Rabu, 01 Maret 2017

Fathimah Az Zahra, Sosok Keteladanan Wanita Muslimah


Peristiwa masa lalu adalah penggalan dari sejarah perjalanan kehidupan ummat manusia. Berbagai jejak telah ditapaki oleh manusia-manusia yang punya peran dalam hidupnya. Sosok dari seseorang yang telah menggoreskan namanya di pentas sejarah. kadang pantas kita ambil lbrahnya sebagai landasan pembentukan syakhshiyah diri kita. Figur-figur generasl awal dalam arti yang mengalami dan menerima langsung tarbiyah dari Rasulullah adalah sebuah pribadi yang mengagumkan dan pantas kita ambil sebagai tolak ukur prilaku kita selanjutnya.
Fathimah az-Zahra. putri Rasulullah, adalah salah satu sosok wanita yang pantas kita jadikan suri teladan bagi perjalanan hidup wanita Muslimah. Sebagai putri Rasul. dia tahu dan mengerti akan apa yang seharusnya dia lakukan, yaitu memberikan contoh bagi orang lain. Kezuhudannya. ketabahannya dan pengabdiannya kepada suami telah menjadikannya sebuah generasi yang paling berkualitas yang pernah dlsaksikan oleh ummat manuisia.

Kehidupan Masa Kecil Sebagai Putri Rasulullah
Fäthimah dilahirkan dan dibesarkan dalam rumah tangga Rasulullah di bawah pengayoman seorang bapak yang lembut dan Ibu yang penuh kasih sayang dan cinta yang murni,
Putri bungsu Rasulullah ini hadir di tengah masyarakat yang sedang mendewakan kchadiran anak laki-laki. Dia lahir kurang lebih lima tahun sebelum Bi’tsah. Bertepatan dengan kesempatan emas yang diberikan kaum Qurays kepada ayahnya, scbagai hakim untuk menyelesaikan persengketaan soal Hajar Aswad.

Masa kanak-kanak Fathimah ditakdirkan Allah pada salah satu periode da’wah Islamiyah yang penuh cobaan dan ujian. kedua orang tuanya banyak mendapatkan tantangan dan godaan.
Ketika penduduk Makkah dan sekitarnya digemparkan oleh kenabian ayahnya. Muhammad saw. dia masih berusia lirna tahun. Peristiwa yang menggoncangkan masyarakat itu mengalihkan perhatiannya dari soal-soal yang menjadi kepentingannya sendiri kepada masalah yang sedang dihadapi ayahnya. Anak seusia tersebut oleh keadaan telah dihadapkan pada benturan hebat dan pertarungan sengit antara kekualan paganisme (keberhalaan) yang sudah mengakar
dalam pikiran-pikiran manusia seama berabad-abad. dengan agama baru yang mulai tumbuh.

Suatu pertarungan yang tak kenal henti antara ajaran Allah dan Rasul-Nya dengan kepercayaan nenek moyang bangsa Quraisy walaupun Fathimah sebagai anak-anak masih layak bermain. namun dari hari ke hari dan setapak demi setapak Ia terbiasa menyakslkan ketegangan suasana Makkah yang makin panas. Lama kelamaan Ia merasakan jalannya proses perubahan yang terjadi sekitar kehidupan keluarganya, dan akhirnya secara tidak sadar Ia rneninggalkan kebiasaan yang lazim pada anak-anak. Kehidupan ayah dan ibunya mempercepat kesanggupannya menghadapi hal-hal baru yang memberatkan pundaknya. Allah menghendaki agar dia dapat menempati kedudukan semestinya sebagai putri seorang nabi. Dia turut merasakan kesendirian dan keterpencilan ayahnya dari masyarakat Quraisy.

Sebelum bi’tsah kenabian ayahnya Ia tidak pernah merasakan kehidupan terpencil seperti yang dialami keluarganya setelah bi’tsah. Akan tetapi keterpencilan keluarga Rasulullah dari masyarakat Quraisy yang bathil itu sesungguhnya adalah kebebasan. Kebebasan dari kepercayaan buta kekabilahan serta kebebasan dari segala yang memerosotkan martabat manusia.
Ia meninggalkan teman-teman sebayanya mengikuti ayahnya ke dalam kancah perjuangan menghadapi musuh-musuh kebenaran Allah. Ia selalu menyertai ayahnya pergi mendatangi tempat-tempat orang Quraisy berkumpul dan mengajak mereka berteman kepada Allah dan meninggalkan keberhalaan. Pada saat itu Fathimah menyaksikan sendiri penghinaan dan kejahatan apa saja yang dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy terhadap ayahnya. Ketika pada suatu saat dia bersama ayahnya dikeroyok oleh mereka yang kemudian datang Abu Bakar menolongnya dengan merelakan tubuhnya dijadikan pelampiasan kemarahan orang Quraisy. Peristiwa lain yang membuat hatinya makin pedih dan merasakan kepedihan hati ayahnya adalah ketika pada suatu hari ayahnya sedang bersujud di Ka’bah. Ketika itu datanglah Uqbah bin Abi Mu’ith membawa kotoran sembelihan binatang kemudian menaruhnya di atas punggung beliau. Rasulullah diam tanpa mengangkat kepala sehingga Fathimah datang membersihkannya.

Perkawinan Fathimah Dengan Ali bin Abi Thalib

Perkawinan Fathimah. putri bungsu Rasulullah saw ini merupakan sebuah contoh yang ideal tentang sikap seorang Muslimah dan sekailgus pelajaran yang paling berharga bagj wanita Islam. Sebagai seorang putri Rasul, Ia tidaklah menuntut mahar yang tinggi sebagaimana tradisi masyarakatnya
pada waktu itu. Ia kawin dengan Ali karena agama. prinsip dan ketulusan, bukan karena harta dan kekayaan serta kepentingan dunia. Mereka kawin dengan mahar yang sederhana mengenyampingkan nilai materi dan mengutamakan nilai kemanusiaan. Ketika Ali meminang Fathimah. Ia bukanlah seorang saudagar kaya melainkan hanyalah seorang pejuang yang terkenal gagah berani. Sebagati mas kawinnya. Ia menjual baju besinya kepada Ustman bin Affan seharga 480 Dirham. Mahar Itu sangat sederhana. tapi justru ltulah yang menambah kemuliaan Fathimah serta memantapkan prinsip Islam bagi wanita Muslimah, di samping memberi pelajaran untuk menyelesaikan suatu persoalan yang cukup pelik yang dihadapi masyàrakat dalam masalah perkawinan. yaitu problema mahalnya mahar dan bangga akan hal Itu.

Kehidupan Rumah Tangga Fathimah Putri Rasulullah

Perjalanan hidup yang panjang dan penuh tantangan telah menjadikan Fathimah sebuah sosok pribadi yang punya ketahanan mental yang cukup kuat. Sebagai seorang putri nabi. dia tak pernah sekalipun berlebih-lebihan dalam mendapatkan kesenangan dunia. Kezuhudannya dalam mengonsumsi dunia pantas kita ambil sebagai Ibrah buat kita. Perkawinan dan bangunan rumah tangga yang pondasinya diletakkan sendiri oleh Rasulullah Itu seakan memang sengaja dlsiapkan untuk potret sebuah keluarga sakinah yang penuh cinta dan kasih sayang dan sekaligus contoh keluarga yang syarat dengan perjuangan.

Kehidupan Fathirnah bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib demikian rukun. serasi dan saling mencintai dan penuh pengertian meskipun nasibnya jauh berbeda dibanding dengan kakak-kakaknya bila dltinjau dari pemenuhan materi. Akan tetapi dari segi kerohanian dan ilmu pengetahuan. Ia memperoleh keberuntungan yang luar biasa. Antara lain berkat bimbingan suaminya yang sanggup dan mampu menerapkan ajaran-ajaran Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Ali bin Abi Thalib sebagai seorang keluarga Rasul yang telah banyak menimba ilmu dari beliau.

Fathimah pindah ke rumah suaminya bukan mendapat kasur empuk dan perkakas rumah tangga yang mewah, melainkan beberapa lembar kulit kambing. bantal terbuat dari serabut kurma. dua buah batu gilingan gandum dan dua buah wadah air. Untuk meringankan pekerjaan rumah tangganya yang berat seperti menggiling gandum, mencuci pakaian dan lain sebagainya, Ia tidak mampu membayar seorang pembantu. Semua pekerjaan ditanganinya sendiri. Kadang bila ada kesempatan suaminya membantu mengerjakannya.

Sejarah telah mengungkapkan kepada kita gambaran kehidupan sebuah keluarga yang unik. Anggota keluarga tersebut terdiri dari Fathimah dan suami serta beberapa orang anak. Keluarga ini hidup di bawah naungan Rasulullah. Pernah dikisahkan bahwa beliau datang ke rumah Fathimah, waktu itu Ia sedang menggiling gandum sambil menangis. Tatkala Rasulullah melihat. beliau bersabda: “Wahai Fathimah. tabahlah menghadapi kepahitan dunia sekarang demi kesenangan akhirat besok”. Pada kesempatan lain beliau juga datang ke rurnah Fathimah. saat itu Ia sedang menggiling gandum dengan suaminya. Ali. lalu Rasulullah berkata: “Siapa diantara kalian yang akan saya gantikan?’ Ali menjawab: Fathimah, karena Ia terlalu capai”. Kemudian Fathimah berdiri dan digantikan oleh Rasul.

Di samping itu terdapat bentuk lain yang diungkapkan sejarah tentang kepahitan kehidupan keluarga Fathimah. Dalam suatu riwayat; ketika Rasul saw. dan jamaah di masjid menunggu Bilal untuk adzan, Bilal datang terlambat, kemudlan Rasulullah bertanya: “Apa yang membuatmu terlambat wahai Bilal? Bilal menjawab: Saya melihat Fathimah menggiling gandum. sementara Hasan di sampingnya menangis. lalu saya katakan padanya ‘Mana yang kamu sukai. kalau kamu mau saya yang menggendong anakmu atau saya menggiling gandum’. Fathimah berkata Saya kasihan terhadap anak saya. Maka saya menggantikannya menggiling gandum. itulah yang membuat saya terlambat. Kemudlan Rasul bersabda: “Mudah-mudahan Allah memberkahinya dan memberkahimu.

Fathimah, Cermin Pengabdian Istri Shalihah

Dari Abu Warad bin Tsamamah berkata. Ali berkata kepada lbnu A’bad, “Maukah saya ceritakan tentang saya dan Fathimah binti Rasulullah saw. yang dirinya adalah anggota keluarga yang paling dicintai Rasulullah saw. Saya berkata: Tentu. Ali berkata; Ia menggiling tepung sampai membekas di tangan, Ia mengambil air dengan geraba hingga membekas di pundaknya. dan Ia menyapu rumah hingga bajunya berdebu. Suatu ketika Rasulullah dihadiahi pembantu oleh seseorang. Maka saya berkata kepada Fathimah: “Bagaimana kalau engkau datang menemui ayah. meminta pembantu”. Maka berangkatlah Ia menemui Rasulullah saw. akan tetapi Ia mendapatkan beliau dalam keadaan sibuk. Ia pun kembali. Esok harinya datanglah Rasulullah saw. kepadanya seraya berkata “Engkau perlu apa wahai Fathimah” Ia terdiam. Maka aku katakan: ‘Wahai Rasulullah, saya yang akan menyampaikannya. Ia menggiling tepung hingga membekas di tangannya. mengambil air dengan geraba hingga membekas di pundaknya. Ketika ada pembantu datang, saya menyuruhnya agar datang kepada engkau ya Rasulullah. untuk meminta pembantu ituu agar Ia tak mengerjakan pekerjaan berat yang selama ini Ia kerjakan.

Ia (Rasulullah saw.) berkata “Bertaqwalah kepada Allah wahai Fathimah, tunaikan kewajiban Rabbmu. kerjakan tugas rumah tanggamu. dan tatkala engkau metetakkan tubuhmu (mau tidur) bacalah tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 33 kali. semua berjumlah seratus dan itu lebih baik dari seorang pembantu (bagimu)”. Fathimah berkata: Saya ridha kepada Allah dan Rasul-Nya dan tidak perlu lagi seorang pembantu. Demikianlah sikap seorang istri shalihah. putri seorang manusia mulia. pemilik keturunan suci dan terhormat sekailgus pemimpin ummat, bersabar dalam melayami suami, betapapun beratnya. Tidak pernah marah dan mengeluh. tidak sombong dan tinggi hati. Ia melayani suami dengan tangannya sendiri. Tidak menuntut menyewa pembantu yang akan menambah beban suami dan menyulitkan hidupnya.

Demikianlah sekilas tentang perjalanan hidup Fathimah, putri bungsu Rasulullah saw. Sebagai seorang putri Rasul. Fathimah mampu menjalankan perannya untuk dijadikan figur bagi kaumnya. Baik sebagai seorang remaja. maupun sebagai seorang istri sekaligus sebagal ibu dan pendidik bagi putra putrinya. Perjalanan hidupnya penuh dengan kisah-kisah menarik yang mencerminkan pengabdiannya dalam menggapai ridha-Nya. Wallahua’lam.

0 komentar: