Jumat, 23 Juni 2017

Idul Fithri Pertama Rasulullah saw


Terbenamnya sang mentari di ufuk barat pada akhir Ramadhan disambut dengan kumandangan kalimah takbir, tahlil dan tahmid oleh kaum Muslimin di seantero jagad. Kalimat-kalimat mulia itu sahut menyahut sampai mengantarkan kaum Muslimin ke tempat-tempat shalat’Id di hari yang mulia.

Kalimah takbir, tahlil dan tahmid yang diungkap dari sanubari yang terdalam sebagai manivestasi kesyukuran kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas rahmat dan karunia-Nya yang demikian banyaknya. Syukur atas bimbingan dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas suci berpuasa sebulan Ramadhan.

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (al-Baqarah:185).

Kalimah takbir yang diucapkan merupakan cerminan keyakinan bahwa hanya Allah swt. sajalah yang Maha Besar, Sedang selain Allah kecil. Kecil kekuatannya. kecil kehebatannya. kecil pegetahuannya, kecil kekayaannya dan kecil segalanya. Meskipun mereka berkuasa. raja diraja,, polisi dunia, tapi kesemuanya itu tiada artinya bila dibandingkan dengan kemaha hebatan Allah ‘Azza wa Jalla. Sehingga seorang Muslim yang mengucapkan takbir dengan penghayatan yang mendalam akan menjadikan dirinya memiliki kepribadian yang besar, semangat yang besar dan cita-cita yang besar. Ia terjauh dari kekerdilan pribadi dan pesimisme. Sebab pemahamannya terhadap kalimah takbir, Allahu Akbar, mengantarkannya pada kedudukan yang mulia, mulia di sisi Allah swt. walaupun mungkin Sementara orang menghinakannya.

Kalimah tahlil, lailaha Illallah, diucapkan sebagai pernyataan bahwa hanya Allah swt. sajalah yang di abdi, hanya Allah sajalah sebagai sesembahan, hanya Allah sajalah yang dipatuhi dan ditunduki secara mutlak. Kalimah mulia ini menjadikan orang yang menyatakannya dengan penghayatan terbebas dari segala bentuk perbudakan, perbudakan apa saja dan perbudakan oleh dan untuk siapa saja. Dirinya hanya memperbudakkan kemanusiaannya kepada Allah semata. Sedang kalimah tahmid yang disampaikan dengan penuh penghayatan menunjukkan bahwa pujian hanyalah hak Allah. selain Allah tidak berhak untuk menuntut pujian dan sanjungan. Sebab pujian dan sanjungan itu merupakan pakaian kebesaran Allah swt. Berbahagialah mereka yang tidak mencari-cari pujian.

Di hari yang berbahagia, di Idul fithri yang mulia ini, ada baiknya kita mengenang peristiwa yang sama, di hari yang sama, yaitu ‘Idul Fithni 1416 tahun yang lalu, di mana Nabi saw. dan para shahabatnya merayakan hari yang mulia ini pertama kali di tahun kedua Hijriyah. Pada tahun tersebut ada beberapa peristiwa besar yang menambah terasanya keagungan ‘Id yang mulia ini. Pada pentengahan bulan Rajab tahun kedua Hijriyah, turun firman Allah di surah al-Baqarah ayat 144 yang artinya:

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nashrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bah wa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhan mereka, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (al-Baqarah:144).

Ayat tersebut menetapkan perpindahan kiblat kaum Muslimin yang sejak Isra’ dan Mi’raj menghadap ke arah Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis Palestina menjadi ke arah Ka’bah di Masjidil Haram Makkah. Perubahan tersebut memang sangat diharapkan oleh Nabi saw. dikarenakan orang-orang Yahudi sering mengejek kaum Muslimin, yang menurut mereka maunya mempunyai ajaran sendiri, tetapi kiblatnya di kala shalat mengikuti kiblat mereka. Memang sudah menjadi karakter ummat Yahudi yang terkutuk itu selalu mencari-cari jalan untuk mengejek dan mencela kalangan selain mereka, terutama kaum Muslimin.

Berpindahnya kiblat bukan berarti kaumMuslimin tidak memuliakan Masjidil Aqsha, tidak, sama sekali tidak demikian. Masjidil Aqsha tetap menjadi kota suci bagi kaum Muslimin. Sebab Ia merupakan bumi para nabi dan kiblat pertama kaum Muslimin. Sehingga sampai hari ini dan insya’Allah akan terus sampai kapan saja, kaum Muslimin akan terus berusaha memerdekakan bumi Palestina yang di sana ada Masjidil Aqsha dari cengkcraman Yahudi Zionis yang terkutuk itu.

Kemudian pada tanggal 10 Sya’ban tahun kedua Hijriyah, turunlah syari’at berpuasa di bulan Ramadhan. Shiyam adalah suatu aktivitas pengendalian diri yang luar biasa, dan pada saat yang bersamaan, pelakunya juga turur merasakan bagaimana orang-orang miskin dan faqir selalu merasakan lapar dan dahaga. Sehingga dengan berpuasa seseorang dapat membersihkan jiwanya dari berbagai kotoran,. ditingkatkan kondisi ruhaninya dan dibiasakan untuk shabar dan terlatih mengemban beban dan tugas. Sungguh ibadah puasa mengandung nilai tarbawi (pendidikan) yang sangat tinggi Sehingga wajarlah kalau yang ditargetkan pada ibadah ini akan terlahirlah pribadi-pribadi yang muttaqi, pribadi yang benar-benar bertaqwa, pribadi-pribadi yang syakirin, yang senantiasa bersyukur, dan pribadi-pribadi yang rasyidin, yang mengikuti bimbingan Allah swt. Sungguh ibadah yang mulia ini sebagai sarana munuju kepribadian Muslim yang utuh.


Ketika kaum Muslimin berpuasa pertama kali ini, masih di pekan pertama, Rasulullah saw. mengajak para shahabat untuk berpatroli, yang kemudian terjadilah perang yang sangat terkenal itu, perang Badar. Kita dapat membayangkan betapa hebatnya tempaan yang dialami oleh generasi awal, para shahabat di bawah bimbingan Nabi saw. Mereka berpuasa pertama kali, lalu pada saat itu juga mereka terjun yang pertama kali ke gelanggang pertempuran yang sangat dahsyat. Betapa tidak, 300-an kaum Muslimin dengan persenjataan dan sarana yang sangat terbatas harus berhadapan dengan 1000 pasukan Quraisy yang terlatih dan sarana yang lengkap.

Ibadah puasa adalah syari’at Allah swt. Demikian pula perang yang juga syari’at Allah. Sedang kaum Muslimin ketika itu menjalankan kedua syari’at Allah tersebut. Maka sangatlah wajar kalau mereka yang demikian terikatnya pada syari’ah tersebut mendapat perhatian dan bantuan dari pemilik syari’ah, yaitu Allah swt. Sehingga dengan idzin dan pertolongan Allah swt. peperangan tersebut dapat dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan cemerlang.

Baru saja kaum Muslimin pulang dari perang Badar yang puncaknya pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah tersebut,. di pekan ketiganya Allah swt. menurunkan syani’at-Nya yang berikutnya, yaitu disyari’atkannya zakat fithrah yang kemudian disusul dengan syari’at zakat secara umum.

Artinya: Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim meriwayatkan dari hadits Qais bin Sa’ad bin Ubadah ra. berkata: Rasuluilah saw. menyuruh kami untuk berzakat fithrah sebelum turun ketentuan zakat (secara umum). kemudian turun kewajiban zakat (secara umum itu). al-Hafizh Ibnu Hajar berkata. Isnadnya Shahih.

Zakat, infaq dan shadaqah merupakan ibadah yang dapat memperbaiki suasana sosial dan memperkecil kesenjangan antara kaum kaya dan faqir miskin. Kita ketahui bahwa belakangan ini banyak peristiwa kerusuhan dan pengrusakan yang menimbulkan banyak kerugian. kerugian fisik dan kerugian moral. Para pengamat mengatakan bahwa di antara sekian penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut adalah kesenjangan sosial. Yang sudah kaya terus menambah deretan kekayaannya dengan membuka berbagai usaha, apakah pabrik, perkebunan, peternakan atau apa saja. Di setiap wilayah mereka punya lahan. Mereka terus menumpuk harta sampai tujuh keturunan yang kadang-kadang tidak jarang menyelewengkan kedudukan, kalau mereka berkedudukan, atau berkolusi dan manipulasi, kalau yang pertama sulit dilakukan. Sementara di pihak lain kaum miskin semakin tertekan. Rumah-rumah tidak sedikit yang digusur dengan ganti rugi yang betul-betul merugikan. Suasana seperti ini sangat berpotensi untuk timbulnya gejolak sosial, lebih-lebih bila ada kelompok ketiga yang berkepentingan.

Kita menyadari bahwa realitas kehidupan ini menunjukkan adanya perbedaan nasib. Dan Islam mengakui itu. Ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Tetapi Islam membimbing kita agar bersikap secara proporsional, tepat dan benar. Orang yang dengan idzin Allah bernasib kaya harus tnenyadari kewajibannya mengeluarkan sebagian hartanya yang sebenarnya memang sudah menjadi hak orang lain. jadi kalau ada seseoang yang memberikan sebagian hartanya, jangan dianggap bahwa dirinya sudah berjasa pada orang yang ia beri. lalu orang yang diberi itu dikendalikan semaunya. Bukan begitu Seharusnya. Mereka seharusnya mengeluarkan hartanya Itu karena memang bukan lagi menjadi haknya, itu hak orang lain.

Demikian pula mereka yang kebctulan bernasib miskin. jangan lalu mereka iri dan dengki terhadap orang kaya. Hal ini akan mengakibatkan benturan antar kelas, yang jelas tidak Islami. Di satu sisi ada borjuis yang sombong dan angkuh sementara di pihak lain ada proletar yang bersikap dengan penuh kebencian pada lawannya. Orang miskin tidak perlu dendam, tidak perlu iri dan juga tidak perlu menghinakan diri menjadi pengemis. Islam membimbing kita agar punya rasa ‘iffah dan muru’ah, rasa harga diri. Lebih baik membawa kapak dan tali ke hutan mencari kayu bakar untuk dijual dan menghidupi keluarga daripada mengemis dan menghinakan diri, demikian Nabi saw. memerintahkan kita. Begitu pentingnya kedudukan zakat dalam masyarakat Muslim. Sehingga pantaslah kalau khalifah Abu Bakar Shiddiq ra membuat kebijakan yang sangat tegas dan jelas terhadap mereka yang menolak membayar zakat.

Artinya : Demi Allah. pasti saya akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dan zakat. Karena zakat itu hak harta. Demi Allah, seandainya mereka tidak membayar (walau hanya) anak kambing atau unta yang biasa mereka tunaikan pada Nabi saw. pasti saya akan memerangi mereka disebabkan tidak membayarnya (sekarang). Umar berkata Demi Allah, hal itu tidak lain kecuali saya lihat Allah telah membukakan dada Abu Bakar untuk berperang, saya tahu bahwa ia benar.  
 
Dalam suasana perjalanan perjuangañ seperti itulah Nabi saw. dan para shahabat pertama kali beridul fithri. Diawali dengan perubahan kiblat yang selama ini dilecehkan oleh orang-orang Yahudi, menjadi berkiblat ke arah yang diridhai oleh kaum Muslimm dan tentu saja diridhai pula oleh Allah swt. Kalau dulu perubahan kiblat di kala shalat, kini kita melihat kiblat kehidupan yang perlu dibenahi. Gelombang materialisme dan aliran-aliran pemikiran yang laisa minal Islam, bukan dan ajaran Islam masih tampak mewarnai pola pikir dan pola kerja kaum Muslimin. Karena itu perlu perbaikan dan pembenaran kiblat kehidupan sehingga betul-betul diridhai oleh Allah swt. Dan diridhai pula oleh mereka yang mempunyai komitmen pada Islam. Kemudian Nabi saw. dan para shahabat berpuasa.. mengendalikan diri dari dominasi syahwat baik syahwat perut. makan dan minum. maüpun syahwat seks, yaitu bercampur suami istri di siang hari.

Kini kita lihat sebagian dari bangsa kita yang mayoritas Muslim ini sudah kurang memiliki daya kontrol yang baik, meskipun mungkin saja mereka turut berpuasa di bulan Ramadhan,, sebab mereka secara lahiriyah Muslim. Tetapi dalam kesehariannya mereka tidak perduli halal dan haram. baik halal dzati (bendanya), maupun halal kasbi (hasil usahanya). Sehingga korupsi dan manipulasi masih demikian membudayanya di tengah-tengah masyarakat kita yang mayoritas Muslim ini. Kita berada pada peringkat atas di dunia ini. Tapi sayang prestasi korupsi dan kolusi yang sangat memalukan.

Demikian pula syahwat seks sangat tidak menggembirakan. Perzinaan bukan lagi hal yang tabu. Bahkan pemerkosaan dan pelecehan seksual dengan segala ragam dan bentuknya sudah menjadi hiasan harian di media kita. Sehingga negeri yang menyimpan kaum Muslimin terbanyak di dunia ini, ternyata mempunyai piaraan orang-orang berpenyakit AIDS dan calonnya yang tidak sedikit. Sungguh suasana yang memalukan dan memprihatinkan. Mudah-mudahan puasa di tahun ini dapat menekan sedikit demi sedikit kemaksiatan dan kedurhakaan yang semestinya tidak perlu ditoleransi lagi. dulu. sungguh sangat jauh dari pemikiran kita. Kita sudah terlalu tenggelam pada kehidupan dunia yang menyilaukan ini. Padahal jihad adalah puncak dari ajaran islam. Demikian pula mobilsasi dana ummat masih jauh dari yang semestinya Hampir 200 juta kaum Muslimin di negeri ini, tetapi berapa banyak proyek Da’wah dan amal Islami yang turut goyah karena goyahnya ekonomi negara-negara Timur Tengah yang selama ini banyak membantu da’wah di negeri ini, yang tentu saja penghancuran pos-pos dana itu memang sangat diinginkan oleh musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kaum Muslimin.

Kalau dulu, di tahun ke dua Hijriyah, dalam beberapa bulan saja secara berturut-turut turun syariah perubahan kiblat, puasa, jihad di Badar, zakat Fithrah dan zakat secara umum, dan kemudian kaum Muslimin bersama-sama bertakbir sebagai pernyataan kemenangan dan kesyukuran yang mendalam. Maka bagaimana dengan takbir kita di hari ini? Apakah takbir kemenangan dan kesyukuran? Sungguh kita harus terus berusaha memperbaiki keadaan yang ada ini. Kalau di tahun kedua hijriyah seperti itu tempaan terhadap generasi awal yang kemudian baru di tahun kedelapan hijriyah kemenangan nyata berupa penaklukan kota Makkah, dari 20 sampai 30 tahun kemudian kaum Muslimin mampu menggoyang imperium Romawi dan Persia sebagai dua super power ketika itu. Maka berapa waktu lagikah kita dapat tegak dengan penuh harga diri di dunia yang seperti ini.

Memang masalah kapan kemenangan itu datang, bukan urusan kita. Hanya yang dituntut dan kita adalah berusaha dan berbuat. Berusaha dan berbuat sebagaimana Rasulullah saw. dan para shahabathya berbuat. Ya, dunia masih terhampar di depan kita, langkah masih dapat diayunkan. Marilah kita melangkah, marilah kita bcrbuat. Allah pasti tidak akan membiarkan kita, sebagaimana Allah tidak membiarkan kaum Muslimin di medan Badar. Pada saatnya juga insya’ Allah takbir yang kita kumandangkan sebagaimana takbir yang dikumandangkan oleh Rasulullah saw. dan para shahabatnya di ‘Idul Fithri. 1 Syawal tahun kedua hijriyah. Takbir kemenangan, kemenangan karena telah memiliki kiblat shalat dan kiblat kehidupan yang berbeda dengan kiblat umumnya manusia, takbir kemenangan karena berhasil mengendalikan syahwat perut dan syahwat seks, takbir karena berhasil menjadikan musuh bertekuk lutut, dan takbir kemenangan karena dapat menyebarkan pemerataan sosial. Semoga takbir kita di hari yang mulia ini sebagai takbir yang menempati anak-anak tangga menuju puncak takbir kemenangan yang hakiki. Amin Ya Rabbal ‘alamin. Akhirnya, marilah kita berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla, semoga Allah yang Maha Agung mengampuni dosa-dosa kita, baik dosa yang sifatnya Individual maupun kolektif, dosa yang kecil maupun dosa-dosa besar. Dan semoga Allah senantiasa membimbing kita pada jalan-Nya yang lurus, jalan yang dilalui oleh para anbiya’, mursalin, syuhada’ dan shalihin. Amiin

0 komentar: