Selasa, 08 Oktober 2013

Narasi - Narasi Seputar Perang Salib III (1189 -1192)

1. Muqaddimah

Artinya: "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mu‘min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur ‘an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar" (QS. at-Taubah/9:111).

Perang Salib II berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin, futuhnya Edessa/Arruha, dan hengkangnya pasukan Salib II, dari Jerman maupun Prancis, ke Eropa. Sejak itu, telah banyak terjadi preseden-preseden kecil yang amat kompleks di dunia Islam, sehubungan dengan masih bercokolnya kerajaan-kerajaan Latin di wilayah Syam. Seperti perebutan benteng Askalon oleh Baldwin III (1144-1162) dari kerajaan Latin Yerussalem pada tahun 1153; perebutan kota Damaskus oleh Sultan Nuruddin Zanki pada tahun 1154; dan pertempuran antara KaisarManuel I (1143-1180) dari Bizantium dengan Rainald de Chatiilon dari County of Antiochia pada tahun 1155; konflik intern Daulah Fathimiyyah di Mesir, dan lain-lain.

2. Kronologi Insiden-Insiden Menjelang Perang Salib III

2.a. Tahun 1164 M.

Pada masa khalifah al-Adhid (1160- 1171), khalifah terakhir dari Daulah Fathimiyyah di Mesir, terjadi perebutan kekuasaan antara perdana menteri Syawir dengan Wazir Dargham. Kemudian Syawir meminta bantuan Sultan Nuruddin Zanki di Damaskus, dengan menjanjikan sepertiga hasil penerimaan negara di Mesir akan diserahkan setiap tahun kepada Emirat al-Zankiyah (1127-1258) dan biaya perang akan diberikan kepada Nuruddin Zanki. Adapun Dargham meminta bantuan kepada Almeric (1162- 1173) di Kerajaan Latin Yerussalem.

Selanjutnya, Nuruddin mengirimkan bantuan militer yang pertama ke Mesir yang dipimpin oleh Assaduddin Syirakuh. Dalam pasukan itu ikut pula Shalahuddin al-Ayyubi, keponakannya. Pertempuran dengan pasukan Dargham terjadi di sekitar Cairo. Dan Dargham tewas dalam pertempuran itu. Akhirnya Syawir menduduki Wazir besar (perdana menteri).

Pada mulanya Ia memenuhi perjanjiannya dengan Nuruddin Zanki. tetapi lambat laun ia berusaha membatalkannya. Untuk itu ia pada tahun 1164 meminta bantuan Almeric di Baitul Maqdis untuk mengusir pasukan Assaduddin Syirakuh dari Syria ini. Tawaran ini dipandang sebagai momentum yang tepat bagi Almeric untuk mengintervensi Mesir. Dengan ini berarti Syawir telah mengundang pasukan Salib ke Mesir. Dengan segera, berangkatlah Almeric dan pasukan Salib, bersama-sama Syawir ke Mesir, Pertempuran pecah dengan kaum Muslimin di Pelusium pada tahun 1164.

Dalam pertempuran di Port Said itu kedua pasukan sama-sama porak-poranda. Bahkan pasukan Syirakuh memperlihatkan tanda-tanda bakal hancur. Sebaliknya Almenic merasakan pasukannya juga akan kalah. Kemudian Almeric mengirim utusan untuk gencatan senjata, syaratnya : pasukan Syirakuh diizinkan kembali ke Damaskus. Kemudian Syirakuh dan sisa pasukannya kembali ke Damaskus.

2.b. Tahun 1167 M.

Karena pengkhianatan Syawir itu, maka pada tahun 1167 M. Assaduddin Syirakuh dan Shalahuddin al-Ayyubi bersama pasukannya berangkat ke Mesir (kali keduanya) melalui padang pasir menuju Cairo. Demi mendengar keberangkatan pasukan kaum Muslimin ini, Almeric mengumpulkan seluruh pasukan Salib di Yerussalem untuk bergerak menuju Mesir. Kedua pasukan besar ini bertemu di Babien, pantai barat sungai Nil, dan pecahlah pertempuran yang amat dahsyat. Dalam perang tersebut kaum Salib menderita kekalahan, sehingga kaum Salib terusir dari Mesir.

2.c. tahun 1168 M.

Dengan terusirnya pasukan Salib dari Mesir, kaum Salib segera mengadakan serangan balasan dengan kekuatan besar ke Bilbis, dan membantai sejumlah besar Penduduk Bilbis. Untuk mencegah kaum Salib memasuki Mesir, Syawri membakar kota Fusthath. Dalam pada itu, Khalifah al-Adhid meminta bantuan dengan sangat, kepada Sultan Nuruddin Zanki. Kemudian datanglah pasukan kaum Muslimin dari Syria yang dipimpin oleh Syirakuh dan Shalahuddin al-Ayyubi ke Mesir.

Demikian pula Sultan Nuruddin Zanki menggerakkan pasukannya untuk menyerang Yerussalem dan utara. Sebagai akibat, serangan besar-besaran ke Mesir itu digagalkan di tengah perjalanan. Buru-buru Almeric dan sisa pasukannya kembali ke Yerussalem untuk mempertahankan kota suci tersebut. Selanjutnya pada tahun 1169 M. perdana menteri Syawir dijatuhi hukuman mati karena pengkhianatannya itu. Dan sejak saat itu Syirakuh diangkat menjadi Wazir (perdana menteri) di Mesir. Namun tiga bulan kemudian ia meninggal dunia.

Kemudian digantikan oleh Shalahuddin al-Ayyubi. Selanjutnya dibawah Shalahuddin al-Ayyubi inilah daulah Fathimiy di Mesir yang bermadzhab Syi’ah perlahan-lahan diubah menjadi bagian dari Daulah Abbasyiah yang bermadzhab Sunni. Peristiwa ini terjadi pada tahun 567 H/ 1171 M. Demikian pula Perguruan Tinggi al-Azhar, diresmikan oleh Wazir besar Shalahuddin al-Ayyubi sebagai perguruan tinggi pihak Sunni pada tahun yang sama.

2.d. Tahun 1173 M.

Pada saat itu pasukan Salib di Baitul Maqdis berusaha memperluas pengaruhnya. Mereka mengepung Dimyat bersama-sama kerajaan Bizantium. Namun usaha ini tidak berhasil, bahkan pasukan kaum Muslimin di bawah piminañ panglima Tauran Syah berhasil menaklukkan Nubia dan Yaman pada tahun 1173.

Pada tahun tersebut Almeric wafat dan digantikan oleh Baldwin IV (1173- 1183). Begitu pula Nuruddin Zanki yang wafat pada tahun 1173. Kemudian digantikan putranya, Malikush-Shaleh (1173-1181). Pada tahun 1175 Shalahuddin al-Ayyubi diangkat menjadi Sultan di Mesir dan Syam. Begitu pula pada tahun 1181, sepeninggal Sultan Malik Syah, penguasa Aleppo dan Mosul, Shalahuddin menyatukan kedua daerah itu dalam wilayahnya. Sejak saat itu di kawasan Asia Barat pasukan kaum Muslimin selalu mendesak pasukan Salib di Baitul Maqdis dari arah utara, selatan dan timur.

2.e. Tahun 1183 M.

Menyaksikan kedudukan kota suci Yerussalem yang sudah semakin terancam oleh pasukan kaum Muslimin. Count Raymond II dan County of Tripolis meminta perjanjian damai dengan Sultan Shalahuddin, demi keamanan wilayah-wilayah yang bernaung dibawah Kerajaan Latin Yerussalem, pada tahun 1183. Sementara itu Ratu Sybilla, janda mendiang Marquis of Montferrat, menikah lagi dengan Guy de Lusignan. Pada tahun 1186 Baldwin V (1183-1186) meninggal dan digantikan oleh Guy de Lusignan.

3. Ikhwal Futuhnya Yerussalem, 1187

Rainald de Chatillon adalah suami dan Constantia, janda Raymond of Antiochia (1120-1149). Pada tahun 1177 ia mengalahkan pasukan Shalahuddin dalam pertempuran di Askalon dan Damaskus. Tahun 1177 ia menjabat vice regency, pewalian atas Baldwin IV (1173-1183), menggantikan Count Raymond of Tripolis. Sejak masa itulah ia membatalkan perjanjian damai dengan Shalahuddin. Bahkan pada tahun 1186 Rainald de Chatillon dan pasukannya bergerak maju menuju teluk Akahah, dan merebut bandar Ailah. Ia pun kemudian memberangkatkan sebuah armada pasukannya menuju pesisir Hijaz dengan tujuan menyerang Makkah dan Madinah. Akan tetapi gerombolan salib ini hancur menjelang sampai di Haura, karena mendapat serangan keras dan kaum Muslimin di laut Merah.

Tentu saja, tindakan kurang ajar yang tiba-tiba ini mengejutkan Dunia Islam. Selanjutnya Shalahuddin memerintahkan kepada saudaranya yang ada di Mesir untuk merebut kembali bandar Ailah pada tahun 1187. Sedangkan Rainald de Chatillon dengan sisa pasukannya mundur ke Yerussalem. Dalam perjalanannya ini, mereka bertemu dengan kafilah kaum Muslimin yang membawa saudara perempuan Shalahuddin. Semua anggota kafilah inipun ditangkap dan ditawan, hanya seorang yang melarikan diri.

Selanjutnya, pada pertengahan tahun 583 H/1187 Shalahuddin menggerakkan pasukannya yang besar dari Damaskus menuju ke selatan. Sedangkan Guy de Lusignan dengan kekuatan yang besar pula maju dan Yerussalem ke utara. Kedua pasukan besar itu, bertemu dan berhadap-hadapan di dataran tinggi Tiberias. Pada tanggal 4 Juli 1187 meletuslah perang dahsyat antara kedua pasukan besar itu. Mcnjelang petang hari, pasukan kaum Muslimin berhasil mendesak pasukan kaum Salib ke pegunungan Hittin. Pasukan Salib yang sudah terdesak ini terus dikejar oleh pasukan kaum Muslimin ke lembah Hittin. Hingga pada tanggal 5 Juli 1187 M. pasukan kaum Muslimin melancarkan serangan besar-besaran terhadap kekuatan pasukan Salib.

Perang berakhir dengan kemenangan telak kaum Muslimin, dan kekalahan pasukan Salib Guy de Lusignan, dan Rainald de Chatilon dan sisa pasukannya ditawan ke Damaskus. Kemudian Rainald de Chatilon, yang juga orang nomor satu dari ordo Templars dan 200 perwira ordo Templer dan Hospitailer dijatuhi hukuman mati. Sedangkan Guy de Lusignan dibebaskan setelah membayar uang tebusan. Dalam perang tersebut kaum Muslimin berhasil menduduki kota Ukka, Napolis, Ramla, Kaissania, Jaffa, dan Beirut. Kemudian pada tanggal 2 Oktober 1187 kaum Muslimin dipimpin oleh Shalahuddin al-Ayyubi merebut kembali kota suci Yerussalem, setelah 88 tahun dikuasai kaum Salib (1099-1187)

4. Narasi Perang Salib III (1189- 1192).

Futuhnya Yerussalem (1187) ke pihak kaum Muslimin, telah menyulut fanatisme keagamaan di Eropa untuk melancarkan perang Salib kali ketiganya. Pada tahun 1187 Uskup Agung William dari bandar Tyre datang menghadap Paus Clement III (1187-1191). Dalam Konsili Lateran ia menyampaikan eckalahan kaum Salib di Palestina dan Syria. Kemudian Ia menyerukan kepada raja-raja Eropa untuk menghentikan pertikaian internal mereka dan bersatu padu melancarkan perang Salib ke Tanah Suci Yerussalem.

Seruan ini disambut hangat oleh Frederick Barbarossa (1152-1190), raja Jerman. Kaisar Holy Roman Empire ini bersedia memimpin perang Salib ke Tanah Suci. Seruan yang dipandang suci ini disambut pula oleh Philip II, raja Prancis (1180-1223), dan Raja Inggris, Henry 11(1154- 1189). Tetapi karena kemudian raja lnggris ini meninggal, lalu digantikan anaknya, Richard I the Lion Heart (1189-1199). Mereka bersepakat bahwa pasukan Salib dan Prancis akan menghiasi bajunya dengan Salib merah. Inggris akan mengenakan Salib putih, dan pasukan Salib dan Flemish memakai tanda salib hijau.

Frederick Barbarossam dengan pasukannya berangkat dari Regensburgs melintasi Hungaria menuju Asia Kecil. Ia didampingi putranya Duke of Sewbia, Duke of Austria, dan Deuka of Moravia. Pasukan salib ini tidak memasuki Konstantinopel, tetapi langsung menyeberangi selat Hellespont. Mereka berhasil merebut ibu kota Iconium, ibu kota Emirat al-Qonia. Ketika itu penguasa emirat tersebut ialah Sultan Kalij Arselan II (1156-1192), pengganti ayahnya Emir Mas’ud 1(1106-1156).

Untuk menyiasati serangan Salib yang ganas ini, Kalij Arselan II dan pasukannya mundur. Namun ketika melintasi pegunungan Issauria, pasukan Salib ini mendapat serangan gencar dari pasukan Kalij Arselan II. Ketika menyeberangi sungai Caiycadnus atau Cydnus, Kaisar Frederick Barbarossa terjatuh dan kudanya dan tenggelam hingga meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1190. Kemudian sisa pasukannya melanjutkan perjalanannya menuju Antiochia. Pada tahun 1191 mereka memberikan bantuan pasukan Salib yang lain dalam menaklukkan Acre.

Adapun Raja Richard I dan pasukan pengawalnya berangkat bersama -sama pasukan Prancis yang dipimpin Raja Philip II, dari Vezelay menuju Lyon. Keduanya kemudian berpisah. Raja Philip II dengan pasukannya sekitar 100.000 tentara berangkat ke Genua melalui darat; sedangkan Raja Richard I dan pengawalnya menuju Marseilles, mcnunggu bantuan armadanya dari Inggris. Namun armada Inggris ini terlambat tiba, karena terlibat perang di pesisir Portugal. Mereka membantu Raja Portugal, Sancho I (1185-1211) melawan kaum Muslimin di Andalusia.

Baru pada bulan September 1190 mereka bertemu dengan Raja Richard I dan pasukan Prancis di Teluk Salerno. Pada tanggal 13 September 1190 berangkatlah angkatan Salib dari Inggris itu menuju pelabuhan Messina di Sicilia. Di wilayah Sicilia inilah kedua pasukan Salib itu timbul konflik internal. Akhirnya Philips II dan pasukannya berangkat lebih dulu, pada bulan Maret 1191 menuju bandar Acre, kemudian barulah Richard I dan pasukannya menuju tempat yang sama. Meskipun dilanda konflik internal, kedua pasukan Salib itu sama-sama mengepung benteng Acre, hingga benteng tersebut dapat direbut. Sedangkan pasukan Shalahuddin mundur, untuk menyiasati pengepungan ini. Di tempat inipun antara keduanya pecah konflik. Kemudian untuk menghindari perang saudara di tanah suci, sesudah bandar Acre dapat direbut, Raja Philip II pulang ke Prancis.

Sementara itu Raja Richard I bersama-sama sisa pasukan dari Jerman melanjutkan peperangannya dari Acre, menaklukkan Akka pada tahun 1191. Selanjutnya, terjadilah perang dahsyat antara pasukan Shalahuddin dengan pasukan Richard I. Dalam pertempuran yang berlangsung di sepanjang 150 mil garis pantai, kaum Muslimin memberikan pukulan-pukulan berat terhadap kaum Salib. Akhirnya, karena dalam setiap pertempuran itu, pasukan Salib senantiasa menderita kekalahan, raja Richard I meminta perjanjian gencatan senjata /damai dengan kaum Muslimin. Penjanjian itu ditandangani kedua belah pihak di Ramla pada tanggal 2 Nopember 1192.

Adapun isinya, antara lain:

a. Baitul Maqdis tetap di bawah kekuasaan kaum Muslimin, dan orang-orang Nashrani dizinkan berziarah ke sana;
b. Pantai negeri Syam dan Qur sampai ke Jaffa tetap dikuasai kaum Salib;
c. Kaumn Muslimin harus mengembalikan semua harta gereja di Palestina kepada orang-orang Nashrani; dan
d. Perang dihentikan selama 3 tahun.

Setelah penandatanganan perjanjian itu Raja Richard pulang ke inggris. Namun dalam perjalanan pulang itu, kapal yang ditumpanginya kandas di pesisir Italia. Untuk menghindari wilayah Prancis ia mengambil jalan memutar memasuki Jerman. Namun ia ditangkap oleh Duke of Austria, dan langsung diserahkan kepada raja Henry VI (1190-1197), pengganti Frederick Barbarossa. Kemudian Raja Richard I dipenjara selama hampir dua tahun. Ia baru dibebaskan dengan tebusan yang besar pada tahun 1194, dan terus pulang ke Inggris.

Khatimah

Demikianlah skenario perang Salib III yang bcrakhir dengan ditandanganinya perjanjian di Ramla antara kauin Muslimin dengan kaum Salib. Dalam perang tersebut kaum Muslimin memperoleh kemenangan telak. Yerussalem dan kota-kota lain dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin. Dalam perang Salib III ini, di dunia Islam dimunculkan oleh Allah, qiyadah jihad yang memandu kaum Muslimin memerangi kaum Kuffar. Dialah Shalahuddin al-Ayyubi. Sosok keteladanan, kedermawanan, dan kepemimpinan.

Wallahu a’lam bish-shawwab

0 komentar: