentu saja kehadiran mereka sangat menyenangkan Nabi saw. dan para sahabat. Sampai-sampai beliau bersabda:
Artinya: Saya tidak tahu yang mana diantara keduanya yang menjadikan saya gembira; kemenangan atas Khaibar atau kembalinya Jaj’ar (HR. Bukhari).
Sesudah meminta persetujuan para shahabat, Nabi saw. memberikan bagian ghanimah (harta rampasan) kepada mereka. Di antara rombongan dari Yaman itu adalah Abu Musa al-Asya’ri, beliau berkata: Ketika kami masih di Yaman, sampai berita bahwa Rasulullah saw. dan para shahabat telah mengalami perubahan yang lebih baik. Lalu saya dan dua saudara saya beserta lima puluhan kaum Muslimin yang ada naik perahu untuk kembali. Ketika kami pamit ke Najasyi, kami bertemu Ja’far dan kawan-kawannya. Setelah beberapa waktu, ketika kemenangan di Khaibar diraih oleh kaum Muslimin kami tiba dan bergabung dengan saudara-saudara kami. Lalu kami pun diberi bagian ghanimah.
Toleransi Yang Tinggi
Di antara ghanimah yang didapati dari benteng-benteng Yahudi Khaibar adalah lembaran-Iembaran Taurat yang kemudian diminta kembali oleh mereka kepada Nabi saw. Maka Nabi saw. pun mengembalikannya. ini menunjukkan betapa luhurnya toleransi kaum Muslimin. Sehubungan dengan kejadian di atas DR. Israel Velavonson dalam bukunya “Sejarah Yahudi di Jazirah Arab” berkomentar: “Kejadiannya di atas menunjukkan bahwa Nabi saw. sangat meng hormati lembaran-lembaran suci terse but. Hal itu menyebabkan kaum Yahudi pun menunjukkan rasa hormatnya kepad a beliau. Karena beliau tidak menodai kitab suci mereka. Sebaliknya mereka teringat pada perlakuan kasar yang dilakukan oleh tentara Romawi ketika berhasil merebut kota suci Yerussalem di tahun 70 M. Di saat itu mereka membakar seluruh kitab suci bangsa Yahudi dan menginjak-injaknya dengan kaki mereka. Demikian pula bangsa Yahudi tidak dapat melupakan perlakuan kejam dan penindasan yang dilancarkan oleh ummat Nashara di Spanyol. Mereka membakar seluruh kitab suci agama Yahudi. Sungguh perlakuan bangsa penakluk yang kami sebutkan di atas sangat berbeda jauh dengan perlakuan Rasulullah saw. terhadap mereka, ketika berhasil menaklukkan kota Khaibar”.
Pelajaran Dari Perang Khaibar
1. Yahudi adalah bangsa yang memiliki permusuhan sengit kepada kaum Muslimin, yang hal itu tidak akan pernah berubah. Oleh karena itu sikap kaum Muslimin juga seyogyanya demikian. Maka untuk menghadapinya tidak ada jalan lain kecuali memeranginya. Dan di akhir zaman, sebelum kiamat kaum Muslimin akan memenangkan peperangarn tersebut. Nabi saw. bersabda:
Artinya: Tidak terjadi kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, maka orang-orang Muslim memerangi mereka, sehingga orang Yahudi bersembunyi di belakang batu dan pohon, berkata batu dan pohon tersebut: “Hai Muslim, hai hamba Allah, ini Yahudi bersembunyi di belakangku, kemarilah, bunuhlah dia’ Kecuali (yang tidak memberi tahukan persembunyian yahudi) pohon Ghorqod karena sesungguhnya Ia pohon Yahudi (HR. Bukhari dan Muslim).
Karena itu sangat aneh bin ajaib bin nyleneh kalau ada seorang tokoh dan lembaga Islam yang berambisi ingin menjadi pahlawan kesiangan mendamaikan kaum Muslimin dengan bangsa perampok Yahudi diPalestina dengan bergabung pada wadah mereka. Padahal 61 tokoh dan ulama terkemuka di dunia Islam telah menyatakan sikap tegasnya bahwa haram hukumnya berdamai dengan Yahudi
2. Kemenangan kaum Muslimin di Khaibar merupakan perwujudan dan firman Allah di surah al-Fat-h ayat 18, 19:
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orangMukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya,). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Syu’bah berkata dari Hakim dari Abd urrahman bin Abi Laila tentang firman Allah (dan memberi kepada mereka balasan dengan kemenangan yang dekat) yaitu (katanya): kemenangan di Khaibar Dan kalau kaum Muslimin serius berjuang sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi saw. dan para shahabat, pasti kemenangan akan diraih oleh kaum Muslimin di Palestina dalam waktu yang dekat. Kaum Muslimin yang dimaksud tentu saja secara keseluruhan atau mayoritasnya, bukan hanya segelintirnya Seperti sekarang ini.
3. Ketika Nabi saw. hendak mengepung Khaibar, terlebih dahulu berhenti di Raji’ (antara Ghathafan dengan Khaibar) agar Ghathafan tidak dapat memberikan bantuannya kepada Khaibar. Hal ini penting untuk memutus hubungan dan jaringan mereka. Namun sayangnya strategi tersebut justru digunakan oleh mereka (non Muslim) dalam menghadapi kaum Muslimin. Sebagai contoh Sudan yang kini dikepung oleh konspirasi Yahudi-Nashrani dengan memutuskan hubungan Sudan-Mesir dan memanfaatkan kekuasaan Nashara atas Ethiopia, Eriteria dan Uganda. Tampaknya kaum Muslimin perlu banyak mengkaji sejarah, dan khususnya Sirah Nabawiyah, guna menumbuh suburkan semangat perjuangan yang merujuk kepada petunjuk dan keteladanan dari Nabi Muhammad saw.
4. Yang diajak untuk menyerang Khaibar adalah para shahabat yang ikut pada perjanjian Hudaibiyali. ini menunjukkan bahwa perjuangan mengahadapi Yahudi itu memang perlu penyelesaian peserta. Jadi bukan hanya menyandarkan pada semangat saja. Perlu penanaman ruhul jihad yang kokoh dan pelatihan yang baik. Itu sebabnya aktifitas intifadhah cukup menggoyahkan kecongkakan Yahudi karena sistem pengaderannya yang demikian baiknya
Khatimah
Kalau dulu, sebelum Islam masuk ke Yatsrib (Madinah) bangsa Yahudi yang terdiri dari bani Nadhir, Bani Qainuqa’ dan Bani Quraizhah mendominasi ekonomi dan sosial serta mengadu domba suku Arab yang terdiri dan Aus dan Khazraj di negeri mereka sendiri, maka begitu Islam datang keongkakan dan dominasi tersebut terpojok dan akhirnya sirna. Kini PBB dikuasai oleh lobbi-lobbi Yahudi demi dominasi mereka terhadap berbagai kebijakan yang diarahkan untuk menguntungkan mereka. Maka kapankah Islam akan bangkit mematahkannya? Kita tunggu dan kita mulai.
MN.Abdul Mu’iz
0 komentar: