Keluarga merupakn sekolah pertama bagi generasi penerus Islam. Dalam keluarga generasi penerus dilahirkan, dibesarkan, dan tinggal bersama keluarganya sebelum akhirnya berpisah tempat membentuk keluarga sendiri. Karenanya pakar pendidikan Islam berpandangan bahwa lingkungan keluarga adalah lahan strategis pengaderan generasi muda am. Maka, sasaran terpenting yang menjadi garapan para da’i adalah mengislamkan keluarga dalam berbagai aspeknya. Islam harus dibudayakan dalam keluarga, sehingga menjadi pendidikan langsung ataupun tidak langsung bagi generasi muda Islam.
Demikian halnya dengan pakar pendidikan barat yang sekuler. Mereka juga berpandangan bahwa keluarga merupakan lahan strategis bagi pendangkalan nilai-nilai Islam. Lingkungan keluarga adalah sekolah pertama penghancuran Islam. Mereka berupaya menjadikan keluarga sebagai langkah awal untuk menghilangkan nilai-nilai Islam dari muka bumi. Setelah itu akan dikenalkan nilai-nilai Barat-sekuler yang sama sekali jauh dari nilai-nilai aja.ran Islam.
Untuk menjalankan missinya itu berbagai jalan ditempuh. Propaganda emansipasi wanita adalah diantara missinya. Mereka mengenalkan perlunya emansipasi wanita dalam pengertian yang salah kepada wanita-wanita di dunia Islam. Kepada wanita dunia Islam dikenalkan bahwa wanita sama derajatnya dengan pria. Jika kaum pria berkesempatan memasuki dunia kerja, maka kaum wanita pun dipengaruhi agar memasuki dunia kerja pula. Jika kaum pria berkesempatan memasuki dunia kerja di luar rumah yang menyita waktu, maka kepada wanita juga dikenalkan agar memasuki dunia kerja di luar rumah yang menyita waktu. Alhasil kaum wanita yang secara fisik lebih lemah daripada kaum laki-laki secara perlahan n.mun pasti mengurangi kesempatan mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang secara penuh kepada anak-anaknya. Pada gilirannya, nilai-nilai keislaman yang seharusnya ditanamkan secara maksimal sejak dini kepada anak menjadi berkurang.
Pada saat propaganda emansipasi wanita merebak di kalangan wanita dunia Islam, untuk mendangkalkan nilai-nilai ajaran Islam lainnya, mereka mengadakan stasiun televisi yang mengudarakan aiarannya pada pagi hari. Pada saat kesempatan orang tua tersita mencari nafkah bersama di luar rumah, anak-anak sebagai generasi penerusnya mendapatkan suguhan “pendidikan” dari televisi yang menampilkan adegari kekerasan, kebrutalan, keserbaduniaan, dan bahkan adegan porno yang tidak layak ditonton anak mereka. Pada gilirannya secara perlahan nilai-nilai kehidupan barat non Islam tertanam pada jiwa dan pikiran generasi penerus Islam. Tidak mengherankan bagi kita jika pada akhirnya banyak kita saksikan anak-anak berani menjambret, mencuri, menipu, dan berbuat asusila dengan lawan jenisnya.
Dan fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa tarik menanik antara pendidikan agama yang ditanamkan di sekolah dan pengaruh negatif budaya luar sekolah sangat terasa sekali terhadap perkembangan jiwa atau mental anak. Kehidupan anak bagaikan berada di persimpangan jalan antara kebatilan dan hak. Anak berada di antara dua kutub yang bertolak belakang.
Pada saat itulah sebenarnya peran orang tua atau keluarga menjadi penting. Peran orang tua atau keluanga sangat dibutuhkan untuk mengarahkan anak kepada nilai-nilai yang benar. Tidak mudah memang untuk menjadikan keluarga mampu berperan demikian. Sebab, pada kenyataannya tidak jarang kondisi sosial orang tua atau keluarga saat ini telah hanyut oleh kehidupan modern yang cenderung materialistik dan jauh dari kehidupan yang bersandarkan kitabullah dan sunnah rasul.
Berangkat dari fenomena sosial demikian sudah seharusnya dilakukan introspeksi oleh musing-masing kelaarga dan ditempuh langkah-langkah agar keluarga sebagai sekolah atau lingkungan sosial pertama bagi anak mengilhami kehidupannya dengan ajaran yang bersumber pada kitabullah dan sunnah Rasulullah saw. Dalam keluarga sudah seharusnya dibudayakan kehidupan yang islami. Upaya demikian ini bisa dimulai dari hal-hal yang kecil akibatnya. Misalnya membiasakan shalat wajib berjamaah, membudayakan salam, atau mengajarkan dan membiasakan do’a sebelum atau sesudah makan, do’a sebelum dan sesudah tidur, do’a sebelum bepergian, dan sebagainya.
Dalam artikel ini penulis akan membahas bagairnana membudayakan ajaran Islam tersebut. Oleh karena luasnya lingkup ajaran Islam, maka penulis membatasi pembahasannya dalam hal bagaimana membudayakan salam dalam kehidupan keluarga. Salam merupakan bagian dan ajaran Islam yang jika dibudayakan akan memberikan pengaruh sosial yang positif bagi pemeluk Islam. Ucapan salam akan menambah kasih sayang, ikatan silaturrahmi, dan sebagainya. Dua hati manusia yang berseteru bisa didinginkan dengan ucapan salam. Begitulah, di antara manfaat salam dalam ajaran Islam. Mengingat betapa tinggi nilai manfaat salam Nabi Muhammad saw. memerintahkan ummatnya menyebarkan salam atau membudayakannya.
Dalam upaya menyebarkan atau membudayakan salam, khususnya mulai dalam keluarga, Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam salah satu bukunya Tarbiyatul Aulad Fil Islam” banyak memberikan petunjuk bagi ummat Islam bagaimana membudayakan (menyebarkan) salam.
Pertama, memerintahkan anak mengucapkan salam. Pendidik, orang tua, atau dai memberikan pengertian dan penjelasan secara mendalam kepada generasi Islam bahwa ucapan salam adalah perintah dalam Islam. Terutarna sekali apabila hendak memasuki rumah baik rumah orang lain ataupun rumah keluarga sendiri. Firman Allah swt.:
maka apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam kepada penghuninya, salam yang ditetapkan Allah, yang diberi berkat lebih baik ... .(QS an-Nur 61).
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullab saw.: ‘Islam manakah yang baik?” Rasulull ah saw. menjawab: “Engkau memberi makan dan men gucapkan salam kepada orang yang telah engkau kenal dan yang belum engkau kenal”. Sabda Rasulullab saw. pula:
Artinya: Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sebelum kalian saling cinta mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian lakukan niscaya kalian akan saling cinta mencintai? Sebarkanlah (budayakan) salam di antara kamu. (HR. Muslim).
Kedua, mengajarkan kepada anak cara memberi salam. Setelah mengenalkan salam dan memberikan pengertian secara mendalam bahwa salam adalah ajaran Islam, maka langkah selanjutnya adalah mengajarkan cara memberi salam. Dalam salah satu riwayat dikisahkan bahwa “Seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah saw. seraya mengucapkan “assalamu ‘alaikum “ Setelah di jawab Rasuluilah saw. laki-laki itu duduk. Kemudian Rasulullah saw. berkata: ‘sepluh”. Kemudian datang laki-laki berikutnya seraya mengucapkan ‘Assalamu ‘alaikum warahmatullahi” Setelah dijawab Rasulullah saw. laki-laki itu duduk. Rasulullah saw. berkata: “dua puluh’. Kemudian datanglah laki-laki berikutnya dan mengucapkan: Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakathu”. Setelah menjawab Rasululiah saw. laki-laki itu duduk seperti lainnya. Kemudian Rasulullah saw. berkata: “Tiga puluh" Dalam kisah di atas memberikan petunjuk bagi ummat Islam cara-cara memberi salam kepada orang lain. Kita dibenarkan mengucapkan salam dengan cara-cara tersebut.
Mengucapkan salam dengan cara pertama memperoleh pahala sepuluh, dengan cara kedua mendapatkan pahala dua puluh, dan cara tiga memperoleh pahala tiga puluh. Bagi penjawab salam yaitu dengan ucapan: “wa aiaikum salam "warahmatullahi wabarakatuhu” (semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, juga rahmat Allah dan barakah-Nya). Jika pemberi salam menyampaikannya tidak langsung atau dia sampaikan melalui orang lain, maka dijawab: “Waalaihis salam warahmatullahi wa barakatuhu” (semoga keselamatan dilimpahkan kepadanya juga rahmat Allah dan barakah-Nya). Cara demikian dapat dipahami berdasarkan hadits riwayat asy Syaikhani dan Aisyah ra. Ia (Aisyah ra) berkata:
.. Artinya: Rasululla.h saw. berkata kepadaku, ‘Ini Jibril mengucapkan salam kepadamu”. Aisyah berkata: “Semaga keselamatan dilimpahkan kepadanya, juga rahmat Allah dan barakah-Nya.
Ketiga, mengajarkan kepada anak tentang etika memberi salam kepada orang lain. Dalam hal ini Rasulullah saw. memberikan teladan bagi kita bagaimana etika dalam menyampaikan salam kepada orang lain. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: Hendaklah orang yang berkendaraan mengucapkan salam kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan kaki kepada orang yang duduk, dan orang yang sedikit kepada orang yang banyak. (HR. asy-Syaikhani.
Dalam riwayat lain ditambahkan:
Artinya: Orang yang lebih muda mengucapkan salam kepada orang yang lebih tua. (Bukhari)
Keempat, tidak memberi salam dengan ungkapan atau ucapan seperti orang non Muslim. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: Bukanlah dari golongan kami orang yang menyerupai golongan selain golongan kami Jangan kalian menyerupai orang-orang Yahudi, Nashrani. Sesungguhnya salam orang-orang Yahudi adalah dengan isyarat jari jemari, dan salam orang-orang Nashrani isyarat dengan telapak tangan (HR. Tirmidzi).
Dalam konteks kehidupan sosial sekarang larangan Rasulullah saw. tersebut berlaku pula bagi seseorang yang mengucapkan salam dengan ucapan selamat pagi, selarnat siang, selamat malam, dan sebagainya. Sebab, salam semacam itu telah membudaya di kalangan non Islam baik Yahudi, Nashrani, atau lainnya. Dengan demikian pemahaman lebih luas hadits tersebut adalah kita tidak dibenarkan membeli salam kepada sesama Muslim dengan ucapan selamat pagi, siang, sore, dan semacamnya sebagaimana biasa dilakukan oleh orang-orang non Muslim.
Kelima, orang tua perlu memberikan salam terlebih dahulu kepada anak-anaknya. Dalam pemahaman sepintas, langkah ini sedikit bertentangan atau bertolak belakang dengan hadits Rasulullah saw. sebelumnya yaitu: “Yang lebih muda memberikan salam kepada yang lebih tua”. Namun, untuk kepentingan pendidikan orang tua kepada anak-anaknya, orang tua memberikan salam kepada anak-anaknya dapat dibenarkan. Rasulullah saw. sebagai teladan bagi pemeluk ajaran yang dibawanya pernah mengucapkan salam kepada anak-anak. Dalam salah satu hadits dikatakan:
Artinga: Bahwasanya Rasulullah saw. melalui anak-anak kecil yang tengah bermain, lalu beliau memberikan salam kepada mereka. (HR. Muslim).
Keenam, mengajarkan kepada anak untuk menjawab salam dari orang-orang non Muslim dengan kata-kata “Wa'alaikum" Dalam suatu kesempatan Rasulullah saw. bersabda
Artinya.: Jika ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka ucapkanlah “wa alaikum”. (HR. asy-Syailkhani).
Di samping itu Rasulullah saw. juga melarang kita mengucapkan salam terlebih dahulu kepada orang-orang non Muslim. Sabda Rasulullah saw.
Artinya: Janganlah kalian memulai menyapa orang Yahudi dan orang Nashara dengan salam (HR. Muslim).
Ketujuh, mengajarkan kepada anak bahwa mengucapkan salam hukumnya sunah. Adapun bagi yang mendapatkan salam, menjawabnya adalah wajib. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
Artinya: Barang siapa menjawab salam maka Ia (pahala) adalah miliknya, dan barangsiapa tidak menjawabnya, maka ia idak termasuk ummatku (HR. Ibnu as-Sunni).
Walaupun memberi salam adalah sunnah hukumnya, namun bagi pemberi salam lebih mulia kedudukannya di mata Allah swt. Dalam salah satu hadits diriwayatkan:
Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang terlebih dahulu memberi salam kepada orang Lain. (HR. Abu Dawud).
Maksud paling mulia dalam hadits tersebut adalah perbandingan antara orang yang memberi salam terlebih dahulu dengan orang yang menjawab salam. Orang yang memberi salam lebih dahulu memiliki kedudukan lebih mulia di mata Allah swt. daripada yang menjawabnya.
Itulah beberapa upaya membudayakan salam kepada anak dalam kehidupan keluarga. Salam yang secara sepintas nampak sepele dan kecil, namun memberikan pengaruh sangat besar bagi kehidupan sosial masyarakat. Dengan salam hubungan kekerabatan menjadi baik dan hubungan sosial menjadi indah. Memulai dalam keluarga adalah salah satu upaya strategjs menciptakan generasi muda Islam yang terbudaya dengan ucapan salam bila bertemu.
Demikian halnya dengan pakar pendidikan barat yang sekuler. Mereka juga berpandangan bahwa keluarga merupakan lahan strategis bagi pendangkalan nilai-nilai Islam. Lingkungan keluarga adalah sekolah pertama penghancuran Islam. Mereka berupaya menjadikan keluarga sebagai langkah awal untuk menghilangkan nilai-nilai Islam dari muka bumi. Setelah itu akan dikenalkan nilai-nilai Barat-sekuler yang sama sekali jauh dari nilai-nilai aja.ran Islam.
Untuk menjalankan missinya itu berbagai jalan ditempuh. Propaganda emansipasi wanita adalah diantara missinya. Mereka mengenalkan perlunya emansipasi wanita dalam pengertian yang salah kepada wanita-wanita di dunia Islam. Kepada wanita dunia Islam dikenalkan bahwa wanita sama derajatnya dengan pria. Jika kaum pria berkesempatan memasuki dunia kerja, maka kaum wanita pun dipengaruhi agar memasuki dunia kerja pula. Jika kaum pria berkesempatan memasuki dunia kerja di luar rumah yang menyita waktu, maka kepada wanita juga dikenalkan agar memasuki dunia kerja di luar rumah yang menyita waktu. Alhasil kaum wanita yang secara fisik lebih lemah daripada kaum laki-laki secara perlahan n.mun pasti mengurangi kesempatan mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang secara penuh kepada anak-anaknya. Pada gilirannya, nilai-nilai keislaman yang seharusnya ditanamkan secara maksimal sejak dini kepada anak menjadi berkurang.
Pada saat propaganda emansipasi wanita merebak di kalangan wanita dunia Islam, untuk mendangkalkan nilai-nilai ajaran Islam lainnya, mereka mengadakan stasiun televisi yang mengudarakan aiarannya pada pagi hari. Pada saat kesempatan orang tua tersita mencari nafkah bersama di luar rumah, anak-anak sebagai generasi penerusnya mendapatkan suguhan “pendidikan” dari televisi yang menampilkan adegari kekerasan, kebrutalan, keserbaduniaan, dan bahkan adegan porno yang tidak layak ditonton anak mereka. Pada gilirannya secara perlahan nilai-nilai kehidupan barat non Islam tertanam pada jiwa dan pikiran generasi penerus Islam. Tidak mengherankan bagi kita jika pada akhirnya banyak kita saksikan anak-anak berani menjambret, mencuri, menipu, dan berbuat asusila dengan lawan jenisnya.
Dan fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa tarik menanik antara pendidikan agama yang ditanamkan di sekolah dan pengaruh negatif budaya luar sekolah sangat terasa sekali terhadap perkembangan jiwa atau mental anak. Kehidupan anak bagaikan berada di persimpangan jalan antara kebatilan dan hak. Anak berada di antara dua kutub yang bertolak belakang.
Pada saat itulah sebenarnya peran orang tua atau keluarga menjadi penting. Peran orang tua atau keluanga sangat dibutuhkan untuk mengarahkan anak kepada nilai-nilai yang benar. Tidak mudah memang untuk menjadikan keluarga mampu berperan demikian. Sebab, pada kenyataannya tidak jarang kondisi sosial orang tua atau keluarga saat ini telah hanyut oleh kehidupan modern yang cenderung materialistik dan jauh dari kehidupan yang bersandarkan kitabullah dan sunnah rasul.
Berangkat dari fenomena sosial demikian sudah seharusnya dilakukan introspeksi oleh musing-masing kelaarga dan ditempuh langkah-langkah agar keluarga sebagai sekolah atau lingkungan sosial pertama bagi anak mengilhami kehidupannya dengan ajaran yang bersumber pada kitabullah dan sunnah Rasulullah saw. Dalam keluarga sudah seharusnya dibudayakan kehidupan yang islami. Upaya demikian ini bisa dimulai dari hal-hal yang kecil akibatnya. Misalnya membiasakan shalat wajib berjamaah, membudayakan salam, atau mengajarkan dan membiasakan do’a sebelum atau sesudah makan, do’a sebelum dan sesudah tidur, do’a sebelum bepergian, dan sebagainya.
Dalam artikel ini penulis akan membahas bagairnana membudayakan ajaran Islam tersebut. Oleh karena luasnya lingkup ajaran Islam, maka penulis membatasi pembahasannya dalam hal bagaimana membudayakan salam dalam kehidupan keluarga. Salam merupakan bagian dan ajaran Islam yang jika dibudayakan akan memberikan pengaruh sosial yang positif bagi pemeluk Islam. Ucapan salam akan menambah kasih sayang, ikatan silaturrahmi, dan sebagainya. Dua hati manusia yang berseteru bisa didinginkan dengan ucapan salam. Begitulah, di antara manfaat salam dalam ajaran Islam. Mengingat betapa tinggi nilai manfaat salam Nabi Muhammad saw. memerintahkan ummatnya menyebarkan salam atau membudayakannya.
Dalam upaya menyebarkan atau membudayakan salam, khususnya mulai dalam keluarga, Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam salah satu bukunya Tarbiyatul Aulad Fil Islam” banyak memberikan petunjuk bagi ummat Islam bagaimana membudayakan (menyebarkan) salam.
Pertama, memerintahkan anak mengucapkan salam. Pendidik, orang tua, atau dai memberikan pengertian dan penjelasan secara mendalam kepada generasi Islam bahwa ucapan salam adalah perintah dalam Islam. Terutarna sekali apabila hendak memasuki rumah baik rumah orang lain ataupun rumah keluarga sendiri. Firman Allah swt.:
maka apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam kepada penghuninya, salam yang ditetapkan Allah, yang diberi berkat lebih baik ... .(QS an-Nur 61).
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullab saw.: ‘Islam manakah yang baik?” Rasulull ah saw. menjawab: “Engkau memberi makan dan men gucapkan salam kepada orang yang telah engkau kenal dan yang belum engkau kenal”. Sabda Rasulullab saw. pula:
Artinya: Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sebelum kalian saling cinta mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian lakukan niscaya kalian akan saling cinta mencintai? Sebarkanlah (budayakan) salam di antara kamu. (HR. Muslim).
Kedua, mengajarkan kepada anak cara memberi salam. Setelah mengenalkan salam dan memberikan pengertian secara mendalam bahwa salam adalah ajaran Islam, maka langkah selanjutnya adalah mengajarkan cara memberi salam. Dalam salah satu riwayat dikisahkan bahwa “Seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah saw. seraya mengucapkan “assalamu ‘alaikum “ Setelah di jawab Rasuluilah saw. laki-laki itu duduk. Kemudian Rasulullah saw. berkata: ‘sepluh”. Kemudian datang laki-laki berikutnya seraya mengucapkan ‘Assalamu ‘alaikum warahmatullahi” Setelah dijawab Rasulullah saw. laki-laki itu duduk. Rasulullah saw. berkata: “dua puluh’. Kemudian datanglah laki-laki berikutnya dan mengucapkan: Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakathu”. Setelah menjawab Rasululiah saw. laki-laki itu duduk seperti lainnya. Kemudian Rasulullah saw. berkata: “Tiga puluh" Dalam kisah di atas memberikan petunjuk bagi ummat Islam cara-cara memberi salam kepada orang lain. Kita dibenarkan mengucapkan salam dengan cara-cara tersebut.
Mengucapkan salam dengan cara pertama memperoleh pahala sepuluh, dengan cara kedua mendapatkan pahala dua puluh, dan cara tiga memperoleh pahala tiga puluh. Bagi penjawab salam yaitu dengan ucapan: “wa aiaikum salam "warahmatullahi wabarakatuhu” (semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, juga rahmat Allah dan barakah-Nya). Jika pemberi salam menyampaikannya tidak langsung atau dia sampaikan melalui orang lain, maka dijawab: “Waalaihis salam warahmatullahi wa barakatuhu” (semoga keselamatan dilimpahkan kepadanya juga rahmat Allah dan barakah-Nya). Cara demikian dapat dipahami berdasarkan hadits riwayat asy Syaikhani dan Aisyah ra. Ia (Aisyah ra) berkata:
.. Artinya: Rasululla.h saw. berkata kepadaku, ‘Ini Jibril mengucapkan salam kepadamu”. Aisyah berkata: “Semaga keselamatan dilimpahkan kepadanya, juga rahmat Allah dan barakah-Nya.
Ketiga, mengajarkan kepada anak tentang etika memberi salam kepada orang lain. Dalam hal ini Rasulullah saw. memberikan teladan bagi kita bagaimana etika dalam menyampaikan salam kepada orang lain. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: Hendaklah orang yang berkendaraan mengucapkan salam kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan kaki kepada orang yang duduk, dan orang yang sedikit kepada orang yang banyak. (HR. asy-Syaikhani.
Dalam riwayat lain ditambahkan:
Artinya: Orang yang lebih muda mengucapkan salam kepada orang yang lebih tua. (Bukhari)
Keempat, tidak memberi salam dengan ungkapan atau ucapan seperti orang non Muslim. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: Bukanlah dari golongan kami orang yang menyerupai golongan selain golongan kami Jangan kalian menyerupai orang-orang Yahudi, Nashrani. Sesungguhnya salam orang-orang Yahudi adalah dengan isyarat jari jemari, dan salam orang-orang Nashrani isyarat dengan telapak tangan (HR. Tirmidzi).
Dalam konteks kehidupan sosial sekarang larangan Rasulullah saw. tersebut berlaku pula bagi seseorang yang mengucapkan salam dengan ucapan selamat pagi, selarnat siang, selamat malam, dan sebagainya. Sebab, salam semacam itu telah membudaya di kalangan non Islam baik Yahudi, Nashrani, atau lainnya. Dengan demikian pemahaman lebih luas hadits tersebut adalah kita tidak dibenarkan membeli salam kepada sesama Muslim dengan ucapan selamat pagi, siang, sore, dan semacamnya sebagaimana biasa dilakukan oleh orang-orang non Muslim.
Kelima, orang tua perlu memberikan salam terlebih dahulu kepada anak-anaknya. Dalam pemahaman sepintas, langkah ini sedikit bertentangan atau bertolak belakang dengan hadits Rasulullah saw. sebelumnya yaitu: “Yang lebih muda memberikan salam kepada yang lebih tua”. Namun, untuk kepentingan pendidikan orang tua kepada anak-anaknya, orang tua memberikan salam kepada anak-anaknya dapat dibenarkan. Rasulullah saw. sebagai teladan bagi pemeluk ajaran yang dibawanya pernah mengucapkan salam kepada anak-anak. Dalam salah satu hadits dikatakan:
Artinga: Bahwasanya Rasulullah saw. melalui anak-anak kecil yang tengah bermain, lalu beliau memberikan salam kepada mereka. (HR. Muslim).
Keenam, mengajarkan kepada anak untuk menjawab salam dari orang-orang non Muslim dengan kata-kata “Wa'alaikum" Dalam suatu kesempatan Rasulullah saw. bersabda
Artinya.: Jika ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka ucapkanlah “wa alaikum”. (HR. asy-Syailkhani).
Di samping itu Rasulullah saw. juga melarang kita mengucapkan salam terlebih dahulu kepada orang-orang non Muslim. Sabda Rasulullah saw.
Artinya: Janganlah kalian memulai menyapa orang Yahudi dan orang Nashara dengan salam (HR. Muslim).
Ketujuh, mengajarkan kepada anak bahwa mengucapkan salam hukumnya sunah. Adapun bagi yang mendapatkan salam, menjawabnya adalah wajib. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
Artinya: Barang siapa menjawab salam maka Ia (pahala) adalah miliknya, dan barangsiapa tidak menjawabnya, maka ia idak termasuk ummatku (HR. Ibnu as-Sunni).
Walaupun memberi salam adalah sunnah hukumnya, namun bagi pemberi salam lebih mulia kedudukannya di mata Allah swt. Dalam salah satu hadits diriwayatkan:
Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang terlebih dahulu memberi salam kepada orang Lain. (HR. Abu Dawud).
Maksud paling mulia dalam hadits tersebut adalah perbandingan antara orang yang memberi salam terlebih dahulu dengan orang yang menjawab salam. Orang yang memberi salam lebih dahulu memiliki kedudukan lebih mulia di mata Allah swt. daripada yang menjawabnya.
Itulah beberapa upaya membudayakan salam kepada anak dalam kehidupan keluarga. Salam yang secara sepintas nampak sepele dan kecil, namun memberikan pengaruh sangat besar bagi kehidupan sosial masyarakat. Dengan salam hubungan kekerabatan menjadi baik dan hubungan sosial menjadi indah. Memulai dalam keluarga adalah salah satu upaya strategjs menciptakan generasi muda Islam yang terbudaya dengan ucapan salam bila bertemu.
0 komentar: