Sabtu, 15 April 2017

Kerusuhan Sosial


“Sejarah ummat manusia pada hakekatnya adalah sejarah penderitaan, bukan penderitaan bencana alam, tetapi penderitaan yang diakibatkan oleh tindakan sekelompok manusia atau bangsa terhadap kelompok manusia atau bangsa lainnya”, demikian Peter L. Berger mengawali salah satu bab dalam bukunya yang berjudul Piramida Pengorbanan Manusia (1983, hal. 164).
Nabi Musa as. (bangsa Yahudi) terpaksa keluar dari Mesir karena mendapatkan ancaman pembunuhan dari penguasa Mesir, Fir aun. Suku-suku Indian di Amerika seperti Aztec, Maya, Incha dan Chibcha sebagai penduduk asli benua Amerika terdesak oleh bangsa kulit putih (Spanyol, lnggris dan sebagainya). Di Jawa. pernah ada pembantaian terhadap 6.000 lebih kyai dan santri oleh sunan Amangkurat I (memerintah tahun 1645-1677), karena mereka dianggap sebagai pembangkang.

Penderitaan manusia yang diakibatkan oleh kelompok manusia lainnya itu dapat berupa pembunuhan massal, perampasan, pengrusakan maupun penganiayaan. Kejadian seperti ini kebanyakan terjadi pada waktu ada pergerseran kekuasaan dari satu kelompok bergeser pada kelompok lain, baik terjadi pada waktu menjelang, bersamaan maupun sesudahnya. Pergeseran kekuasan itu terjadi, karena penguasa yang lama sudah rapuh dan .ada calon penguasa lain yang di dukung oleh kekuatan massa.

Ada hubungan antara kerapuhan suatu kekuasaan dengan terjadinya kerusuhan sosial. Semula, karena kekuasaan menuntut adanya kewibawaan. Kewibawan itu memerlukan kemenangan dan kemegahan (kemewahan). Jika ada kemenangan dan kemewahan di satu pihak. tentu ada pihak yang kalah dan menderita. Yang kalah dan menderita itu adalah kelompok pinggiran, rakyat kecil yang tidak memiliki channel (hubungan) ke pusat kekuasaan, baik channel politik maupun ekonomi. Kelompok yang terpinggirkan itulah yang memiliki potensi untuk melawan. Semakin banyak yang terpinggirkan dari semakin besarnya tingkat kemewahan penguasa. semakin mempercepat terjadinya ledakan protes sosial yang terwujud dalam kerusuhan sosial.

Jika sekelompok elite politik dapat mengarahkan (merekayasa) kerusuhan itu ke arah tujuan tertentu untuk menggantikan kekuasaan yang ada, dapat terjadi suatu revolusi sosial. Revolusi Prancis (5 Mei s/d 17 Juni 1789) dan Revolusi Islam Iran (Februari 1979) merupakan contoh robohnya kekuasaan yang absolut dan zhalim yang tidak terhindar dari adanya kerusuhan sosial yang meluas. Meskipun Revolusi suriah yang berawal tahun 2011 sampai 2017 belum membuahkan hasil, namun cepat atau lambat otoriter dari sebuah rezim pasti akan lenyap.

Kasus Indonesia

Menjelang dan sesudah turunnya Soeharto dari jabatan kepala negara, juga telah terjadi berbagai kerusuhan sosial di berbagai tempat di Indonesia. Walaupun kerusuhan•kerusuhan itu terjadi secara sporadis (jarang-jarang dan terpisah) namun jumlahnya banyak juga. Yang terjadi sebelum turunnya Soeharto, misalnya: Kerusuhan Sampang madura (29 Mei 1997), Bangkalan Madura (14 Juni 1997), Jember (13 Juni 1997), kerusuhan Ujungpandang (Makassar) dengan pelaku 1.200.000 orang yang membakar kota (15 September 1997), kerusuhan Rengasdengklok (30 Januari 1997) dan masih banyak lagi.

Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi saat turunnya Soeharto misalnya kerusuhan Medan (4.7 Mei 1998), bahkan pada hari-hari menjelang turunnya Soeharto terjadi kerusuhan di berbagai kota secara bersamaan. Tanggal 4 Mei 1998 terjadi di Medan, Bandung, dan Jakarta. Tanggal 5 Mei di Medan, Jakarta, Bogor, Yogyakarta dan Ujungpandang (Makassar). Tanggal 6 Mei di Medan, Jakarta, Jember, Ujungpandang. Tanggal 7 Mei di Sumatera Utara, Padang, Samarinda. Tanggal 8 Mei di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo dan Samarinda. Puncaknya, 12-13 Mei 1998 di ibukota (Jakarta) yang kemudian mengimbas ke berbagai kota seperti Solo dengan pembakaran habis-habisan (Kamis-Jum’at, 14-15 Mei 1998). Ratusan nyawa manusia telah melayang dalam mengantarkan turunnya Soeharto dari jabatan Presiden, 21 Mei 1998.

Pada masa pemerintahan pasca Soeharto (masa Presiden B.J. Habibie maupun Presiden Abdurrahman Wahid) kerusuhan sosial masih saja terjadi Kerusuhan “Tragedi Semanggi” 12-13 Nofember 1998 dengan tertembak matinya 12 orang peserta demonstrasi, terjadi pada masa Presiden B.J. Habibie. Kerusuhan bersambung di Ambon, Maluku, antara Islam dan Nasrani terjadi sejak penyerbuan terhadap ummat Islam pada tanggal 19 Januari 1999 (Idul Fitri 1419) sampai Juli 1999. Kerusuhan gelombang kedua sejak Juli 1999 sampai 7 Desember 1999. Sedang kerusuhan gelombang ketiga sejak 8 Desember 1999 sampai Februari 2000 masih terjadi.
Daftar panjang kerusuhan masih dapat disambung lagi, misalnya ada kerusuhan Kupang dengan merusak masjld dan Universitas Muhammadiyah Kupang (awal Desember 1998), kerüsuhan Tasikmalaya pada zaman akhir rezim Soeharto dan sebagainya.

Penyebab Kerusuhan

Revolusi Prancis yang menggoncangkan Eropa terjadi. berawal dari pemerintahan Raja Louis XVI yang absolut dan pemborosan keuanqan negara yang dilakukan oleh kaum bangsawan dan lebih-lebih oleh permaisuri raja, yaitu Maria Antoinette. Untuk mengimbangi pengeluaran negara, rakyat ditarik berbagai macam pajak yang memberatkan. Akibat lebih lanjut. kemarahan rakyat sebagai bentuk protes, menimbulkan kerusuhan sosial dan tumbangnya kekuasaan absolut.
Turunnya Presiden Soeharto juga berawal dari kemewahan dan penumpukan kekayaan oleh keluarga presiden dan kroni-kroninya, kebocoran keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat mencapai 30% anggaran yang perlu diimbangi dengan pemasukan negara yang memberatkan rakyat. Kenaikan harga bahan bakar minyak dijadikan alasan nyata bagi para demonstran untuk protes terhadap hidup mewah para pejabat di atas kesengsaraan rakyat.

Kenaikan bahan bakar minyak memang selalu berakibat pada kenaikan harga bahan kebutuhan pokok lainnya yang akan menambah penderitaan rakyat kecil. Kerusuhan massal tanggal 12-13 Mei 1998 adalah sebagai puncak protes terhadap pemerintah yang mengakibatkan turunnya Presiden Soeharo dari jabatannya.

Kekuasaan absolut (anti demokrasi, walaupun dicari-cari alasan demokratis) dan kemewahan hidup penguasa sebagai penyebab awal kehancuran negara. Dua kasus kejadian tersebut mengingatkan kita pada tesis Ibnu Khaldun (sosiolog Muslim) yang hidup pada separuh kedua abad ke-14 (27 Mei 1332- 17 Maret 1406), enam abad yang lalu (empat abad sebelum Revolusi Prancis yang menghebohkan), demikian:

“Sekali usaha pemusatan kekuasaan dalam tangan seorang telah tercapai, dan kemewahan serta sifat malas telah merata, maka negara telah mendekati kehancurannya. (Charles Issawi, th. ? hal. 168)”.

Kehancuran suatu rezim yang berkuasa selalu ditandai dengan kerusuhan sosial, atau bahkan suatu revolusi. Memang revolusi berkaitan erat dengan kerusuhan sosial. Kedua-duanya ini terjadi sebagai reaksi atas adanya salah urus (maladministration) dalam masalah politik maupun ekonomi suatu negara. Reaksi itu sebagai bentuk keinginan agar negara diurus sebaik-baiknya untuk keadilan dan kemakmuran segenap warga negara.

Tanggungjawab Pemimpin/Penguasa

Jika kerusuhan sosial terjadi karena lebih disebabkan oleh keteledoran penguasa, betapa besarnya tanggungjawab yang harus dipikul oleh penguasa. Penguasa yang teledor dalam mengelola negara, berarti telah berbuat zhalim yang akibatnya bukan hanya menimpa dirinya sendiri tetapi juga menimpa orang lain yang tidak tahu menahu tentang kezhaliman tersebut. Firman Allah: 

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: Dan peliharalah dirimu dari siksaan (Fitnah) yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (an-Anfal/8: 25).

Jika penguasa telah bertindak zhalim, tidak mengelola neqara dengan semestinya sehingga menggoncangkan tata kehidupan sosial (menjadi rawan). politik (menjadi penuh intrik/rekayasa tidak sehat). ekonomi (tidak stabil/memberatkan rakyat jelata), perlu kekuatan seimbang yang berani mengingatkan penguasa agar mau memperbaiki diri. Sebab tanpa perbaikan diri, keteledoran pengelolaan negara akan menimbulkan revolusi sosial yang akan banyak mengorbankan jiwa, harta benda yang tidak sedikit Sabda Nabi:

Artinya: Sebaik-baik jihad adalah (peringatan dengan) kalimat yang benar bagi penguasa yang zhalim. (Hadits shahih riwayat Ahmad, dan al-Baihaqi dari Thoriq bin Syihab).

Selama berupa kalimat yang benar (kalimat haq) yang diajukan kepada penguasa. dan penguasa yang zhalim itu menyambut baik terhadap kritikan itu lalu memperbaiki diri, aman tentramlah negara. Tetapi jika penguasa mempertahankan kezhalimannya dengan kekuatannya, maka akan menimbulkan reaksi berupa penyusunan kekuatan dari rakyat. Jika dua kekuatan fisik sudah berhadap-hadapan dan tidak ada yang mau surut ke belakang, bayang-bayang kerusuhan sosial sudah di depan mata

kepustakaan:

Charles Issawi, MA, Filsafat Islam Tentang Sejarah, Tintamas Indonesia, Jakarta. th.?
Emory s. Bogardus, Sociology. The Macmillan Company, New York 1957.
Jalaluddin As-Suyuti, al-Jami’us Saghir, Alma’arif, Bandung, tt
Peter L Berger, Piramida Pengorbanan Manusia, lqra, Bandung, 1983. 
Beberapa edisi tabloid Adil tahun l997, 1998, 1999 dan 2000.

0 komentar: