Sabtu, 15 April 2017

Kaidah-Kaidah Pokok Ekonomi Islam



Pengantar Penerjemah
Sebagai sebuah sistem nilai yang komprehensif, ajaran Islam tentu tak akan melewatkan bidang ekonomi sebagai salah satu bagiannya. Pada era industrialisasi belakangan ini tema ekonomi mennjadi sesuatu yang paling menarik untuk diperbincangkan. Hampir-hampir kita percaya pada pola pikir Marx yang mendeterminasi ekonomi sebagai satu-satunya penggerak masyarakat karena ekonomi, seolah-olah menjadi. kejaran banyak orang.
Pada saat itu pula orang tak luput melirik Islam sebagai salah satu rujukan dalam berekonomi. Setelah orang-orang terutama mereka yang mengaku Islam telah dengan kehampaan kapitalisme dan sosialisme, Islam dilirik sebagai alternatif. Semestinya Islam memang tidak hanya menjadi sekedar alternatif, tapi itulah yang terjadi.
Aturan-aturan normatif Islam mengenai ekonomi ternyata menawarkan sasuatu yang lain yang lebih menjanjikan dan lebih menguntungkan. Aturan-aturan Islam lebih banyak memiliki kelebihan dibandingkan model-model sistem lain yang pernah ada di muka bumi ini. Tulisan berikut adalah terjemahan yang dicuplik dari buku ‘Izzuddin Baliiq, Minhaaj ash-Shalihiin. tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam. Baliiq menyimpulkan beberapa prinsip dasar yang akan menjadi fundamen proses ekonomi Islam lebih lanjut. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.      Harta Yang Baik Sebagai Penopang Hidup
Islam memberikan penghargaan terhadap harta yang baik. Islam pun mewajibkan untuk bersungguh-sungguh untuk mencari, mengelola, dan menumbuhkannya dengan baik. Islam memuji orang-orang yang memanfaatkan hartanya untuk kepentingan orang banyak dan menggapai ridha Allah sebagai hartawan yang bersyukur. Bila ada yang salah memahami zuhud hingga mengajarkan kepada manusia untuk hidup miskin dan susah, maka itu bukanlah ajaran Islam yang sesungguhnya. Ajaran Islam yang mencela dunia, harta, dan kekayaan hanya apabila mendorong pada pembangkangan, fitnah, dan sikap ishraf (berlebih-lebihan). Islam pun amat mencela bila harta digunakan untuk membiayai perbuatan dosa, kemaksiatan, kekejian, dan kekufuran atas nikmat Allah. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Sebaik. baiknya harta yang baik berada di tangan orang-orang yang shaleh”. Dalam al-Qur’an disebutkan, “Jangan engkau berikan harta-harta yang Allah jadikan penopang hidup kalian kepada orang-orang bodoh”
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa harta adalah penopang segala amal. Rasulullah melarang penghamburan harta bukan pada tempat semestinya. Ia katakan: “Sesungguhnya Allah melarang kolian berbantah-bantahan, banyak bertanya, dan penghamburan harta sia-sia”, Namun demikian, orang yang mati karena membela hartanya digolongkan sebagai mati syahid seperti disebutkan dalam sebuah hadits, “Barang siapa mati membela kehormatannya, maka Ia mati
syahid. Barang siapa mati membela hartanya, maka Ia mati syahid pula...
2.      Wajib Bekerja Bagi Yang Mampu
Di dalam ajaran Islam terdapat dorongan untuk beramal dan bekerja (mencari nafkah). Bekerja dipandang sabagai suatu kewajiban bagi yang mampu. Islam sangat memuji para pekerja yang kreatif (wirausahawan). Islam mengharamkan meminta-minta dan mengumumkan bahwa sebaik-baiknya ibadah adalah bakerja (amal); amal adalah sunnah para nabi; serta sebaik-baiknya kasab adalah apa yang dibuat oleh tangannya sendiri. Islam mencela para penganggur dan orang-orang yang tak berguna di masyarakat. Apapun sabab mereka menganggur sekalipun menganggur dengan alasan ibadah kepada Allah SWT. Islam tidak memberi toleransi kepadanya. Tawakkal kepada Allah adalah dengan mengerjakan dahulu “sebab-sebab” dan mencari jalan keluar. Siapa yang tidak melakukan salah satunya, maka dia belum bertawakkal. Rizqi yang ditakdirkan Allah SWT selalu dikaitkan dengan usaha karas. Allah ta’ala berfirman, “Dan katakanlah: bekerjalah kalian! Allah akan melihat amal kalian itu, juga rasulnya dan orang-orang mukmin. Dan kalian akan dikembalikan kepoda Yang Maha Mengetahui hal-hal ghaib dan nyata lalu Ia akan mengabarkan apa yang telah kalian perbuat’. Rasulullah pun bersabda, “Tidak ada makanan yang lebih baik yang di makan oleh seseorang selain apa yang diperolehnya melalui tangan sendiri. Sesungguhnya nabi Allah. Dawud as.. Makan dari hasil
pekerjaan tangannya sendiri. Umar ra. brkata: “Janganlah salah seorang di antara kalian hanya duduk meminta rizqi sambil berkata, Ya Allah berilah aku rejeki” Padahal dia tahu bahwa langit tidak pernah menghujankan emas ataupun perak”. Dalam sebuah hadits dikatakan pula, “Tidak henti-hentinya seseorang meminta-minta kepada manusia sampai datang hari kiamat dan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya”.
3.      Menggali Sumber-Sumber Kekayaan
Dalam ajaran Islam, manusia diperintahkan untuk memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang kongkrit berupa sumber-sumber kekayaan dan harta benda. Islam mendorong untuk memeliharanya dan mewajibkan untuk menggalinya. Sesungguhnya semua yang ada di alam yang menakjubkan ini ditundukkan bagi manusia agar mereka mengambil faedah dan manfaat darinya. Firman Allah, “Tidakkah engkau lihat bahwa Allah telah menundukkan bagi kamu apa yang ada di langit-langit dan di bumi serta menggenapkan nikmat-nikmat-Nya atas kamu. baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi”. Dan telah menundukkan bagi kalian apa yang ada di langit-langit dan di bumi seluruhnya. Sesungguhnya dalam pada itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. Mereka yang membaca al-Qur’an al-Karim pasti mengetahui perincian hal itu seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya.
4.      Mengharamkan Pekerjaan yang Buruk
Ajaran Islam mengharamkan pekerjaan-pekerjaan yang “buruk”. Batas yang buruk itu.adalah sesuatu yang didapatkan tanpa bekerja terlebih dahulu seperti riba, judi, lotre, dan sebagainya; atau sesuatu yang didapatkan bukan dari haknya seperti mangghasab (merampas), mencuri, menipu dan semisalnya; atau sesuatu yang didapatkan dari kemadharatan seperti menjual khamr, daging babi, barang-barang yang memabukkan lainnya, dan sebagainya. Semua itu merupakan jalan-jalan pekerjaan yang tidak diperkenankan dan tidak diakui dalam Islam.
5.      Mendekatkan Berbagai Kelas Sosial
Secara kongkret Islam berupaya mendekatkan berbagai kelas sosial dengan mengharamkan orang-orang kaya menimbun kekayaan dan memamerkan kekayaan. Islam mendorong agar orang-orang fakir mendapatkan kehidupan yang layak. Ini dilakukan dengan cara menetapkan hak mereka dalam harta negara dan orang kaya. Juga merumuskan cara praktis untuk menuju kearah sana. Buktinya. Islam banyak menganjurkan berinfak dalam kebaikan dan memotivasi untuk melakukannya; mencela kekikiran, riya, menyebut-nyebut pemberian, dan menyakiti orang yang diberi; menetapkan tata cara dalam tolong-menolong dan qordhul hasan (pinjaman yang baik) karena mengharap ridha dan pahala di sisi Allah ta’ala. Firman Allah, Dan saling tolong-menolonglah kalian dolam kebaikan dan taqwa serta jangan saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan
6.      Menghormati Harta dan Hak Milik Pribadi
Islam telah menetapkan penghormatan terhadap harta dan kepemilikan khusus sepanjang tidak bertentangan dengan kemaslahatan umum. Sabda Nabi, Setiap Muslim diharamkan atas mulim yang lain darah. kehormatan dan hartanya”. Tidak ada kemudharatan dan tidak boleh memudhoratkan”.
7.      Menyusun Sistem Mu’amalah Maliyah (Mu’amalah dalam soal Harta)
Islam mensyariatkan sistem pengaturan harta untuk menetapkan batasan-batasan kemaslahatan individu dan masyarakat agar dapat menghormati akad-akad dan kesepakatan-kesepakatan dan memerhalus pengurusan uang berikut penggunaannya sampai-sampai dibuat bab-bab khusus dalam fiqh Islam yang mengharamkan mempermainkan mata uang seperti sharf (penukaran mata uang dengan syarat-syarat tertentu yang dikenal dalam kitab-kitab fiqh) dan semisalnya. Mungkin di sinilah hikmah haramnya penggunaan emas dan perak sebagai bahan baku pembuatan barang perabotan karena keduanya merupakan standar universal nilai mata uang di seluruh dunia. (ket.: Islam mengharamkan secara mutlak penggunaan emas dan parak sebagai bahan baku bejana-bejana dan perabotan-perabotan khusu. Juga mengharamkan penggunaan emas sebagai perhiasan bagi laki-laki dan melarang wanita memakai perhiasan emas berlebihan. Hal demikian disebabkan kebutuhan negara terhadap logam mulia ini lebih besar daripada hanya sekedar untuk keperluan pribadi).
8.      Jaminan Sosial
Islam menetapkan harus adanya jaminan sosial di setiap negara dan memberikan rasa aman dalam kehldupan sehari-harinya, baik dalam keadaan mampu menunaikan kewajibannya (menncari nafkah, pen.) ataupun pada saat tidak mampu karena suatu sebab menaksa yang tidak dapat dihilangkan. Umar r.a. pernah lewat di depan seorang Yahudi yang tengah meminta-minta. Lalu Ia melarangnya melakukan hal itu dan memintanya menjelaskan penyebab yang membuatnya sampai meminta-minta. Setelah jelas kelemahannya, Umar lantas menyalahkan dirinya sendiri sambil berkata, “Alangkah tidak adilnya ini buat kamu. Saat engkau kuat. kami menarik pajak (jiyah). tapi kami biarkan kau seperti ini saat lemah. Ambilkan dari baitul mal untuk dia secukupnya”
9.      Tanggung Jawab Negara
Islam menjelaskan tanggung jawab negara antara lain untuk menjaga sistem ini (sistem Islam, pen.) dan mengelola engan baik harta milik umun: mangambilnya secara benar dan menggunakannya secara benar pula serta berlaku adil saat memungutnya. Umar pernah berkata yang maknanya. Sesungguhnya harta ini adalah harta Allah. sementara kalian adalah hamba-hamba-Nya. Seorang penguasa sungguh-sungguh harus menyampaikan bagian harta ini sampai ke penjuru negeri sekalipun karena sesungguhnya ia tengah menggembala ternaknya. Siapa yang berkhianat akan dimasukkan ke dalam neraka”.
10.  Memeriksa Kekayaan Pejabat Dari Mana Didapatkan?
Sebagaimana telah mengingatkan untuk tidak menjadi budak kekuasaan dan harta, Islam pun melaknat penyuap dan yang disuap, para penimbun harta, serta mengharamkan memberi hadiah kepada para hakim dan pejabat. Dahulu Umar bin Khaththab membagi-bagikan hartanya dan harta para pekerjanya yang berlebihan, sambil berkata kepada salah seorang di antara mereka, Dari mana engkau dapatkan harta ini? Sesungguhnya kalian sedang menghimpun api neraka dan mewarisi aib’. Orang yang mengelola harta ummat tidak boleh mengambil kecuali sekedar kecukupannya saja.
Abu Bakar pernah berkata di hadapan kaum Muslimin saat mereka memilihnya menjadi pemimpin, “Dahulu aku berusaha untuk keluargaku. Aku mendapotkan keuntungan untuk mencukupi kebutuhan mereka. Kini aku bekerja untuk kalian. maka sisihkanlah untukku dari baitul maal kalian. Kemudian Abu Ubaidah menetapkan bagian untuk Abu Bakar sebesar kebutuhan makanan pokok seorang laki-laki Muslim bukan yang paling tinggi atau paling rendah, pakaian musim dingin dan muslin panas, serta kendaraan untuk bepergian dan ibadah haji. Bagiannya itu tidak lebih dari 1000 dirham. Ketika Abu Bakar berkata, “ini tidak cukup buatku. kemudian ditambahkan lagi 500 dirham. Dan diputuskanlah perkara tersebut. Demikianlah intisari sistem ekonomi dalam Islam. Penyajian kaidah-kaidah di sini sungguh sangat ringkas. Masing-masing jika diperinci akan menghabiskan berjilid-jilid buku. Seandainya kita mengambil pelajaran dan petunjuk-petunjuk-Nya dan berjalan di atas ral-rel-Nya, pasti kita akan menemukan banyak sekali kebaikan
 (Diterjemahkan oleh Tiar Anwar Bachtiar)

0 komentar: