Seorang pemikir barat bernama Anthony Giddens pernah melontarkan sebuah gagasan yang cukup menantang tentang perlunya sebuah jalan ketiga (The Third Way) yaitu jalan altematif dan dua jalan yang sudah ada yaitu kapitalisme dan sosialisme. Kapitalisme terbukti tidak mampu membuat manusia makmur dan hanya kalangan tertentu saja yang menikinati kue-kuenya sedang sosialisme sudah sangat utopis, kering dan membosankan. Apalagi akhir abad ini terbukti negara-negara komunis terjungkal di mana-mana. Maka perdebatan tentang “kanan” dan “kiri” cenderung menjadi artifisial. Meskipun gagasan ini mendapat cemoohan” dari majalah ekonomi terkenal The Economist karena Giddens dianggap tidak memberikan rumusan yang jelas tentang jalan ketiga itu, namun ternyata bersamaan degan terbitnya ulasan majalah itu, Giddens memberikan ceramahnya tentang The Third Way di depan Tony Blair dan Bill Clinton. Pertanyaannya adalah kalau gagasan itu tidak serius mengapa orang sekaliber Tony Blair dan Bill Clinton mau repot-repot mendengarkan ceramah Giddens?
Dalam tulisannya Giddens menolak marxisme yang dianggap tidak realistis namuri ia juga tidak bisa menerima kapitalisme yang semena-mena terhadap rakyat kecil. Pada suatu ketika Ia memperlihatkan antipatinya terhadap masa pemerintahan kapitalis Margaret Tahatcher (1979-1990) yang dianggap menyengsarakan rakyat kecil. Namun Giddens melihat sisi dinamisme yang tersimpan dalam kapitalisme yaitu sikap kompetitif, efisien, dan anti kemalasan. lntinya “kiri dan “kanan” nonsense bisa menyelesaikan persoalan dunia ini sendirian.
“Tantangan” Giddens dalam The Third Way sebenamya masih menyisakan sekian tanda tanya atau membuka ruang lebar untuk masuk interpretasi lain bahwa siapa atau apa yang layak mengisi ruang jalan tengah itu? Toh Giddens sendiri pun tidak memberikan jawaban tuntas siapa-siapa yang berhak mengisi jalan ketiga Lalu apakah Islam khususnya Ekonomi Islam bisa menjadi jalan alternatif itu, jalan ketiga?
Ekonomi Islam
Pembicaraan tentang ekonomi Islam mengalami penguatan akhir-akhir ini. Tak kurang Universitas Havard di Amerika juga pernah menggelar seminar tentang Ekonomi Islam. Ketertarikan Havard untuk menggelar seminar tentang Ekonomi Islam tentu sangat sembrono kalau dikatakan hanya untuk mengikuti Trens semata mengingat reputasi Havard yang sedemikian tinggi, Sebenarnya tak kurang orang pesimis tentang ekonomi Islam baik di kalangan orang non-Islam atau bahkan kalangan Islam sendiri. Mengingat gagasan tentang eknomi Islam hanya semacam gagasan yang hanya terwujud pada tataran etis semata. Buktinya bilamana dikejar dengan pertanyaan-pertanyaannya yang lebih mendetail dan integral tentang perangkat-perangkat yang harus disapkan, para pakar ekonomi Islam masih kesulitan untuk menyodorkan konsepsinya secara memuaskan. Misalnya bagaimana pasar modal dalam sistem ekonomi Islam, dan lain sebagamnya. Jadi dalam tataran etis sih boleh juga, namun apakah ekonomi, apalagi dalam skala global bisa diurusi dengan nilai-nilai etis semata? Begitu kira-kira bentuk “gugatannya”.
Pertanyaan di atas masih bisa difahami walau mungkin bisa disebut sebagai bentuk pesimisme sebagai pengejawantahan dan mental inferior kita. Mental rendah diri yang akut. Mengapa pertanyaan itu ada?
Pertama, adanya hegemoni perekonomian barat yang sedemiklan kuat lebih-lebih akhir-akhir ini di mana faham komunisme/sosialisme mengalami kebangkrutan. Hegemoni ekonomi Barat yang sedemikian kuat membuat orang cukup kesulitan untuk menyadari apalagi menerima bahwa ada sistem perekonomian altematif selainnya. Apalagi telah terbukti perekonomian Barat kapitalis “mampu” membuat dunia “lebih makmur” dibandingkan umpamanya dengan komunisme.
Ekonomi kapitalis Barat juga telah menyediakan sekian perangkat-perangkatnya yang canggih, lengkap dan mendetail tentang perekonomian.
Kedua, gambaran Islam yang suram. Gambaran ini sangat besar menimbulkan kesan (image) kelam pada Islam dan ummat Islam sendiri. Ummat Islam selama ini dikesankan hanya mampu menjadi konsumen dan pengekor Barat semata. Celakanya gambara ini sangat besar bahkan paling besar pengaruhnya pada penumbuhan sikap mental inferior pada diri ummat Islam. Lalu apa yang bisa diharapkan dari sikap mental inferior selain dari pesimisme? Sedang semua sepakat bahwa peradaban dan kemenangan tidak akan pernah bisa diperjuangkan oleh orang-orang yang bermental inferior. Walau kita juga tidak setuju untuk melakukan simplifikasi atau suatu masalah.
Tentang ekonomi Islam yang dianggap tidak cukup memberikan perangkat-perangkat yang cukup memadai, maka kita bisa menjelaskan bahwa pada mulanya segala wujud tatanan yang mapan di dunia inin berawal dari teori-teori global yang berbicara dalam tataran etis semata termasuk juga perekonomian sekarang. Ambillah contoh, ketika Adam Smith dulu merumuskan ekonomi kapitalis Ia hanya berbicara dalam kaidah-kaidah dasar kapitalisme. Baru pada fase selanjutnya ide-ide dasar itu dikembangkan dan disempumakan. Kondisi-kondisi yang berkembang turut menjadi inspirasi untuk mengayakan perangkat-perangkat. Dulu Smith tidak berbicara tentang pasar modal namun ketika hal itu diperlukan, maka diciptakanlah sistem tersebut. Dan demikian juga dengan ekonomi Islam. Meskipun sekarang masih berbicara dalam tataran etis semata namun bukan berarti tidak mempunyai capability.
Tentang ekonomi Islam sebenarnya bisa kita temukan landasannya pada:
Pertama, landasan teoritis yaitu dalam rujukan utama (main frame) yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits nabi yang membicarakan tentang ekonomi. Bahkan menurut Yusuf Qardhawi ayat terpanjang di dalam al-Qur’an membicarakan tentang ekonomi. Interpretasi lain dari hal itu adalah bahwa Islam memberikan porsi yang besar untuk memperhatikan tentang eknomi. Jadi ekonomi diperhatikan sebagaimana memperhatikan bab tentang aqidah, tentang ibadah, tentang sosial kemasyarakatan, tentang jihad dan sebagainya.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan transaksi tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ... kecuali jika transaksi itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu untuk tidak menuliskannya. (QS. al-Baqarah 282).
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dipergandakan dan patuhlah kepada Tuhan, supaya kamu beroleh keberuntungan. (QS. ali Imran 130).
Allah menghapuskan keberkatan riba dan menyempurnakan kebaikan sedekah. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang tidak tahu berterima kasih lagi berdosa. (QS. al-Baqarah 276).
Kedua, landasan historis. Islam pernah mendominasi percaturan dunia selama hampir seribu tahun (abad 7- abad 17). Taruhlah kita ambil masa kejayaannya adalah selama 700 tahun, maka sangat sulit diterima bilamana pada masa Itu peradaban Islam tidak mempunyai sebuah sistem ekonomi kapitalis. Ekonomi yang mengambil kekuatannya dari wahyu al-Qur’an pasti ekonomi yang mandiri dan khas. Pemerintahan komunis yang hanya berumur 90 tahun umur terpendek sebuah peradaban, mempunyai sebuah sistem sendiri, maka sangat menggelikan bila dalam waktu yang sangat lama itu Islam dianggap tidak mempunyai sistem ekonominya sendiri.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Pertama, Tidak boleh melampaui batas, hingga membahayakan lahir
dan batin manusia maupun orang lain. Maka meski atas nama pembangunan
dalam konsep Islam tidak boleh mengeksploitasi kekayaan alam hingga
ekosistemnya rusak, terjaga penggundulan hutan, erosi dan sebagainya.
Hai anak-anak Adam! Pakailah perhiasanmu setiap waktu sembayang dan makan dan minumlah tetapi jangan melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-A ‘raf 31).
Kedua, Tidak boleh menimbun harta tanpa bermanfaat bagi sesama. Prilaku ini sangat dicela dalam Islam karena akan menimbulkan keresahan di masyarakat. Umpamanya menimbun beras dalam keadaan paceklik. Meskipun Ia membelinya dalam keadaan sah sekalipun.
Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, beritakanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (QS. at-Taubah 34),
Ketiga, Memperhatikan kondisi orang lain dengan zakat. Zakat selain untuk membersihkan harta si muzaki bisa menjadi sarana yang efektif untuk mengurangi kesenjangan, uan antara si kaya dan si miskin. Dengan kondisi di atas diharapkan keseimbangan masyarakat akan terwujud dan pada gilirannya kemakmuran akan terwujud. Zaman ketika pemerintahan Islam masih berdiri kokoh, terbukti pengelolaan zakat oleh Baitul Maal bisa mengatasi kemiskinan rakyat secara signifikan. Bahkan dalam periode pemerintahan Umar bin Abdul Aziz susah ditemukan orang yang layak menerima zakat.
Keempat, Mengharamkan riba dan menghalalkan perdagangan. Ekonomi rente (riba) sangat ditentang oleh Islam karena terbukti hanya membuat bangkrut ekonomi. Kasus negara-negara dunia ketiga yang bangkrut rata-rata karena tercekik oleh hutang yang terus berlipat ganda (riba). Bahkan sekarang negara-negara yang terjerat hutang sangat kesulitan untuk hanya membayar bunganya semata. Di dalam al-Qur’an Allah menegur keras orang yang memungut riba dan menyamakan dengan orang yang gila dan tidak waras dan Allah berjanji akan memeranginya.
Dan Allah menghalalkan juai beli dan menharamkan riba (QS. al-Baqarah 275).
Wahai sekalian orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tingalkanlah segala yang tersisa, jika kamu sekalian benar-benar beiman. Jika kamu sekalian tidak melakukannya, maka Allah dan rasul-Nya akan memerangimu.. (QS. al-Baqarah 278- 279).
Allah melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya dan kedua saksinya.. (HR. Muslim dari Jabir).
Kelima, Dilarang menyongsong dagangan di luar kota. Dengan prinsip ini terbukti bagaimana Islam menghargai sekali tentang ekonomi yang berjalan dengan sehat tanpa gangguan-gañgguan para tengkulak yang suka mempermainkan harga, Prinsip ini Juga menunjukkan bahwa Islam menghargai pasar bebas artinya pasar itu sendirilah yang akan menentukan equilibriumnya.
Janganlah kamu menyongsong barang yang dibawa dari luar kota. Barangsiapa disongsong lalu dibeli daripadanya (sesuatu), maka apabila empunya (barang) itu datang ke pasar ía berhak chijar (hak mengurangkan atau membatalkan penjualan) jika ternyata harganya di pasar lebih bailk. (HR. Muslim).
Yusuf Qardhawy mencatat ada beberapa karakteristik ekonomi lslam.
Pertama, ekonomi ilahiah artinya titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syari’at-Nya. Ketika berproduksi manusia Muslim berangkat karena memenuhi perintah Allah, sebagaimana firman-Nya:
Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah dari sebagian rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu kembali setelah dibangkitkan. (QS. al-Mulk 15).
Jadi seorang Muslim ketika ia bercocok tanam, bekerja, berdagang semuanya ia orientasikan hanya untuk mengharap ridha-Nya. Dengan orientasi ilahiah ini pengawasan Allah lebih melekat kepada dirinya daripada pengawasan hukum dan peraturan. Ia tidak akan melakukan sebuah langkah ekonomi yang menguntungkan dirinya namun pada hakekatnya merupakan tindak kejahatan semisal meminjam uang di Bank namun akhirnya dikemplang. Dalam masyarakat yang berorientasi ilahiah tindakan moral hazard akan lebih terminimalisir.
Kedua, ekonomi akhlak artinya di dalam perputaran roda ekonomi masalah akhlak menjadi pertimbangan ulama. Dengan kata lain meskipun dari sudut pandang ekonomi menguntungkan namun apabila dari segi akhlak tidak bagus apalagi sampai melanggar syariat, maka hal itu tidak diperbolehkan.
Dulu kaum musyrikin Arab pernah melakukan ibadah haji ke Baitullah sampai tahun sembilan Hijriah. Namun tradisi mereka sangat aneh karena di dalam melakukan thawaf mereka tidak memakai pakaian alias telanjang bulat karena dengan anggapan agar jasad mereka tidak menyentuh pakaian yang kotor dengan maksiat. Namun Nabi ingin membersihkan praktik Seperti itu, maka Ia mengutus Ali menemui Abu Bakar sebagai pimpinan haji untuk mengumumkan pelarangan haji dengan teanjang bulat.
‘Janganlah melaksanakan ibadah-ibadah haji setelah tahun ini orang-orang muyrik dan jangan thawaf di bawah dalam keadaan telanjang’.
Pelarangan haji bagi kaum musyrikin jelas akan mengakibatkan pemasukan negara akan berkurang drastis karena puluhan ribu orang tidak akan lagi pergi ke Makkah, namun karena hal itu bertentangan dengan akhlak dan syari’at, hal itu akhirnya dilarang dengan segala konsekuensinya. Berkaitan dengan hal ini Jack Aster penulis Prancis dalam bukunya lslam dan perkembangan ekonomi’ berkala: ‘Islam adalah sebuah sistem hidup yang aplikatif dan secara bersamaan mengandung nilai-nilai akhlak yang tinggi. Kedua hal ini berkaitan erat, tidak pernah terpisahkan satu sama lain. Dari sini dapat dipastikan kaum Muslimin tidak akan menerima sistem ekonomi yang berakhlak. Akhlak ini mampu memberikan makna baru terhadap konsep nilai dan mampu mengisi kekosongan pikiran yang nyaris muncul akibat alat industrialisasi”.
Ketiga, Pertengãhan. Pertengahan antara berlebih-lebihan dan berkurang-kurangan, antara ekonomi kapitalis yang melakukan pemujaan individu dan ekonomi sosialisme yang mematikan individu.
Demikian pula Kami jadikan kamu sekalian ummat yang pertengahan.. (QS. al-Baqarah 143).
Ciri pertengahan ini merupakan ciri khas Islam. Dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, akal dan ruh, idealisme dan fakta, dan lain sebagainya. Sikap pertengahan ini menjadikan wajah peradaban Islam lebih manusiawi di mana kemajuan materil tidak meninggalkan kemajuan ruhani dan sebaliknya ruhani tidak menafikan dunia.
Penutup
Hai anak-anak Adam! Pakailah perhiasanmu setiap waktu sembayang dan makan dan minumlah tetapi jangan melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-A ‘raf 31).
Kedua, Tidak boleh menimbun harta tanpa bermanfaat bagi sesama. Prilaku ini sangat dicela dalam Islam karena akan menimbulkan keresahan di masyarakat. Umpamanya menimbun beras dalam keadaan paceklik. Meskipun Ia membelinya dalam keadaan sah sekalipun.
Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, beritakanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (QS. at-Taubah 34),
Ketiga, Memperhatikan kondisi orang lain dengan zakat. Zakat selain untuk membersihkan harta si muzaki bisa menjadi sarana yang efektif untuk mengurangi kesenjangan, uan antara si kaya dan si miskin. Dengan kondisi di atas diharapkan keseimbangan masyarakat akan terwujud dan pada gilirannya kemakmuran akan terwujud. Zaman ketika pemerintahan Islam masih berdiri kokoh, terbukti pengelolaan zakat oleh Baitul Maal bisa mengatasi kemiskinan rakyat secara signifikan. Bahkan dalam periode pemerintahan Umar bin Abdul Aziz susah ditemukan orang yang layak menerima zakat.
Keempat, Mengharamkan riba dan menghalalkan perdagangan. Ekonomi rente (riba) sangat ditentang oleh Islam karena terbukti hanya membuat bangkrut ekonomi. Kasus negara-negara dunia ketiga yang bangkrut rata-rata karena tercekik oleh hutang yang terus berlipat ganda (riba). Bahkan sekarang negara-negara yang terjerat hutang sangat kesulitan untuk hanya membayar bunganya semata. Di dalam al-Qur’an Allah menegur keras orang yang memungut riba dan menyamakan dengan orang yang gila dan tidak waras dan Allah berjanji akan memeranginya.
Dan Allah menghalalkan juai beli dan menharamkan riba (QS. al-Baqarah 275).
Wahai sekalian orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tingalkanlah segala yang tersisa, jika kamu sekalian benar-benar beiman. Jika kamu sekalian tidak melakukannya, maka Allah dan rasul-Nya akan memerangimu.. (QS. al-Baqarah 278- 279).
Allah melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya dan kedua saksinya.. (HR. Muslim dari Jabir).
Kelima, Dilarang menyongsong dagangan di luar kota. Dengan prinsip ini terbukti bagaimana Islam menghargai sekali tentang ekonomi yang berjalan dengan sehat tanpa gangguan-gañgguan para tengkulak yang suka mempermainkan harga, Prinsip ini Juga menunjukkan bahwa Islam menghargai pasar bebas artinya pasar itu sendirilah yang akan menentukan equilibriumnya.
Janganlah kamu menyongsong barang yang dibawa dari luar kota. Barangsiapa disongsong lalu dibeli daripadanya (sesuatu), maka apabila empunya (barang) itu datang ke pasar ía berhak chijar (hak mengurangkan atau membatalkan penjualan) jika ternyata harganya di pasar lebih bailk. (HR. Muslim).
Yusuf Qardhawy mencatat ada beberapa karakteristik ekonomi lslam.
Pertama, ekonomi ilahiah artinya titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syari’at-Nya. Ketika berproduksi manusia Muslim berangkat karena memenuhi perintah Allah, sebagaimana firman-Nya:
Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah dari sebagian rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu kembali setelah dibangkitkan. (QS. al-Mulk 15).
Jadi seorang Muslim ketika ia bercocok tanam, bekerja, berdagang semuanya ia orientasikan hanya untuk mengharap ridha-Nya. Dengan orientasi ilahiah ini pengawasan Allah lebih melekat kepada dirinya daripada pengawasan hukum dan peraturan. Ia tidak akan melakukan sebuah langkah ekonomi yang menguntungkan dirinya namun pada hakekatnya merupakan tindak kejahatan semisal meminjam uang di Bank namun akhirnya dikemplang. Dalam masyarakat yang berorientasi ilahiah tindakan moral hazard akan lebih terminimalisir.
Kedua, ekonomi akhlak artinya di dalam perputaran roda ekonomi masalah akhlak menjadi pertimbangan ulama. Dengan kata lain meskipun dari sudut pandang ekonomi menguntungkan namun apabila dari segi akhlak tidak bagus apalagi sampai melanggar syariat, maka hal itu tidak diperbolehkan.
Dulu kaum musyrikin Arab pernah melakukan ibadah haji ke Baitullah sampai tahun sembilan Hijriah. Namun tradisi mereka sangat aneh karena di dalam melakukan thawaf mereka tidak memakai pakaian alias telanjang bulat karena dengan anggapan agar jasad mereka tidak menyentuh pakaian yang kotor dengan maksiat. Namun Nabi ingin membersihkan praktik Seperti itu, maka Ia mengutus Ali menemui Abu Bakar sebagai pimpinan haji untuk mengumumkan pelarangan haji dengan teanjang bulat.
‘Janganlah melaksanakan ibadah-ibadah haji setelah tahun ini orang-orang muyrik dan jangan thawaf di bawah dalam keadaan telanjang’.
Pelarangan haji bagi kaum musyrikin jelas akan mengakibatkan pemasukan negara akan berkurang drastis karena puluhan ribu orang tidak akan lagi pergi ke Makkah, namun karena hal itu bertentangan dengan akhlak dan syari’at, hal itu akhirnya dilarang dengan segala konsekuensinya. Berkaitan dengan hal ini Jack Aster penulis Prancis dalam bukunya lslam dan perkembangan ekonomi’ berkala: ‘Islam adalah sebuah sistem hidup yang aplikatif dan secara bersamaan mengandung nilai-nilai akhlak yang tinggi. Kedua hal ini berkaitan erat, tidak pernah terpisahkan satu sama lain. Dari sini dapat dipastikan kaum Muslimin tidak akan menerima sistem ekonomi yang berakhlak. Akhlak ini mampu memberikan makna baru terhadap konsep nilai dan mampu mengisi kekosongan pikiran yang nyaris muncul akibat alat industrialisasi”.
Ketiga, Pertengãhan. Pertengahan antara berlebih-lebihan dan berkurang-kurangan, antara ekonomi kapitalis yang melakukan pemujaan individu dan ekonomi sosialisme yang mematikan individu.
Demikian pula Kami jadikan kamu sekalian ummat yang pertengahan.. (QS. al-Baqarah 143).
Ciri pertengahan ini merupakan ciri khas Islam. Dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, akal dan ruh, idealisme dan fakta, dan lain sebagainya. Sikap pertengahan ini menjadikan wajah peradaban Islam lebih manusiawi di mana kemajuan materil tidak meninggalkan kemajuan ruhani dan sebaliknya ruhani tidak menafikan dunia.
Penutup
Meski belum menemukan wujud yang sempurna, kita harus optimis bahwa
suatu ketika ekonomi Islam akan menjadi sebuah sistem perekonomian
global. Lebih daripada itu bukan hanya perekonomian saja yang akan
mengglobal bahkan peradaban Islam sangat memungkinkan untuk menggantikan
peradaban materialisme Sekarang baik kapitalisme atau sosialisme yang
keduanya hanya menekan aspek fisik semata. Apakah hal ini bukan harapan
yang berlebihan? Mimpi di siang bolong? tentu tidak! karena banyak
tokoh-tokoh dunia yang meramalkan hal itu. Tak kurang dari Bernard Lewis
sampai Samuel Huntington telah memprediksikan akan potensi ummat Islam
dalam mengambil alih peran peradaban dunia. Di dalam bukunya The Clash Civilitation Huntington memprediksikan hal itu.
Akan tetapi ummat Islam tidak boleh terlena. Kerja keras untuk mewujudkan cita-cita itu mutlak dilakukan. Ummat Islam mulai sekarang harus mulai menyiapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan. Perangkat-perangkat pendukung yang diharapkan dapat mampu mewujudkan cita-cita itu dalam kenyataan. Salah satu yang perlu dipikirkan adanya sebuah negara yang ‘mau” menjadi pilot project bagi penerapan ekonomi Islam yang menyeluruh. Diharapkan setelah itu gambaran tentang ekonomi Islam akan lebih bisa difahami secara integral. Karena tabiat manusia hanya akan memahami ketika ada hal kongkret yang nampak.
Akan tetapi ummat Islam tidak boleh terlena. Kerja keras untuk mewujudkan cita-cita itu mutlak dilakukan. Ummat Islam mulai sekarang harus mulai menyiapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan. Perangkat-perangkat pendukung yang diharapkan dapat mampu mewujudkan cita-cita itu dalam kenyataan. Salah satu yang perlu dipikirkan adanya sebuah negara yang ‘mau” menjadi pilot project bagi penerapan ekonomi Islam yang menyeluruh. Diharapkan setelah itu gambaran tentang ekonomi Islam akan lebih bisa difahami secara integral. Karena tabiat manusia hanya akan memahami ketika ada hal kongkret yang nampak.
0 komentar: