Selasa, 17 September 2013

Kontribusi Khilafah Islam Dalam Peradaban Modern

Pengantar

Al-Ustadz Abul Hasan Ali al-Hasany an-Nadwy dalam bukunya: “Maadza Khasiral ‘Aalamu bin Nithathil Muslimin (Kerugian Dunia Karena Kemunduran Ummat Islam), ketika membahas Kekhilafahan Islam Turki Utsmaniyah ini, beliau menyimpulkan ada tiga keistimewaan yang dimiliki bangsa Turki Utsmani, sehingga mereka berhak memegang pimpinan Dunia Islam. Ketiga keistimewaan tersebut, antara lain:

1. Bangsa Turki Utsmani merupakan bangsa yang baru bangkit dan mempunyai semangat yang tinggi untuk berjihad membela Islam; yang masih belum terjangkit keruntuhan moral dan sosial seperti yang menyebar di kalangan masyarakat Islam pada umumnya ketika itu. Bangsa ini sederhana cara hidup dan pemikirannya;

2. Mempunyai keunggulan militer dan persenjataan, yang dapat digunakan untuk meluaskan kekuasaan Islam, dan untuk mempertahankannya dari serangan musuh-musuh Islam. Sejak pertama berdirinya, Kekhilafahan Turki Utsmani senantiasa memperkuat kekuatan militernya; dan

3. Khilafah Turki Utsmani mempunyai daerah yang sangat strategis untuk memegang kendali internasional. Mereka berada di Semenanjung Balkan, yang secara otomatis dapat mengawasi Eropa dan Asia. Ibukotanya (Konstantinopel/lstambul), berada di antara Laut Hitam dan Laut Tengah, dan merupakan penghubung utama antara daratan Asia dan Eropa.

Munculnya kekhilafahan Islam Turki Utsmaniyah di panggung sejarah, ketika Dunia Islam sedang berada dalam masa keruntuhan. Ketika itu Dunia Islam dihadapkan pada sejumlah tantangan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kira-kira setengah abad sebelum kemunculannya, Khalifah Abbasiyiah di Baghdad dihancurkan oleh tentara Mongol, yang dipimpin oleh Hulagu Khan (1258); di Andalusia, Kerajaan Islam Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen Spanyol (1238), demikian pula Kerajaan Islam Sevilla (1248). Bahkan ketika itu, seluruh wilayah di Andalusia, telah jatuh ke tangan penguasa Kristen Spanyol, kecuali Kerajaan Islam yang terakhir di Granada. Yaitu Dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Di Damaskus, Aleppo, Persia, dll. sejumlah kerajaan Islam ditaklukkan oleh bangsa Mongol.

Selain itu sejak akhir abad ke-11 M sampai pertengahan abad ke-13 M, Serangan-serangan gencar pasukan Salib senantiasa rnewarnai etape sejarah kaurn Muslimin (1099-1273). Di sisi lain, menjelang dan pasca hancurnya Khilafah Abbasiyah, fenomena Dunia Islam ditandai dengan fase disintegrasi dan munculnya kerajaan-kerajaan kecil (propinsial), yang kemudian menjadi kerajaan-kerajaan Islam yang besar, di beberapa kawasan. Seperti: Imperium Turk i Utsmani (1290-1924), Kerajaan Samawi (bermadzab Syi’ah, didirikan oleh Safiudin al-Safawi) di Persia (1252- 1736); Kerajaan Mughal di India (1482-1858), yang didinkan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530).

Pada kondisi sosio-politik inilah Imperium Turki Utsmani muncul dan pada akhirnya mampu memegang kendali internasional. Adapun sebab langsung yang menyebabkan berdirinya Khilafah Islam ini ialah penyerbuan bangsa Mongol pada tahun 1300-M terhadap Kerajaan Islam Seljuk Rum, yang menyeb abkan kerajaan tersebut hancur, dan terpecah-pecah menjadi kerajaan-ker ajaan kecil. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Kekhilafahan Islam Turki Utsmaniyah telah mernainkan peran sejarahnya dalam melanjutkan estafet Kekhilafahan Islam yang ketika itu dalam keadaan vakum (kosong). Selanjutnya selama lebih dan lima abad, Turki Utsmani menancapkan pengaruhnya di kawasan Eropa, Asia dan Afrika, dan mengukir sejarah peradabannya yang agung di kawasan tersebut, serta telah memberikan banyak kontribusi bagi kebangkitan peradaban kaum Muslimin di berbagai bidang kehidupan, antara lain:

Bidang Keagamaan


Syari’ah dalam tradisi masyarakat Turki Utsmani memegang peran penting dalam kehidupan sosial politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan Kekhalifahan sendiri sangat terikat dengan syari’at Islam. Sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem- problem keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan.

Bidang Politik

Pembebasan Konstantinopel (1453) pada masa Sultan Mahmud II, al-Fatih merupakan kontribusi Kekhilafahan Turki Utsmani yang paling besar dan menonjol. Karena upaya ke arah pembebasan kota tersebut telah dilakukan oleh kaum Muslimin sejak permulaan abad pertama hijriyah, dan menjadi dambaan kaum Muslimin pada saat itu.

Pada zaman puncak kejayaan Turki Utsmani, wilayah kekuasaannya membentang dari Persia sampai Marokko. Khilafah Islam, ketika itu mencakup benua: Asia, Eropa, dan Afnika, meliputi: seluruh Asia kecil, Laut Adriatik, Laut Hitam, Laut Merah dan semenanjung Balkan. Adapun kekuasaannya di Eropa meliputi: Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania sampai batas tembok Wina. Batas Imperium Islam ini mulai dari Thouna dan Aswan di sebelah utara Sungai Nil dan Lautan Hindia di sebelah selatan, deretan pegunungan Kaukasus di sebelah timur dan deretan pegunungan Atlas di sebelah barat. Di samping itu, pada masa itu, setiap kota yang masyhur di zaman kuno termasuk wilayah kekuasaan Turki Utsmani, terkecuali Roma. Bahkan, menurut Prof. DR. Hamka, pada abad ke-17 M. raja-raja Islam di Indonesia, seperti raja-raja Aceh dan Banten pernah mengutus utusannya ke Konstantinopel dan meminta pengakuan memakai gelar ‘Sultan’ dari Kekhalifahan Islam tersebut.

Daerah yang sangat luas ini, di samping merupakan perluasan wilayah dakw ah Islam dan benteng pertahanan ummat Islam; juga mampu menggetarkan negara-negara Kristen di Eropa selama beberapa tahun. Sehingga pada masa pemerintahan Sultan Murad IV (1623- 1640), sejumlah negara Kristen Eropa, untuk membendung ekspansi Islam Turki Utsmani ini, mereka mendirikan Persatuan Suci (al-Ittihad al-Muqaddas). Kekuatan Salib Eropa yang bersatu dalam Persatuan Suci, antara lain dari: Bundukia, Bolonia, Sri Paus, para pendeta Malta, Rusia, Rumania, Qauqaz, Tuskania, Austria. Sebelumnya serangan Negara-negara Eropa, atas nama agama, telah dilancarkan negara-negara Kristen Eropa yang dipimpin oleh Sijisman (Raja Hongaria) pada 1396, dan Hunayind (Panglima besar berkebangsaan Hongaria) pada tahun 1430. Serangan yang disebutkan terakhir ini, berakhir dengan perjanjian Szegedin pada tahun 1444 M. Yang isinya, antara lain: Turki Utsmani harus meninggalkan Serbia, Rumania/Aflak diserahkan kepada Hongaria, dll.

Akan tetapi tidak lama kemudian pasukan Kristen membatalkan perjanjian tersebut dan menyatakan perang terhadap Turki Utsmani. Perang berlangsung antara keduanya pada Nopember 1444, dan berakhir dengan kemenangan Turki Utsmani. Kontribusi lain, dengan kekuasaannya yang luas dan kuat selama beberapa abad, sesungguhnya Kekhilafahan Turki Utsmani telah menghambat kolonialisasi Barat atas Dunia Islam, khususnya Dunia Arab. Seperti diketahui, sejak Andalusia jatuh ke tangan penguasa Kristen Spanyol (1492), negara-negara Kristen Eropa senantiasa mengintai wilayah Afrika Utara untuk ditaklukkan. Ketika itu, Kekhilafahan Islam Turki Utsmaniyah segera mengerahkan kekuatan militernya untuk mengusir pendudukan Eropa di kawasan tersebut, dan sejak saat itu, Turki Utsmani menjadi pelindung seluruh wilayah Islam Afrika Utara; sampai menjelang akhir kekhilafahannya.

Sebaliknya, negara-negara mayoritas Muslim yang di Timur, seperti wilayah India dan negara-negara di Asia Tenggara (termasuk Indonesia, Malaysia, dan Filipina, dll), ketika itu belum dijadikan prioritas kebijakan perluasan Islam Kekhilafahan Islam Turki Utsmani. Padahal ketika itu kawasan tersebut sangat menantikan kehadiran Turki Utsmani, karena terancam ekspansi bangsa-bangsa Kristen Eropa, seperti: Spanyol, Portugis, Belanda, dll. Akhirnya, kawasan tersebut, selain juga jauh dari pusat kekhilafahan Islam di Konstantinopel, menjadi sasaran empuk gelombang kolonialisasi dan kriistenisasi Barat. Seperti Portugis berhasil menduduki Malaka (1511) dan Aceh (1512). Sedangkan Spanyol memasuki Maluku (1521) dan menguasai Filipina. ltulah sebabnya Kekhilafahan Islam Turki Utsmaniyah dianggap satu-satunya ‘sandungan’ oleh Eropa dalam melancarkan ekspansi kolonialnya di Dunia Islam. Karena itu pulalah, dalam sudut pandang politik Eropa, perluasan dakwah Islam Turki Utsmani ini dipandang sebagai ‘Masalah Timur’ pada abad ke l5M dan 16M. Jasa lain, Kekhilafahan Islam Turki Utsmaniyah di bidang politik dan ideology ini, ialah usahanya dalam mendirikan Pan Islamisme, yang dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid 11(1876-1909) untuk menyatukan Dunia Islam dan mengimbangi gerakan Kristenisasi dan gerakan Zionisme. Pan Islamisme (Al-Jamiah al-Islamiyah), adalah suatu wadah pemersatu kaum Muslimin di seluruh Dunia Islam, tanpa memandang perbedaan suku, dan bahasa untuk mewujudkan kebebasan dan kesejahteraan ummat Islam.

Ketika itu, penjajah Inggris telah menempatkan pasukan militernya di Jazirah Arab Selatan sejak permulaan abad ke-19 M, dan menguasai Mesir (1882) dan India (1857), Aden (1839). Demikian pula Prancis telah memasuki Aljazair (1830), Sinegal (1890), Nigeria, dll. Semua ini telah mendorong Dunia Islam untuk menerima gagasan Pan Islamisme. Gaung Pan Islamisme ini juga didukung penuh oleh para intelektual dan ulama di Dunia Islam. Di antaranya adalah Syek Jamaluddin al-Afghany, dll. Sultan berpendapat bahwa satu-satunya untuk dapat mengusir penjajah Eropa dan menyelamatkan Dunia Islam dan imperialisme Barat adalah bernaung di bawah panji-panji Pan Islamisme. Sebelumnya ide serupa juga digaungkan oleh para tokoh Wahabi dan gerakan Sanusiyah di Lybia. Jasa lain, yang tidak boleh dilupakan oleh ummat Islam ialah bahwa Kekhilafahan Islam Turki Utsmaniyah telah menghambat dan bahkan mencegah gerakan Zionisme internasional untuk merealisasikan cita-cita Zionisme untuk mendirikan negara Israel di Palestina. Bahkan eksodus besar-besaran Yahudi di Palestina sampai diproklamirkan negara Israel, baru dapat direalisasikan, setelah tumbangnya Khilafah Islam tersebut.

Shabarun

0 komentar: