1. Muqaddimah
Artinva: Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an demgam jihad yang besar. (QS. al-Furqan/25:52).
Kekalahan kaum Muslimin dalam perang Salib I telah menyadarkan Pemimpin- pemimpin dunia Islam pada masa itu. Mereka tergerak ruhul Jihadnya untuk merehut kembali wilayah-wilayah dunia Islam yang dijarah dan dirampas oleh pasukan Salib. Seperti Necea, Antiochia. Edessa, Yerussalem, Akka, Tripoli /Libanon, dan lain-lain. Namun demikian, pada waktu itu tantangan demi tantangan terus menghadang. Di antaranya serbuan dari Suku Kirgh yang masih pagan itu, dan wilayah Kaukakus. Suku bangsa ini termasuk rumpun Turki-Mongol, yang telah menjarah Eropa Timur, Eropa Tengah dan memasuki Roma.
Suku bangsa inilah yang telah mengakhiri Imperium Roma Barat pada abad ke-4 M. Pada tahun 1121 M. Suku Kirgh merebut wilayah Armenia. Pada waktu itu Armenia di bawah penguasa Emir Ahmad bin Suqman (1118-1128) dan Emirat al-Shahhat. Melihat ancaman yang besar itu, kemudian kaum Muslimin meminta bantuan Sultan Mahmud II (1117-1130) di Baghdad. Bantuan pun datang dari emir-emir bangsa Seljuq. Seperti Emir Ertoghrul dan Azerbaijan, Emir llghazi (I I04’-I 122) dari Emirat al-Urtuqiyah, dan lain-lain. Sultan Mahmud II sendiri bersama pasukannya membantu kaum Muslimin Armenia itu. Sehingga pada tahun 1123 M. kaum Muslimin dapat merebut kembali ibu kota Armenia, yaitu Tiflis, dan mengeajar Suku Bangsa Kirgh sampai perbatasan utara Kaukakus.
Sementara itu pada tahun 1122 M. Baldwin II (1118-1131) dan Kerajaan Latin Yerussalem, menggerakkan pasukannya menuju Damaskus, melalui Galilea, dan dataran tinggi Golan. Dalam pada itu Emir Toghrukin (1103-I 128), penguasa wilayah Damaskus mempersiapkan angkatan perannya Untuk menangkis serangan tersebut. Perang pun meletus antara kedua pasukan besar itu. Dalam perang tersebut kaum Salib menderita kekalahan, dan Baldwin II ditawan oleh kaum Muslimin selama lima tahun (1122-1127).
Sementara itu, Kaisar Johannes Comnenus (1118-1131), putra Alexius Comnenus, dari Bizantium, pada tahun 1124, menggerakkan pasukannya memasuki wilayah Phrygia, dan mengepung ibu kota Iconium dari Emirat al-Qonia. Pada waktu yang bersamaan, Emir Masud (I 106- 1156), pengganti Kalij Arselan I, meminta bantuan Sultan Mahmud II. Akhirnya kaum Muslimin dapat menghalaukan pasukan Bizantium sampai ke selat Bosporus.
2. Ikhwal Konflik dengan Pasukan Salib
Pada tahun 1127 M/521 H. Sultan Mahmud II dari Baghdad, mengangkat at-Tabeq I maduddin Zanki (1127-1146), putra panglima lqsanqar (Maula/cicit dari Sultan Malik Shah bin Alp Arselan), untuk mengepalai pasukan keamanan pihak Sultan, menggantikan Panglima Barnaksh. Pada tahun tersebut, saudaranya, Emir Mas’ud bin lqsanqar, penguasa Aljazirah yang beribukotakan di Mosul, wafat. Sehingga Imaduddin Zanki menggantikan kedudukannya. Dengan demikian terbentuklah Emirat al-Zankiyah (52 l-657) H./1127-1258 M), yang merupakan daerah otonomi beribukotakan di Mosul.
Pada tahun 1128 M. Imaduddin Zanki dan pasukannya merebut Aleppo, dan memutuskan huhungan antara County of Edessa dengan Antiochia. Baik lalu lintas perbekalan maupun persenjataan. Sehingga Edessa terjepit oleh wilayah-wilayah kaum Muslimin ketika itu.
Untuk itu, Bohemond 11(1120-1162) dan Antiochia, dan Prince Jocelyn I (1118-113I) dari Edessa meminta bantuan Baldwin II di Yerussalem. Selanjutnya pada tahun 1128 ia berangkat dengan pasukannya dari Yerussalem ke utara, menyusuri pesisir Levantine dengan tujuan merebut Aleppo. Namun gabungan pasukan Salib ini hancur, porak-poranda, dipukul mundur oleh pasukan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Imaduddin Zanki.
Selanjutnya pada tahun 1137, Imaduddin Zanki dengan pasukannya bergerak menuju Syria Selatan, Setelah melalui peperangan yang beruntun, kaum Muslimin .dapat merebut kembali kota benteng Homs, Hamah, dan terus ke selatan mengepung Damaskus. Kemudian pada tahun 1138 pasukan Imaduddin merebut kota benteng Balbeek. Kemudian ia memerintahkan panglima Najamuddin Ayyub (ayah dari Shalahuddin al-Ayyubi) untuk berkuasa di daerah itu.
2.a. Merebut kembali County of Edessa
Pada saat terjadi konfrontasi antara Bizantium versus Antiochia, Imaduddin Zanki memandang momentum itu sebagai situasi yang tepat untuk merebut Edessa. Pada tahun 1143 M. Ia menggerakkan pasukannya memasuki wilayah Cappadocia dan menyerang Edessa. Pada tahun 1144 M, terjadilah penyerbuan besar-besaran dari kaum Muslimin terhadap kota benteng Edessa. Sehingga kota Edessa dapat direbut kembali oleh kaum Muslimun. Adapun Jocelyn II (1131-1144), penguasa Edesa ketika itu, melarikan diri ke Antiochia dan meminta bantuan Raymond dari Antiochia.
Pada tahun 1146 M, Imaduddin Zanki wafat. Kemudian digantikan oleh kedua putranya. Yaitu Nuruddin Zanki yang menguasai Syam dan Aleppo, dan Syaifuddin Ghazi yang menguasai Mosul. Pada waktu itu Nuruddin Zanki melanjutkan usaha ayahnya. Hingga pada tahun 1146 seluruh wilayah Edessa dapat dikuasai kaum Muslimin. Selanjutnya ia mengangkat panglima Assaduddin Syirakuh, saudara Najamuddin Ayyub, untuk menjabat gubernur Homs. Kemudian pada tahun 1149, Antiochia juga dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin.
3. Angkatan Salib Kedua (1147-1149)
Runtuhnya Edessa (1146), dan kemenangan-kemenangan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Nuruddin Zanki telah menggerakkan kaum Salib Eropa untuk mengobarkan perang Salib kali keduanya. Pada saat itu Paus Eugenius (1145-1153) dari Burgundy, dan Rahib Bernard (1091- 1153) dan biara Clairvaux, Champagne. dalam konsili Vezelay pada tahun 1146 menyerukan perang Salib kepada seluruh kaum Nashrani di Eropa. Seruan ini mendapat sambutan positif dan Raja Perancis, Louis VII (1137-1180) dan Raja Jerman, Conrad III (1138-1152). Dalam ekspedisi angkatan Salib kedua ini tidak ada satu komando, hingga masing-masing raja dan pasukannya berangkat secara terpisah untuk menghindari konflik intern.
3.a. Pasukan Salib dari Jerman
Raja Conrad III dan pasukannya berangkat dari Ratisbon melewati Hungaria, atas izin raja Hungaria, Geza II (1141- 1162). sesampai di Konstantinopel, pasukan ini terus menyeberangi Selat Bosporus, menuju Lycaonia, pusat pertahanan Emirat al-Qonia. Ketika itu penguasa Emirat tersebut adalah Emir Mas’ud I (1106-1156). Perang meletus dengan dahsyatnya antara kedua pasukan tersebut.
Dalam peperangan tersebut kaum Muslimin memperoleh kemenangan, dan kaum Nashrani menderita kekalahan. Raja Conrad III dengan sedikit sisa pasukannya melarikan diri ke Philadelphia. Dari bandar Ephesus pasukan ini terus menuju pesisir Levantine. Pada tahun 1148 mereka pun ikut bersama pasukan salib lainnya, melancarkan serangan terhadap kaum Muslimin di Damaskus, ibukota Syria selatan. Namun upaya penyerbuan ini gagal, karena pertahanan kaum Muslimin yang demikian kuat ketika itu. Selaniutnya ia pulang ke Konstantinopel dan terus ke Jerman.
3b. Pasukan Salib dari Perancis
Raja Perancis, Louis VII (1137-I 180) berangkat dengan 70.000 Pasukan Kavaleri dari Perancis menuju Konstantinopel. Pasukan Salib ini menyusuri pesisir barat Asia Kecil sampai ke kota Laodicia. Sesampai di pegunungan Taurus, antara Laodicia dengan Pisidia, pasukan ini diserang oleh pasukan Seljug. hingga porak-poranda. Sisa pasukannya kemudian menyelamatkan diri ke bandar Attalia, ibukota Pamphylia. Kemudian terus menuju Antiochia, melalui lautan, dan sebagian melalui darat. Pasukan yang melewati darat ini kemudian mendapat serangan dari pasukan Seljug di wilayah Kilikia.
Sementara itu Emir Masud I dari Emirat al-Qonia telah mengirim utusan untuk meminta bantuan kepada Sultan Nuruddin Zanki (1146-1173) dari Aleppo. Selanjutnya Louis VII dan sisa pasukannya telah mendarat di muara Sungai Orontes untuk menuju Antiochia. Di daerah tersebut pasukan Salib II dari Perancis ini dihancur leburkan oleh pasukan kaum Muslimin yang dipimpin Sultan Nuruddin Zanki. Louis dan pengawalnya kemudian menyelamatkan diri ke Antiochia. Setelah menunaikan ziarah ke Yerussalem, pada tahun 1149 ia pulang, melalui jalan laut, ke Perancis
4. Khatimah
Demikianlah dalam perang Salib yang kali kedua ini, Allah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kaum Muslimin. berupa kemenangan di dunia ini. Barangkali inilah fenomena yang disinyalir Oleh Allah: Kesadaran untuk patuh adalah kunci utama guna tegaknya hukum. Namun, dapatkah seorang individu kapitalis maupun komunis patuh pada Hukum yang tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan padanya? Sedangkan Islam datang dengan konsep bahwa kepatuhan terhadap hukum akan ada balasan berupa Jannah. Kepatuhan terhadap hukum pada dasarnya untuk dirinya sendiri, suatu hal yang tak mungkin terdapat pada sistem selain Islam. Hal ini dikuatkan dengan watak dari Islam sebagai dienul fitrah (QS. 30:30), di mana aturan-aturannya sejalan dengan nurani manusia. Hanya saja untuk melihat secara sempurna keindahan ini, maka sistem Islam harus ditegakkan, dan Rasul sudah mengisyaratkan akan tegaknya kembali Khilafah ala Minhaj an Nubuwah di akhir zaman. Suatu sistem yang benar-benar sempurna, karena berasal dari Allah swt. Rabbul ‘Alamin: “Yang tidak datang kepadanya (al-Qur ‘an) kebathilan baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan oleh Rabb yang Maha Terpuji (QS. Fushilat: 42)”
Shabarun Whs
Lanjut : Narasi-Narasi Seputar perang Salib III (1189-1192)
0 komentar: